Liputan6.com, Kepulauan Sula - Sudah 13 tahun warga empat Kecamatan, di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, hidup tanpa penerangan PLN. Sebanyak 16 desa di kabupaten itu hampir selalu melalui malam gelap gulita.
Mesin PLN yang dibangun pada 1992 di Sanana Utara, ibu kota kabupaten setempat, tidak mumpuni dalam pelayanan. Akibatnya, pemadaman listrik terjadi sejak 2003 hingga kini.
"Pada 2003 baru satu desa. Nanti pada 2007 pemadaman merembet sampai empat desa, dan seterusnya seluruh desa empat Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula. Kalau pemadaman itu sudah berlangsung 13 tahun," kata Halik Umalekhoa, salah satu perwakilan warga pada Liputan6.com, di Ternate, Sabtu (19/11/2016).
Halik mengatakan, pemadaman pertama pada 2003 di Desa Wainna, Kecamatan Sulabesi Barat, Kabupaten Kepulauan Sula. "Hingga sekarang merembet ke empat kecamatan. Sampai sekarang masih padam," tutur dia.
Baca Juga
Halik menceritakan, keinginan warga Sula memperoleh penerangan dari PLN sudah lama. "Sejak pemadaman, pihak PLN Sanana maupun pemerintah daerah tidak pernah memberikan penjelasan penyebab pemadaman," kata dia.
Warga Desa Fuata, Kecamatan Sulabesi Selatan, Wahda Panigfat mengisahkan, perjuangan warga Sula memperoleh penerangan. Dia menceritakan, jalan darat masuk ke desanya kala itu 2013. Sebelum pemadaman, mereka membayar tagihan PLN di masing-masing desa.
"Namun setelah pemadaman 2003 hingga 2013, kami terpaksa berjalan kaki menyusuri bukit dan hutan-hutan. Jaraknya puluhan kilometer. Berjalan kaki dari desa ke ibu kota kabupaten untuk membeli oli, bensin dan solar," kata dia.
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, PLN Ranting Sanana Cabang PLN Ternate Kantor Wilayah PLN Maluku-Maluku Utara masuk ke Kabupaten Kepsul pada 1992. Total terdapat 1.020 pelanggan PLN yang tersebar di empat kecamatan Kabupaten Kepulauan Sula.
Gugatan Rp 19 Miliar
Pemadaman itu membuat masyarakat gerah. Pengacara warga desa, Rasman Buamona mengatakan, sebanyak 312 pelanggan di empat desa di tiga kecamatan saat ini menggugat pelayanan PLN Ranting Sanana.
"Untuk Desa Fuata sebanyak 127 pelanggan, Desa Wainit 66 pelanggan, Desa Fatkauyon 40 pelanggan, dan Desa Waiina 79 pelanggan. Gugatan kepada PLN ini disampaikan warga karena merasa dizalimi 13 tahun," kata dia.
Rasman mengungkapkan gugatan tersebut meminta PLN Ranting Sanana tidak memungut biaya apapun untuk pemasangan ulang meteran PLN. Alasannya, berdasarkan nomor kontrak dan nomor rekening pelanggan pada 1995-2007.
Rasman mengatakan, perkara perdata tersebut telah teregistrasi di Pengadilan Negeri Labuha Kabupaten Halmahera Selatan, Nomor: 17/Pdt.G/2016/PN.LBH, tanggal 19 September 2016.
Dalam perkara tersebut, sambung dia, warga meminta PLN mengganti kerugian materil dan imateril pelanggan setempat sebesar Rp 19 miliar. Saat ini, kasus ini sudah sampai tahap mediasi antara pihak penggunggat dan tergugat dengan mediator salah satu hakim PN Labuha Kabupaten Halsel, Irwan Hamid.
"Warga meminta Majelis Hakim PN Labuha menghukum para tergugat karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kedudukan kasusnya mengenai pemadaman yang begitu lama tetapi PLN bersama Pemda Kepsul dan Gubernur Maluku Utara tetap tutup mata," kata dia.
Rasman mengungkapkan pihak tergugat terdiri dari Kepala PLN Ranting Sanana, Kepala PLN Cabang Ternate, Kepala PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara, Direktur PT PLN Pusat, Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula Hendrata Theis, telah mengabaikan hak-hak masyarakat setempat untuk memperoleh penerangan PLN.
"Itu sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Ketenagalistrikan. Bahwa selama pemadaman, PLN dan Pemda tidak pernah mengumumkan apa alasan pemadaman. Masyarakat tidak tahu karena selama pemadaman tidak ada kejelasan. Ini sudah merupakan pelanggaran HAM. Karena akses infromasi selama ini ditutup," kata dia.
"Selain kerugian material (akibat pemadaman selama 13 tahun) sebesar Rp 11 miliar dan kerugian imaterial sebesar Rp 8 miliar," sambung dia lagi.
Advertisement
Surat Intimidasi
Salah satu warga Desa Waiina Kecamatan Sulabesi Riski Buamona mengungkapkan, setelah perkara tersebut disampaikan warga setempat ke PN Labuha, beberapa warga maupun pelanggan PLN setempat mulai diintimidasi beberapa oknum. Dia mengatakan, warga empat kecamatan tersebut diberikan sepucuk surat pernyataan.
"Warga diminta menandatangani surat pernyataan yang isinya meminta masyarakat empat kecamatan (penggugat) bersedia memasang listrik kembali dengan tarif meteran baru dan masyarakat (penggugat) tidak mengetahui adanya tuntutan ganti rugi dan menuntut PLN Ranting Sanana melakukan ganti rugi Rp 19 miliar sebagaimana yang didalilkan dalam perkara gugatan," kata Riski.
Dia mengatakan, intimidasi yang dialami warga berupa ancaman tidak akan dipasangkan listrik PLN jika tidak menandatangani surat pernyataan tersebut.
Kepala PLN Ranting Sanana dan PLN Cabang Ternate dihubungi belum memberikan keterangan. Saat Liputan6.com menyambangi ruang kantor Kepala PLN Cabang Ternate di jalan Ahmad Yani, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, pun terhalang petugas keamanan cabang PLN setempat.
"Bapak tidak ada. Kalau konfirmasi nanti Senin besok (21 November 2016)," kata salah satu petugas jaga kantor PLN Cabang Ternate, Sabtu siang tadi.