Liputan6.com, Bengkulu Terus berkurangnya jumlah Harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) membuatnya berada diambang kepunahan. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, dari 67 ekor Harimau Sumatera pada awal 2016 kini hanya tersisa 17 ekor saja.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu bersama Lingkar Institute, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat perlindungan satwa memberi respons ihwal terancam punahnya predator langka tersebut.
MUI dan Lingkar Institute mengeluarkan fatwa haram bagi siapapun yang melakukan aktivitas perburuan Harimau Sumatera di kawasan TNKS.
Direktur Lingkar Institute Iswadi mengatakan, Fatwa MUI Nomor 4 yang dikeluarkan itu saat ini sedang dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di seluruh desa penyangga kawasan TNKS. Tujuannya, supaya masyarakat menjadi sadar dan takut berbuat dosa jika tetap memaksakan diri berburu harimau Sumatra dengan alasan apapun.
Baca Juga
Advertisement
"Materi fatwa inilah yang kami sosialisasikan di desa-desa penyangga TNKS," ujar Iswadi saat dihubungi di Bengkulu, Sabtu (4/2/2017).
Iswadi mengatakan, di dalam fatwa itu, sudah sangat jelas bahwa MUI menyatakan haram bagi masyarakat apabila melakukan aktivitas menyakiti, berburu, dan menjual satwa dilindungi, tidak hanya harimau. Fatwa ini juga mengharamkan berburu beruang dan gajah.
Tidak hanya melakukan sosialisasi terhadap masyarakat secara umum, Lingkar Institut bersama MUI akan melakukan imbauan saat para khatib dan ulama memberikan ceramah di Mesjid dan ceramah lain di Kabupaten Lebong. Terutama mengusung tema haramnya berburu Harimau Sumatera.
"Kami optimistis bila fatwa MUI tersebut disampaikan pada warga dalam bentuk materi khutbah Jumat, setidaknya satu bulan satu kali maka tindakan perburuan satwa liar dapat dihentikan," jelas Iswadi.
Selain bekerjasama dengan MUI, program ini juga akan melibatkan kepolisian, Balai TNKS, masyarakat setempat, hingga patroli rutin pembersihan ranjau harimau di dalam kawasan TNKS.
Populasi Harimau Menurun
BKSDA Bengkulu-Lampung menyebutkan jumlah populasi Harimau Sumatera (Phantera Tigris Sumatrae) yang hidup di kawasan hutan wilayah Provinsi Bengkulu, diperkirakan hanya tersisa belasan ekor saja. Tepatnya sekitar 17 ekor.
"Hasil monitoring pada awal 2017 melalui spot gangguan atau konflik baik dari laporan masyarakat maupun hasil patroli petugas, diperkirakan populasi harimau di Bengkulu tinggal 17 ekor," ungkap Kepala BKSDA Bengkulu Abu Bakar.
Konflik tertinggi dengan satwa dilindungi seperti Harimau Sumatera terjadi di wilayah Kabupaten Seluma, lalu diikuti Kabupaten Bengkulu Utara. Fragmentasi kawasan hutan akibat perambahan liar menjadi kebun serta perburuan satwa liar juga menjadi tantangan utama dalam pelestarian Harimau Sumatera.
Padahal, pemerintah menargetkan peningkatan populasi Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera di habitatnya sebesar tiga persen per tahun.
Mengatasi perambahan di Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang mencapai seluas 1.500 hektare itu kini menjadi program prioritas BKSDA dengan melibatkan masyarakat perambah untuk menghutankan kembali kawasan tersebut. Selain itu, perlindungan kawasan tersebut juga dilakukan dengan mengusulkan peningkatan status kawasan hutan dari taman buru menjadi kawasan suaka margasatwa.
Karena selain Harimau Sumatera, di kawasan hutan itu juga terdapat jenis satwa liar lain yang dilindungi. Sebut saja Siamang dan Beruang Madu.