Liputan6.com, Kupang - Salah satu penyebab tingginya angka buta huruf dan angka putus sekolah di wilayah perbatasan adalah persoalan jarak sekolah yang sangat jauh. Jarak sekolah yang sulit dijangkau membuat banyak siswa SD enggan bersekolah, bahkan membuat mereka memilih putus sekolah.
Hal ini yang dialami warga Dusun Wetalas, Desa Weulun, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebab, anak-anak di sana terancam putus sekolah usai Pemerintah Kabupaten Malaka belum lama ini menutup SDN Oevetnai.
Sejak tahun 2017, Pemkab Malaka memang sudah menutup empat sekolah yakni SDN Oevetnai di desa Weulun-Kecamatan Wewiku, SDN Kelas Jauh Kaberan Rai di Malaka Barat, SDN Neti Mataus di Haitimuk Kecamatan Weliman, dan SMAN Weliman di Kecamatan Weliman. Padahal sekolah-sekolah itu menjadi solusi dalam mengentaskan kurangnya pendidikan di sana.
Advertisement
Baca Juga
Kini dengan ditutupnya sekolah itu, banyak warga yang enggan merelakan anak-anaknya menempuh jarak sangat jauh untuk bersekolah.
"Apalagi saat musim hujan, mereka otomatis tidak ke sekolah. Jarak itu yang membuat mereka malas. Saat ini tidak ada seorangpun sarjana di kampung Wetalas,” ujar Barnabas Bani, seorang sesepuh di kampung Wetalas kepada Liputan6.com, Senin (27/2/2017).
Dia menuturkan, pada tahun 2012 lalu warga desa berupaya merintis SDN Oevatnai dengan status sekolah induk SDN Loro Bauna. Pembangunan SDN Oevatnai itu itu sebagai solusi atas akses jarak ke sekolah yang cukup jauh dari Wetalas.
Tahun 2015 SDN Oevetnai mendapatkan Izin operasional dari pemerintah daerah dengan surat keputusan Nomor: 63/HK/2015. Sejak saat itu, angka partisipasi siswa yang bersekolah mengalami peningkatan, meski keadaan fisik bangunan sekolah tersebut masih darurat.
Setelah lima tahun beroperasi, memasuki tahun 2017, SDN Oevetnai ditutup oleh Pemkab Malaka dengan alasan gedung sekolah yang tidak layak. Keputusan Pemda dalam menutup sekolah itu, kata Barnabas, tidak melalui dialog terlebih dahulu dengan warga atau dengan surat keputusan resmi.
"Tiba-tiba saja mereka tutup sekolah kami. Kami minta penjelasan ternyata alasannya jika tidak ditutup akan menjadi momok dan preseden buruk bagi pendidikan Kabupaten Malaka," kata Bernabas.
Para Siswa Dialihkan
Nela Seran, salah satu warga setempat mengatakan, semenjak sekolah ditutup, hingga saat ini siswa-siswi dialihkan ke SDN Weulun dengan jarak tempuh sekitar dua kilometer lebih. Hal itu mengakibatkan keresahan dan kekhawatiran orangtua terhadap anak-anaknya, karena jarak serta kondisi geografis akses yang tidak layak bagi anak usia SD.
"Kami tidak rela anak kami berjalan jauh. Apabila setiap pulang sekolah mereka selalu mengeluh capek. Jika SDN Oevetnai tidak diaktifkan kembali, maka anak-anak kami putus sekolah," kata Nela.
Nofry Laka, Ketua Ikatan Mahasiswa Malaka Surabaya mengatakan, dari hasil pertemuan pihaknya bersama warga dusun Wetalas, mayoritas warga menolak penutupan sekolah tersebut. Menurut Nofry, yang namaya produk kebijakan pemerintah harusnya berdasarkan kebutuhan rakyat, agar bisa memperbaiki keadaan, bukan justru memperburuk keadaan.
"Saya menilai keputusan pemerintah daerah sangat keliru karena dengan alasan yang tidak mendasar. Warga sangat membutuhkan pelayanan publik di sektor pendidikan dan itu adalah hak dasar warga negara," ujar Nofry.
Dia menambahkan, saat ini seluruh kepala keluarga sudah menandatangani petisi penolakan terhadap keputusan pemerintah daerah terkait penutupan sekolah. Petisi itu dibuat sebagai penolakan mereka terhadap penutupan SDN Oevetnai.
"Sebagai mahasiswa, kami berkomitmen terus memperjuangkan hak warga dusun Wetalas yang sudah direnggut. Kami komitmen dengan berbagai cara, termasuk menggandeng berbagai elemen organisasi di Kabupaten Malaka yang peduli dengan masalah pendidikan," pungkas Nofry.
Ditutupnya empat sekolah tersebut karena dinilai tidak memenuhi syarat pendirian sebuah sekolah negeri.
Tidak Layak
Pemkab Malaka sebelumnya memutuskan menutup empat sekolah negeri, masing-masng SDN Oevetnai di desa Weulun-Kecamatan Wewiku, SDN Kelas Jauh Kaberan Rai di Malaka Barat, SDN Neti Mataus di Haitimuk Kecamatan Weliman, dan SMAN Weliman di Kecamatan Weliman. Alasannya, karena sekolah-sekolah itu dinilai tidak layak sebagai sekolah negeri.
"Kita tutup sekolah-sekolah itu karena tidak layak, baik di bidang infrastruktur pendidikan, tenaga pengajar dan jumlah siswa," kata Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran.
Ditutupnya beberapa sekolah itu merupakan kebijakan dari Pemkab Malaka. Pemkab Malaka menyatakan, penutupan sudah tepat dilakukan, karena keberadaan sekolah itu tidak memenuhi persyaratan sebagai sekolah negeri.
"Ya, kita harus tutup sekolah-sekolah itu karena setelah dilakukan pengkajian ternyata tidak memenuhi syarat sebagai sebuah sekolah. Gedung tidak layak, guru tidak layak, dan jumlah murid juga tidak banyak sehingga harus ditutup," ujar Stefanus.
Stefanus menjelaskan, bagi pelajar kelas III SMA yang akan mengikuti ujian akhir sekolah akan dikembalikan ke sekolah induk. Sedangkan bagi murid kelas I dan II dipersilakan mencari sekolah terdekat.
Sementara bagi siswa-siswi SD yang sekolahnya ditutup, juga dipersilakan kembali ke sekolah induk atau sekolah lain yang dekat dengan tempat tinggal.
Menurut Stefanus, kebijakan yang diambil dengan ditutupnya empat sekolah itu merupakan salah satu langkah dan upaya pemerintah untuk melakukan penataan di bidang pendidikan dasar.
Advertisement