Liputan6.com, Yogyakarta - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta mewajibkan pihak sekolah mengeluarkan jurus mencegah aksi klithih yang dilakukan pelajarnya. Caranya dengan mendeteksi perilaku siswa yang berpotensi melakukan aksi klithih atau kekerasan di jalanan.
"Dari potensi itu, sekolah akan memilah (pelajar) mana yang bisa didampingi sekolah dan (pelajar) mana yang tidak bisa ditangani," kata Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji di Yogyakarta, Rabu, 15 Maret 2017, seperti diwartakan Antara.
Menurut Aji, penekanan itu ditempuh oleh Disdikpora sebagai upaya memutus mata rantai aksi kekerasan oleh pelajar yang di Yogyakarta kerap disebut klithih itu.
"Jika sekolah menemukan siswa berpotensi melakukan klithih dan tidak bisa menangani sendiri, bisa diserahkan kepada kami, kemudian kami akan berkoodinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)," katanya.
Baca Juga
Selain mendeteksi perilaku siswa, lanjut Aji, pencegahan aksi kekerasan yang dilakukan siswa atau remaja juga berkaitan dengan terputusnya hubungan antara pendidikan sekolah dan pendidikan keluarga.
Oleh sebab itu, dia meminta sekolah dapat meningkatkan komunikasi dengan para orang tua disertai penyelenggaraan berbagai aktivitas parenting.
"Kalau pendidikan keluarga dan sekolah tidak nyambung, akan ada gap yang bisa membuat anak lepas kontrol," katanya lagi.
Ia mengatakan bahwa setiap aksi klithih oleh para remaja selalu dilakukan di luar jam sekolah.
Oleh karena itu, jika anak akan keluar malam hingga lebih dari jam 10, harus dilarang. Apalagi, peristiwa aksi klithih yang terakhir terjadi pada dini hari.
Sebelumnya, Ilham Bayu Fajar (17) diketahui tewas dengan luka tusukan benda tajam di bagian dada. Kasus kekerasan yang melibatkan sejumlah remaja dengan sebagian besar berstatus pelajar SMP itu terjadi di Jalan Kenari pada Minggu dini hari, 12 Maret lalu.
Polisi langsung bergerak cepat terkait aksi klitih yang menewaskan Ilham tersebut. Dalam kurun dua hari, polisi menangkap tujuh dari sembilan pelaku aksi klithih yang membuat pelajar SMP Piri 1 Yogyakarta itu meninggal dunia.
Mereka yang sudah ditangkap, yakni AI, FF, TP, JR, MK, RB, dan SR. Sementara dua pelaku lain dalam perburuan aparat kepolisian. Semua pelaku berusia di bawah 17 tahun. Meski di bawah umur, polisi tak pandang bulu dan tetap memproses mereka secara hukum.
Para pelaku pun terancam hukuman berat atas perbuatan klithih ini. Sebab, polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Pasal 336 KUHP mengenai ancaman dengan kekerasan secara bersama-sama yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Dari situ, ancaman hukuman pidana bagi para pelaku maksimal 15 tahun penjara.
"Mereka berpikir apabila usianya belum 17 tahun akan dibebaskan? Itu keliru. Kalau ancamannya lebih dari tujuh tahun mereka tetap dikenakan ketentuan pidana, akan kita proses," ujar Kapolda DIY Brigadir Jenderal Ahmad Dofiri.