Liputan6.com, Semarang - "Ijin melaporkan, telah terjadi laka air di Dam Colo. Nama korban: Makmum. Jenis Kelamin: Laki-laki. Umur: 37 tahun. Alamat: Karangturi RT 01 RW 07 Dalangan Tawangsari…."
Pesan teks ini muncul di layar gawai seorang relawan Basarnas Jawa Tengah, mengikuti bunyi beep sebelum gawai itu disentuh jari. Si penerima pesan langsung menelepon beberapa nomor. Teman-temannya dikumpulkan dan mereka segera naik ke sebuah mobil warna oranye, menuju lokasi yang disebutkan dalam pesan teks itu.
Beberapa hari sebelumnya, ada pula pesan yang mirip. Tidak sama tapi senada. Bedanya, kecelakaan yang dilaporkan terjadi di gunung. Reaksi atas teks itu sama, bersiap dan berkumpul untuk kemudian ramai-ramai naik mobil warna oranye menuju lokasi yang disebutkan.
Advertisement
Tiba di lokasi yang dituju, kelompok manusia berpakaian oranye itu langsung sigap. Sibuk. Ada yang menjaga komunikasi dengan radio, ada pula yang langsung menyiapkan perahu karet atau menyiapkan peralatan mendaki gunung. Tujuan mereka satu, mencari sosok yang disebutkan dalam pesan teks itu, hidup atau mati.
Baca Juga
Meski mayoritas sosok yang dicari sudah mati, namun tak ada sedikitpun yang berbicara tentang kematian sebelum target ditemukan.
Pasukan berseragam oranye ini adalah orang-orang biasa. Ada yang sudah menjadi kepala keluarga alias seorang ayah, tapi banyak pula yang masih berstatus pacaran. Tak sedikit pula yang benar-benar masih jomblo. Merekalah pasukan pencari mayat. Mereka relawan dari Badan SAR Nasional.
Kepala Humas Basarnas Kantor SAR Semarang Zulhawary Agustianto menyebutkan bahwa siapa pun yang bergabung ke Basarnas dalam posisi apapun, harus siap diberangkatkan sebagai penyelamat. Bahkan seorang sekretaris cantik pun harus siap diberangkatkan mencari korban kecelakaan.
"Yang cukup sulit memang tugas pencarian. Baik operasi SAR air maupun gunung, itu sangat sulit. Beda jika kami mendapat tugas evakuasi korban kecelakaan lalu lintas. Karena posisi korban sudah jelas, sehingga tugas lebih mudah," kata Zulhawary kepada Liputan6.com, Minggu (16/7/2017).
Relawan SAR dari Pos SAR Cilacap Ipul juga mengakui hal yang sama. Menurut dia, apa pun kondisinya, pola pikirnya adalah penyelamatan. Bahkan ketika target yang ditemukan ternyata sudah dalam posisi meninggal dunia, mereka tetap menggunakan istilah penyelamatan.
"Kalaupun sudah dalam kondisi meninggal, setidaknya menyelamatkan anggota keluarganya dari stres akibat penasaran berkepanjangan," kata Ipul.
Misteri dan Intuisi
Dalam setiap operasi, ternyata selain menggunakan metode ilmiah seperti pengukuran debit air, kedalaman, dan analisis lain (dalam operasi SAR air), atau analisis medan pendakian (dalam operasi SAR Gunung), ternyata para relawan ini juga mengandalkan intuisi.
"Sering kami mencari-cari berputar-putar di titik yang sama, dalam waktu lama, tapi korban tak ditemukan. Kalau sudah seperti ini, biasanya kami berhenti untuk istirahat. Nanti tahu-tahu di titik itu ternyata korban ditemukan," kata Ipul.
Ada cerita misteri dari Gunung Slamet. Sering terjadi kisah misterius di pos 4 atau Pos Samarantu. Pos ini merupakan pos ideal untuk beristirahat jika mendaki lewat jalur Blambangan. Tempat ini memang sangat enak untuk beristirahat. Namun, warga setempat biasanya memberi pesan kepada pendaki agar langsung berjalan menuju pos 5 tanpa beristirahat di pos 4.
"Ucapkan salam atau kula nuwun," kata seorang pedagang kopi di pos 3, Rudi.
Atas fenomena ini, Ipul menjelaskan bahwa secara personal anggota tim SAR sering mengalami kejadian misterius. Namun tidak secara berbarengan, melainkan sendiri-sendiri. Tak ada rasa takut sedikit pun dan Ipul menganggapnya sebagai efek kelelahan belaka.
Demikian pula dengan operasi SAR air. Ipul sering mengalami hal misterius. Tidak berkaitan dengan hantu atau sejenisnya, tapi dengan tingkat kesulitan pencarian.
"Misalnya operasi di Pantai Selatan. Ketika kita beristirahat atau sudah dalam perjalanan pulang untuk jeda pencarian, ternyata korban yang kita cari terlihat di titik yang kita sudah obok-obok," kata Ipul.
Rata-rata yang dicari memang ketemu dan mayoritas sudah meninggal. Khususnya jika terjadi kecelakaan perairan. Tak jarang pula para relawan ini juga menemukan mayat yang tak dikenal atau tak diketahui keluarganya. Mayat-mayat tak dikenal itu biasanya merupakan korban pembunuhan yang kemudian dibuang jauh dari tempat tinggalnya, atau kadang merupakan korban tabrak lari.
"Kadang kami dilibatkan dalam evakuasi mayat tak dikenal. Namun frekuensinya enggak sering. Saya kadang bertanya-tanya, apakah mayat-mayat tak dikenal itu akan dilupakan begitu saja oleh keluarganya," kata Ipul.
Korban selamat memang paling banyak ditemui jika operasi SAR gunung. Sementara, gunung tak pernah sepi dari pendakian.
"The mountains are calling and I must go," kata Jhon Muir. Kalimat pegiat alam asal Scotlandia itulah yang barangkali menjadi booster semangat para pendaki untuk terus mendaki dan mendaki.
Advertisement