Aparat Gagalkan Penjualan Kayu Pohon Sarang Orangutan Kalimantan

Kayu-kayu sarang orangutan ini gagal menuju Desa Awarange, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 07 Sep 2017, 07:03 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2017, 07:03 WIB
Nasib Orangutan Kian Terpinggirkan
Orangutan betina bersama dua anaknya berada di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, pada Selasa (16/6/2015). PBB memprediksi dalam dua dekade mendatang orang utan akan punah jika penggundulan hutan terus berlanjut. (REUTERS/Darren Whiteside)

Liputan6.com, Makassar - Satu kapal laut motor (KLM) dengan muatan penuh kayu pohon yang menjadi habitat orangutan dari Kalimantan Timur (Kaltim), gagal berangkat menuju pemesannya di Desa Awarange, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Kayu pohon ulin yang mendapat julukan kayu besi tersebut dicekal di bibir dermaga Pelabuhan Pantoloan atas kerja sama Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sulawesi dengan pihak pangkalan sarana operasi Bea Cukai Tipe B Pantoloan Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 5 September 2017.

"Dari kerja sama Bea Cukai dan Gakkum KLHK, kami berhasil mengamankan KLM Bunga Dai yang dinakhodai Ambo Udin. Isi lambung kapal mereka penuh dengan kayu ulin asal Sangkulirang, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Jumlahnya 339 batang atau 40 meter kubik," kata Muh Nur selaku Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sulawesi, melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Selasa, 5 September 2017.

Menurut Muh Nur, segudang keistimewaan pohon ulin habitat bersarangnya orangutan di Pulau Borneo (Kalimantan), salah satunya memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dijadikan bahan konstruksi rumah. Hal ini karena kayu habitat orangutan ini dalam pertumbuhannya bisa memiliki tinggi hingga kurang lebih 50 meter, dan memiliki diameter batang mencapai sekitar 120 cm.

"Tekstur kayu ulin sangat kuat dan keras. Tidak mudah membusuk, tahan air, maupun dimakan rayap atau serangga. Kayu ulin atau kayu besi juga mampu bertahan di lingkungannya hingga ratusan tahun," ujar Nur.

"Jika dirupiahkan, harga kayu ulin saat ini mencapai Rp 12 juta per kubik. Jadi kerugian negara melalui hasil operasi hasil hutan yang dilindungi totalnya senilai Rp 480 juta melalui pengirimnya CV Karya Long Hajiep Utama dengan alamat Manuber Sangkulirang Kaltim yang sudah kita proses lebih lanjut saat ini," Nur menandaskan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya