Liputan6.com, Sumba Tengah - Bencana kekeringan akibat musim kemarau berkepanjangan sangat terasa di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bahkan, warga Desa Tana Mbanas Selatan, Kecamatan Umbu Ratunggai, saat ini mengalami rawan pangan. Sejumlah warga setiap hari terpaksa mencari ubi beracun yang tumbuh di lereng-lereng bukit untuk dikonsumsi.
Ubi beracun ini dalam Bahasa Sumba berbeda-beda, ada yang menyebutnya iwi atau uwi. Sedangkan, warga Tana Mbanas Selatan menyebutnya ui.
Warga setempat terpaksa mengonsumsi ubi tersebut lantaran tidak ada lagi cadangan makanan yang tersisa di rumah. Kondisi ini akibat musim kemarau berkepanjangan yang menimbulkan bencana kekeringan.
Jagung yang ditanam pada musim tanam kedua, April lalu, mengalami gagal panen. Demikian pula keladi dan ubi kayu yang ditanam hanya pohon tak ada umbinya.
Advertisement
Baca Juga
Tumbuhan jagung milik warga pada musim tanam kedua gagal panen karena curah hujan yang sangat minim. Sementara, keladi dan ubi kayu pun tak ada hasilnya akibat kondisi tanah yang berbatuan.
"Jadi masyarakat terpaksa mencari ui untuk dimakan karena sudah tidak ada lagi makanan," ucap Dena Kondaratu selaku Ketua RW 06, Dusun Waipanjelu, kepada Liputan6.com, Selasa, 12 September 2017.
Akibat kekeringan, warga terpaksa mencari ubi beracun untuk dimakan. Apalagi, selain gagal panen, raskin (beras untuk warga miskin) yang dinanti juga tak kunjung datang.
"Kami sudah setor uang raskin, tapi jatah perguliran ketiga belum didistribusi dari pemerintah kabupaten. Informasinya raskin masih dalam proses di kabupaten," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Olahan Ubi Beracun
Buat mengatasi kerawanan pangan, sebagian warga beberapa dusun di Desa Tana Mbanas Selatan, Kecamatan Umbu Ratunggai, Sumba Tengah, terpaksa mencari ubi beracun. Hamba Manganatauma, misalnya. Warga Dusun Waipanjelu ini mengatakan terpaksa ikut bersama kelompok warga untuk menggali ubi karena tidak ada lagi cadangan makanan di rumahnya, .
Menurut lelaki berusia 76 tahun itu, ubi yang didapat langsung diiris dan dijemur di tempat tersebut. Keesokan harinya, ubi tersebut dibawa ke anak sungai Langga Liru yang jaraknya sekitar 14 kilometer untuk direndam selama sehari untuk menghilangkan zat racunnya.
Setelah direndam, ubi beracun dijemur lagi. Ubi yang sudah kering baru bisa dikonsumsi. "Prosesnya cukup panjang mulai dari mencari, mengiris tipis-tipis, dijemur, kemudian direndam untuk menghilangkan racunnya, dan dijemur lagi untuk layak dimakan membutuhkan waktu 5-7 hari," kata Hamba.
Ia meminta perhatian Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah untuk membantu warga yang mengalami rawan pangan saat ini dengan beras cadangan pemerintah.
Kepala Desa Tana Mbana Selatan, Merry Enga Ngelun, membenarkan kondisi tersebut. Setiap tahun warganya bertahan hidup dengan mencari ubi untuk dimakan. Menurut dia, kondisi kesulitan pangan warga Tana Mbanas Selatan bukan masalah baru. Sebab, sejak ratusan tahun lampau para leluhur mendiami wilayah ini, kondisi rawan pangan selalu terjadi.
Dia mengaku, jagung merupakan satu-satunya komoditas pertanian yang bisa diusahakan masyarakat. Sebab, kondisi tanah di wilayah itu tak memungkinkan untuk tanaman lain seperti ubi kayu dan keladi.
Saat ini, ada 225 kepala keluarga (KK) di Desa Tana Mbana Selatan. Sebanyak 157 KK merupakan penerima raskin. Namun, kondisi rata-rata raskin di setiap keluarga paling lama tiga minggu sampai satu bulan sudah habis.
"Sehingga, mau tidak mau harus mencari ubi untuk mempertahankan hidup," kata Merry Enga Ngelun.
Advertisement