Perjalanan Pengungsi Gunung Agung Menantang Maut di Selat Lombok

Sebanyak 24 orang pengungsi Gunung Agung menumpang perahu kayu berukuran 2x10 meter persegi menerjang ombak tinggi di Selat Lombok.

oleh Hans Bahanan diperbarui 02 Okt 2017, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2017, 11:30 WIB
Perjalanan Pengungsi Gunung Agung Menantang Maut di Selat Lombok
Sebanyak 24 orang pengungsi Gunung Agung menumpang perahu kayu berukuran 2x10 meter persegi menerjang ombak tinggi di Selat Lombok. (Liputan6.com/Hans Bahanan)

Liputan6.com, Mataram - Aktivitas Gunung Agung yang tak mudah terbaca membuat warga setempat gundah gulana. Banyak dari mereka yang memutuskan mengungsi untuk menyelamatkan diri. Tak jarang para pengungsi berbuat nekat, termasuk menerjang ombak tinggi di Selat Lombok dengan menumpang perahu kayu kecil.

Hal itu dilakukan puluhan pengungsi dari pesisir Karangasem, Bali, yang kini tinggal di Lombok. Salah satunya Awanah (37), pengungsi asal Desa Ujung Pesisir Islam, Karangasem. Ia mengungkapkan, ia nekat mengungsi menggunakan perahu kayu karena tak memiliki uang sepeser pun untuk menaiki kapal feri.

Ia menuturkan, sebanyak 24 orang, termasuk dirinya dan anak-anak, nekat berangkat ke Lombok meskipun sadar bakal diterjang ombak tinggi. Perjalanan menantang maut itu gratis.

"Kami tidak punya uang dan ada perahu yang biasa berlayar ke Lombok ngasi gratis. Itu kami naikin," ujar Awanah, Sabtu, 30 September 2017.

Awanah mengaku sangat takut saat menaiki perahu yang berukuran 2x10 meter tersebut. Itu pengalaman pertamanya menyeberangi Selat Lombok berombak tinggi hanya menggunakan perahu.

Ia menuturkan, sempat terjadi kepanikan saat ombak besar menghantam dan hampir menggulung perahu mereka. Air laut masuk ke dalam perahu dan membasahi seluruh barang bawaan, seperti beras dan pakaian.

Anak-anak kecil yang ikut mereka juga ketakutan dan menangis. Meski demikian, mereka tetap melanjutkan perjalanan melalui Selat Lombok itu. Mereka pasrah terhadap apa yang akan menimpa mereka selama perjalanan menuju Lombok.

"Kita semua pasrah jika nyawa diambil Allah saat berlayar kemarin. Yang penting kita berusaha hindari letusan Gunung Agung. Syukur alhamdulillah kami bisa sampai Lombok," kata Awanah.

Tak hanya Awanah, ketakutan dan kekhawatiran juga dirasakan oleh hampir seluruh pengungsi yang menggunakan perahu itu. Lalu Muhidin yang juga berasal dari desa yang sama dengan Awanah mengungkapkan, informasi yang beredar seputar letusan Gunung Agung membuatnya nekat mengungsi dengan media seadanya.

Lalu mengatakan, ia sempat mengungsi di SD 2 Tumbu, Karangasem, Bali, sebelum akhirnya memilih menyeberang pulau. Saat itu, informasi tentang dampak buruk jika Gunung Agung erupsi berseliweran.

"Ada yang bilang Pulau Bali akan retak menjadi dua. Ada yang bilang gunungnya akan tenggelam. Ada yang bilang itu gunung letusannya terbesar di dunia. Informasi itu beredar dari HP. Itu yang membuat kami takut," kata Muhidin.

Saat ini, seluruh warga Kecamatan Karangasem yang mengungsi menggunakan perahu tersebut seluruhnya menumpang di rumah keluarga mereka yang ada di Dusun Selempat, Desa Meninting, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya