Liputan6.com, Garut - Muncang atau biji kemiri tidak hanya digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan. Di Garut, biji kemiri yang memiliki tingkat kekerasan yang berbeda dijadikan bahan aduan yang terkenal dengan sebutan adu muncang. Namun, permainan tradisional itu justru dijadikan ajang judi.
Pada Selasa, 16 Januari 2018, polisi merazia judi adu muncang di Kecamatan Karangpawitan, Garut, Jawa Barat. Nahasnya, razia itu harus menelan satu korban jiwa.
Asep Saepudin (31), warga Kampung Padesan, Desa Karangpawitan, RT 02/RW 09, Kecamatan Karangpawitan, Garut, tewas setelah timah panas petugas kepolisian menerjang dada sebelah kanannya.
Advertisement
"Saya melihat sendiri dari kaca rumah saat korban jatuh," ujar Asep Bagja (14), salah satu saksi sekaligus keluarga korban, saat ditemui Liputan6.com, Rabu (17/1/2018).
Baca Juga
Menurut Asep, kejadian penembakan yang menimpa iparnya itu berlangsung sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, korban yang baru pulang dari Sindangpalay berhenti sejenak di depan rumahnya yang kebetulan tengah digelar adu muncang.
"Saya yakin korban tidak ikut ngadu (adu) muncang, sebab dia orang baik. Lagian tidak punya muncang, dia bilang mau lihat sebentar," kata Asep.
Ketika beberapa petugas polisi menyergap kerumunan, suasana judi adu muncang menjadi riuh. Peserta yang kebanyakan berasal dari luar kampung itu langsung lari tunggang-langgang berusaha menyelamatkan diri.
"Mereka yang ngadu muncang (biji kemiri) langsung pada kabur. Nah rencananya, Asep (korban) mau masuk rumah, sebab ini kan rumahnya," ujar dia, sambil menunjukkan rumah dia yang tepat berada di lokasi adu muncang.
Kondisi Korban
Asep Bagja mengaku saat proses penggerebekan berlangsung, terdengar tiga kali letusan senjata api dimuntahkan petugas sebagai tembakan peringatan agar peserta adu muncang tidak melarikan diri. Namun, bukannya diam, mereka tetap berhamburan melarikan diri.
"Mungkin saat itu polisi menduga Asep (korban) pelakunya dan menembaknya, padahal bukan. (Hanya) sebab rumahnya persis dekat lokasi adu muncang," kata dia.
Asep Bagja menyatakan, awalnya ia menduga tiga letusan senjata api yang dimuntahkan polisi merupakan mercon atau petasan. Namun saat keluar rumah, dia melihat ada korban yang jatuh. Ia baru sadar ternyata yang menjadi korban adalah saudaranya.
Melihat korban yang bersimbah darah di tanah, Asep Bagja sempat menanyakan kondisi adik ibunya itu ke pihak polisi. "Alasannya jatuh dan tertusuk bambu, tapi pas saya lihat kok dada sebelah kanannya sudah bersimbah darah," papar dia.
Saat pertama kali ditolong, Asep Bagja melihat korban sudah berlumuran darah di bagian dada sebelah kanan. Selain itu, kedua hidungnya berdarah, serta tampak luka lebam di bagian leher sebelah kanan.
"Saya tidak percaya jika itu tertusuk duri bambu, masa sampai lukanya seperti itu," kata dia.
Setelah korban tergeletak di tanah, sebanyak lima petugas polisi yang melakukan razia langsung membawa korban ke klinik Sebelas Duabelas yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian.
"Pas saya kejar dengan paman saya, ternyata korban hanya dibawa ke klinik dan dibiarkan begitu saja. Mereka kabur menumpangi truk," kata dia.
Akibat kondisi kritis yang dialami korban, pihak klinik merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Slamet Garut kota. "Awalnya saya bawa dulu ke Rumah Sakit Nurhayati, lalu saya bawa ke RSUD dr. Slamet," kata dia.
Saat sampai di rumah sakit, Asep Bagja melanjutkan, nyawa korban sudah tak tertolong. "Sejak saya lihat saat di depan rumah, memang sepertinya sudah meninggal dunia. Awalnya dia minta tolong, setelah itu baru meninggal," kata Asep Bagja yang mengaku sempat menahan badan korban saat berada di atas tanah.
Hingga kini, belum ada keterangan pihak kepolisian ihwal peristiwa berdarah tersebut.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement