Liputan6.com, Garut - Akibat pasokan yang berkurang, harga daging ayam di Kabupaten Garut, Jawa Barat, terus meroket hingga Rp 50 ribu per kilogram dalam satu pekan terakhir.
"Saya biasa menjual Rp 27 ribu per kilo, sekarang kami jual di angka Rp 45 ribu - Rp 47 ribu, bahkan ada yang Rp 50 ribu," ujar Itang (48), salah seorang pedagang daging ayam di Pasar Induk Ciawitali, Garut, Selasa (16/1/2018).
Menurut Itang, meroketnya harga daging ayam dalam sepekan terakhir di Kabupaten Garut itu disebabkan minimnya pasokan ayam hidup yang berasal dari kandang peternak.
Advertisement
"Banyak peternak gagal panen, ayamnya kecil dan mati ,sehingga pasokan berkurang," kata dia.
Buruknya kualitas ayam DOC (Day Old Chicken) serta pakan yang diberikan, kata dia, diduga menjadi penyebab buruknya panen ayam yang dihasilkan peternak. "Sekarang mau jualan dari mana, ayamnya saja sulit," ujarnya.
Akibat minimnya pasokan daging ayam yang masuk ke pasar, harga daging ayam terus meroket. Biasanya, harga ayam potong berada di kisaran Rp 27 ribu - Rp 28 ribu per kilogram. Saat ini, daging ayam dijual di antara Rp 40 ribu - Rp 45 ribu per kilogram.
Baca Juga
"Kalaupun tetap jualan untungnya sangat kecil, sebab harga beli mahal," kata dia.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pasar Induk Ciawitali Garut Yayat Supriyatna mengakui, akibat minimnya pasokan daging ayam yang masuk, sekitar seratus pedagang ayam di pasar induk Ciawitali, Garut memilih untuk tidak berjualan.
"Tapi, infonya besok sudah ada yang mau jualan," kata dia.
Menurutnya, seretnya pasokan ayam ke pedagang akibat banyaknya peternak ayam yang gagal panen. Banyak DOC dan pakan yang diberikan pihak perusahaan tidak sesuai dengan harapan peternak.
"Ini murni gagal panen bukan karena permainan spekulan," ujarnya.
Berdasarkan pantauan Liputan6.com di lapangan, beberapa pedagang ayam di pasar tradisional Garut lebih memilih meliburkan diri. Gerobak jualan daging ayam milik pedagang ayam di Pasar Induk Ciawitali, Pasar Kojengkang Suci, hingga Pasar Baru Garut kosong melompong.
Harga Beras Juga Melambung
Tidak hanya pedagang daging ayam, sejumlah pedagang beras di Pasar Induk Ciawitali, mulai mengeluhkan kerugian akibat turunnya daya beli masyarakat usai kenaikan beras yang terjadi dalam sepekan terakhir.
"Jarang yang beli satu karung, paling beberapa kilo," ujar Uum Sumiyati, salah seorang pedagang beras di Pasar Ciawitali, Kabupaten Garut.
Menurutnya, semua jenis beras yang biasa dijual terjadi kenaikan sebesar 15 persen dalam sepekan terakhir. Kenaikan itu, ujar dia, akibat kurangnya pasokan dari petani di berbagai daerah Jawa Barat.
"Ongkos kirim dari agen naik, jadi tidak bisa menjual dengan harga normal," ujarnya. Ia menyebutkan, beras kualitas eksklusif jenis Sarinah dari semula Rp 11 ribu menjadi Rp 12 ribu per kilogram, beras dari Banjar yang semula Rp 10 ribu menjadi Rp 11 ribu per kilogram, dan beras kualitas rendah dari Rp 9.500 menjadi Rp 11 ribu per kilogram.
"Kami para pedagang berharap harga turun, karena adanya kenaikan ini penjualan jadi berkurang," tuturnya.
Rani, salah seorang pembeli beras di Pasar Ciawitali mengatakan, akibat kenaikan harga yang cukup tinggi, ia mengaku hanya membeli beras dengan eceran. "Sekarang harga satu karung harganya mahal, makanya beli eceran dulu, sebab belum beli kebutuhan lainnya," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement