Liputan6.com, Bandung - Masjid Al Fath di dalam kompleks Setra Duta, Bandung, tak hanya menjadi rumah ibadah, tetapi juga menjadi simbol keberagaman dan kebersamaan. Kompleks Setra Duta saat ini dihuni masyarakat yang mayoritas nonmuslim. Dari 1.300 lebih penduduk, hanya sekitar 300 warga muslim yang tinggal di kompleks ini.
Meski demikian, bukan berarti iklim toleransi sulit diwujudkan. Sebuah masjid di lingkungan kompleks elite ini kini sudah berdiri di atas lahan 400 meter persegi. Masjid Al Fath yang beralamat di Jalan Vila Duta ini otomatis menjadi masjid pertama yang beridiri di kompleks Setra Duta. Sabtu (3/2/2018), masjid yang dibangun melalui swadaya masyarakat ini diresmikan.
Ada kisah menarik di balik peresmian rumah ibadah ini. Dengan acara sederhana dan hangat, peresmian masjid dihadiri warga muslim dan nonmuslim. Sejumlah karangan bunga dari kalangan nonmuslim juga tampak menghiasi di dekat pintu masuk masjid.
Advertisement
Mayjen (Purn) Zainuri Hasyim selaku ketua pembangunan masjid yang juga telah tinggal di kompleks ini selama hampir 20 tahun mengatakan, selama ini umat muslim di komplkes Setra Duta selalu salat di masjid luar kompleks.
"Jumlah penduduk di sini sekitar 1.300 orang, yang muslimnya sekitar 300 muslim. Kemudian kami mencoba merencanakan membangun masjid untuk ibadah warga muslim sekitar dua tahun lalu," kata Zainuri kepada Liputan6.com.
Keinginan warga ini lantas ditanggapi dengan baik oleh manajemen Setra Duta. Tanah seluas 500 meter dihibahkan khusus untuk umat muslim.
Baca Juga
"Kita diberi hibah tanah 500 meter, tapi tempatnya tidak di sini kemudian kita cari tempat yang lebih strategis sehingga ditukar di sini," terang dia.
Mantan Panglima Kodam III Siliwangi ini mengatakan, sejak Januari 2017, dilakukan pembangunan tahap awal. Semua biaya pembangunan masjid didapat secara swadaya warga di dalam maupun di luar Setra Duta.
"Ini semua hasil swadaya dan donatur dari luar kompleks. Termasuk warga nonmuslim ikut membantu karena mereka punya niat baik. Jadi yang memberikan donasi bukan hanya warga muslim saja," ujar dia.
Zainuri bercerita, saat Masjid Al Fath dalam tahap pembangunan, warga nonmuslim secara iklhas memberikan sumbangan. "Pada saat kita membangun masjid ini mereka bertanya boleh enggak menyumbang, oh boleh saja," kata Zainuri menirukan pertanyaan warga.
"Saya ingin orang tinggal di kompleks ini semuanya tinggal dengan nyaman, aman, warganya harominis dan tempatnya bersih," kata Zainuri yang juga menjabat sebagai Ketua Persaudaraan Setra Duta itu.
Kusnadi Surya Candra, pengembang Setra Duta mendukung keinginan warga yang tinggal di kompleks ini. "Kami menyesuaikan dengan kebutuhan, ada umat muslim membutuhkan tempat ibadah di sini, kita menghibahkan tanah seluas 300 meter," kata dia.
Â
Simbol Toleransi
Ketua Keluarga Muslim Setra Duta, Dany Amrul Ichdan membenarkan bahwa pemeluk Islam di kompleks Setra Duta ini lebih sedikit. Namun, menurut Dany, kehadiran masjid ini menjadi simbol pelaksanaan toleransi dan keberagaman.
"Kami ingin jadi percontohan masyarakat Jawa Barat di mana tidak harus menjadi mayoritas maka kita bisa mengembangkan syiar dan dakwah, tetapi dalam kondisi minoritas pun kita bisa mengembangkan syiar dan dakwah," ucapnya.
Dia berharap warga dapat terus menjadi contoh di dalam kehidupan bermasyarakat yang mengedepankan keberagaman dan kebersamaan dalam menegakkan iklim toleransi dan berdemokrasi.
"Sehingga kami ingin kompleks ini menjadi contoh miniatur bagi terwujudnya Bhineka Tunggal Ika dengan semangat kesatuan dan persatuan," ungkapnya.
Sebelum ada masjid, diakui Dany, keguyuban warga berjalan secara parsial seperti arisan. Namun, dengan adanya masjid ini salat lima waktu bagi muslim wajib dilaksanakan.
"Setiap minggu kita bikin kegiatan jalan pagi yang diikuti semua lapisan masyarakat dan berakhir di masjid ini, kita sarapan pagi bareng. Yang tadinya kompleks elite ini tidak saling kenal sekarang jadi saling mengenal," ujar dia.
Di tempat yang sama, Sekretaris Daerah Pemkab Bandung Barat, Maman S Sunjaya mengapresiasi pembangunan masjid. Mengingat Setra Duta adalah salah satu dari sekian kompleks mewah di wilayah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandung ini.
"Pemda selalu mengingatkan ke seluruh warga bahwa toleransi beragama bukan ajaran baru, inilah karunia bagi Indonesia. Kita punya banyak perbedaan tapi tetap satu Indonesia," kata Maman.
Advertisement
Tiru Model Turki dan Rusia
Arsitektur masjid Al Fath meniru model masjid di Turki dan Rusia. Sedangkan kubah ditiadakan agar suatu saat bisa ditambah fungsinya. Hal menarik lainnya dari masjid ini adalah bagian muka yang tampak panjang. Sehingga, dari kejauhan terkesan cukup lebar.
"Keinginan masyarakat di sini ingin bangunan masjid unik. Dari semua gambar yang kami sodorkan ternyata yang pakai kubah sudah banyak pakai. Lalu kalau tidak pakai kubah untuk menambah satu lantai lagi masih bisa lalu kita putuskan tanpa kubah," kata aristek masjid, Fathul Adrianto.
Selain tempat ibadah, disediakan juga ruangan untuk melaksanakan pendidikan Alquran, tempat memandikan jenazah, basement dan serambi. Dari luas tanah 427 meter persegi, 300 meternya adalah bangunan.
"Untuk model penekanannya lebih ke Turki dan Rusia. Dari segi material pun saya lebih menakankan pada kemampuan anggaran yang ada namun mutunya cukup baik. Pemeliharaan bangunan juga kita berikan yang low maintenance," jelas dia.
Sementara itu, Ketua DKM Al Fath Zulkifli Hakim menerangkan, selain menggelar ibadah salat berjemaah, masjid yang menghabiskan biaya Rp 8 miliar ini juga ikut aktif dalan kegiatan sosial.
"Sudah tiga kali dalam setahun ini masjid jadi tempat menyalatkan jenazah. Sejak lantai 1 selesai kita juga sudah menggelar tarawih. Bahkan aetiap Jumat ibu-ibu menyediakan makanan bagi yang salat Jumat," ujarnya.
Adapun daya tampung masjid hingga 425 jemaah. Untuk pemilihan ustaz dan kiai dipilih yang netral. "Kita menginduk ke Istiqlal. Misal, alat subuh mau pakai kunut atau tidak silakan," jelasnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini: