Petunjuk Bencana Dahsyat Masa Lalu pada Candi Buddha di Pedalaman Sumatera Barat

Akibat bencana dahsyat yang menimpa Komplek Candi Buddha yang disebut Candi Pulau Sawah di Dharmasraya, Sumatera Barat itu, aliran Sungai Batanghari sampai pindah.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Agu 2018, 01:02 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2018, 01:02 WIB
Candi Borobudur
Arca Buddha di Candi Borobudur, kawasan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Dharmasraya - 'Sakali Aia Gadang, Sakali Tapian Barubah', secara harfiah setidaknya pepatah Minang inilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi kawasan Candi Pulau Sawah yang terletak di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.

Pepatah yang berarti sekali datang air besar atau banjir bandang, maka seketika itu pula lah tepian atau pinggiran sungai akan berubah, sehingga akan mengubah atau memengaruhi keberadaan kehidupan di sekitar aliran sungai tersebut.

Dharmasraya, daerah yang terletak di bagian hulu Sungai Batang Hari ini ternyata telah menjadi lokasi penting bagi kepercayaan umat Buddha berabad-abad yang lalu.

Temuan beberapa candi yang tersebar di kawasan tersebut mengindikasikan pada zaman dahulu pernah terjadi fenomena alam berupa banjir bandang yang mengakibatkan rusaknya struktur bangunan candi sehingga ditinggalkan oleh para penganutnya.

Beberapa temuan yang ada di lokasi itu mengindikasikan bahwa kawasan tersebut pernah aktif semenjak abad VIII Masehi. Jauh beratus tahun sebelum keberadaan Arca Amoghapasa dengan Arca Bairawa yang saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta.

"Pada zaman dahulu para pengikut ajaran Budha mempercayai bahwa lokasi tersebut aman dari ancaman bencana alam, akan tetapi hal tersebut di luar perkiraan," kata ketua tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, (Puslit Arkenas), Eka Asih Putrina Taim, dilansir Antara.

Kompleks Percandian Pulau Sawah dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan sungai. Melalui jalur sungai perjalanan dapat dimulai dari pusat Kerajaan Siguntur dengan menggunakan tempek atau perahu bermesin untuk menyeberang.

Tidak sampai lima menit perjalanan, bangunan pertama yang akan ditemukan adalah Candi Pulau Sawah I yang sebelumnya sudah selesai dipugar oleh pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar.

Dari titik tersebut, sekitar dua menit perjalanan ke arah barat, maka sampailah pada komplek bangunan diduga Candi Pulau Sawah VII yang saat ini dinamai munggu atau tanah berupa gundukan.

Di sekitar Munggu VII, terdapat beberapa munggu lain, seperti Munggu VI dan Munggu V yang masih belum diekskavasi. Jika perjalanan dilanjutkan ke arah barat laut dari Munggu VII, di sana terdapat munggu lain yang sedang diekskavasi, yaitu Munggu XI.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

 

 

 

 

Banjir Besar

20160126-Candi Plaosan-Jateng-Boy Harjanto
Seorang warga bersepeda sore di sekitar Candi Plaosan, Klaten, Jateng, Selasa (26/1/2016). Konon Candi Plaosan adalah perwujudan cinta dari Raja Rakai Pikatan (Hindu) untuk istrinya Pramodhawardani (Buddha) (Foto: Boy Harjanto)

Candi Pulau Sawah diduga sebagai kompleks percandian yang tua dari pada Candi Padang Roco yang berada tidak jauh dari posisi tersebut. Menurut Eka, Candi Padang Roco berada pada posisi ketinggian serta di lokasi tersebut ditemukan Arca Bairawa atau Arca Adityawarman beberapa abad setelah Candi Pulau Sawah didirikan.

Akibat banjir bandang yang melanda kawasan Candi Pulau Sawah, penganut Budha di daerah tersebut mulai mencari lokasi lain untuk mendirikan candi, yang kemudian dibangunlah Candi Padang Roco.

Selain kerusakan pada bagian Candi Pulau Sawah yang sedang diekskavasi, bukti lain yang memperkuat dugaan bahwa pada zaman dahulu pernah terjadi banjir bandang adalah dengan ditemukannya bekas aliran Sungai Batanghari kuno yang berada di sisi utara Komplek Percandian Pulau Sawah.

Pemetaan yang dilakukan oleh pakar Geografi dan Lingkungan terkait Arkeologi dari Universitas Indonesia, Dr Taqiudin mengatakan fenomena alam berupa banjir besar pada masa dahulunya telah meluluhlantakkan keberadaan Candi Pulau Sawah. Kemudian, sungai tersebut beralih pada posisi yang ada saat ini.

Keberadaan munggu yang ada saat ini merupakan salah satu dampak banjir yang telah menimbun hampir keseluruhan struktur bangunan candi, ketika saat ini munggu-munggu tersebut dibuka, maka ditemukan struktur bangunan candi yang telah rusak akibat banjir tersebut.

Hingga saat ini, 13 munggu sudah ditemukan di Kompleks Percandian Pulau Sawah, beberapa di antaranya sudah digali. Diduga, masih terdapat beberapa munggu lain yang belum ditemukan.

Temuan dari Abad VIII

Peta Padang Sumatera Barat
Pengendara motor melihat peta evakuasi Tsunami di Jalan Samudera, Padang, Sumbar. (Antara)

Hal menarik lain yang ditemukan dalam penelitian yang dilaksanakan pada 13-24 Agustus 2018 ialah ditemukannya bukti bahwa Candi Pulau Sawah sudah ada semenjak abad VIII Masehi.

Tinggalan yang membuktikan bahwa kompleks candi tersebut sudah ada sejak abad itu adalah dengan ditemukannya mantra Buddha pada pripih atau periuk tanah.

"Pada ekskavasi ini ditemukan mantra Buddha pada pecahan pripih di sekitar Munggu VII Kompleks Candi Pulau Sawah yang telah dipergunakan pada abad VIII Masehi," kata Eka.

Menurutnya, pripih tersebut ditemukan di dalam tanah sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaannya dalam posisi tersebut sama dengan keberadaan candi ketika terjadi banjir.

Apabila pripih tersebut ditemukan dipermukaan munggu atau candi, bisa jadi pripih tersebut dipindahkan beberapa abad setelah terjadinya banjir. Mengingat posisinya berada di dalam tanah, kuat dugaan keberadaan candi dan pripih tersebut sezaman.

Selain itu, mantra-mantra yang terdapat pada pecahan pripih tersebut merupakan mantra Buddha yang dipergunakan pada pada kisaran abad ke VIII.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya