Liputan6.com, Pekanbaru - Sebagai bayi, ketiga anak beruang ini berperangai menggemaskan. Sesekali menjilat jari dan mengisapnya karena dikira sumber susu. Rengekan keluar ketika air susu tak didapati hingga akhirnya berontak berusaha lepas dari tangan.
Begitu botol dot disodorkan, dengan sigap ketiga satwa berbulu hitam itu menghabiskan susu yang mengisi botol itu. Bayi beruang ini kembali riang dan seolah memberi kode untuk ditimang lagi. Mungkin mereka butuh kehangatan karena sejak kecil "terpaksa" berpisah dari induknya.
Ketiga bayi beruang ini merupakan penghuni baru di kandang transit milik Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau di Jalan HR Soebrantas, Kota Pekanbaru. Meski ukurannya hampir sama, ketiganya ternyata beda usia.
Advertisement
Baca Juga
"Ini Marsha, yang ini Madu, dan ini Cemong. Kalau Marsha usianya lima bulan, Madu tiga bulan, Cemong baru dua bulan," kata drh Rini Deswita yang kini jadi ibu asuh bagi satwa berkuku panjang itu, Selasa petang, 9 Oktober 2018.
Rini menjelaskan, Marsha merupakan bayi beruang berjenis kelamin betina, sama dengan Cemong. Hanya Madu dari ketiga "bersaudara" beda indukan ini berjenis kelamin jantan. Mereka dirawat di kandangnya masing-masing.
Marsha berasal dari Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu. Diserahkan oleh masyarakat pada Agustus 2018 yang mengambilnya dari hutan. Orang yang menyerahkan mengaku tidak tahu alasan induk Marsha meninggalkannya.
"Ketika diserahkan kondisinya cukup stabil, tapi saat itu belum mau minum susu secara rutin. Lama kelamaan makin banyak minum susunya dan cepat," terang Rini.
Marsha tergolong manja dari dua beruang madu lainnya. Marsha selalu ingin digendong dan ditimang ketika melihat orang mendatanginya. Terkadang sebagai bayi satwa buas, dia juga ada takutnya sesekali melihat manusia.
Untuk Madu, Rini menyebut diserahkan salah seorang karyawan perusahaan yang bergerak di sektor hutan tanaman industri di Perawang, Kabupaten Siak, sedangkan Cemong oleh perusahaan yang sama tapi beroperasi di Pangkalan Kuras. Madu diserahkan pada 12 September, sedangkan Cemong pada 8 Oktober 2018.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Habitat Rusak
Rini menceritakan, Madu dan Cemong harus terpisah dari keluarga aslinya karena sang induk lari saat mesin penebang kayu perusahaan itu memanen hutan tanaman industri.
"Karyawan di sana sempat menunggu beberapa saat, berharap induknya datang lagi. Karena tidak datang induknya dan takut dimangsa satwa lainnya, karyawan mengambilnya," sebut Rini.
Ketika diserahkan, kondisi Madu agak lemah. Beberapa hari selama penyembuhan diberi vitamin hingga akhirnya mau minum susu. Sejak itu, Madu terkenal paling lahap minum susu dibanding dua anak beruang lainnya.
"Sementara Cemong hingga kini belum terbiasa minum susu yang kami berikan. Susu buatan manusia," kata Rini.
Menurut Rini, perusahaan yang areal operasinya terdapat beruang madu seharusnya survei dahulu sebelum panen. Jika ada beruang, perusahaan seharusnya pindah ke blok lain.
"Apalagi beruang ini dilindungi, kondisinya terancam punah karena habitatnya yang dirusak," sebut Rini.
Rini menyebut ketiga beruang ini akan dilepasliarkan kalau usianya sudah dua tahun. Pada usia itu, beruang sudah mandiri karena bisa cari makan sendiri.
"Kalau bayi begini, belum bisa. Menyusunya saja sampai 18 bulan," sebut Rini.
Rini menyatakan, beruang madu merupakan satwa terancam punah, meskipun populasinya di Riau masih cukup banyak. Meski habitat aslinya tergusur oleh hutan tanaman industri, beruang masih menjadikan hutan buatan manusia itu sebagai tempat tinggal.
"Karena beruang akan tinggal di lokasi yang bisa menaunginya," kata Rini.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement