Jejak-Jejak Bunga Keabadian Edelweis di Gunung Bromo

Meski terkenal sebagai bunga yang abadi, tetapi keberadaan bunga Edelweis kini mulai terancam karena tangan usil manusia.

oleh Zainul Arifin diperbarui 02 Nov 2018, 05:01 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2018, 05:01 WIB
Alun-alun Surya Kencana
Bunga edelweis yang bermekaran di alun-alun Surya Kencana Gunung Gede - Pangrango. Foto: Muhammad Nuramdani.

Liputan6.com, Bromo - Keindahan Gunung Bromo merupakan sebuah harmoni. Keindahan itu merupakan bentuk harmonisasi flora, fauna, dan kearifan lokal suku Tengger yang bersama menempati kawasan di sekitar Gunung Bromo. Termasuk, bunga Edelweis.

Edelweis yang sering disebut sebagai bunga keabadian ini menjadi salah satu flora yang ikut berharmoni dengan kehidupan di kawasan Bromo. 

Sebuah taman didirikan di BSM Penanjakan, Bromo, Jawa Timur untuk melestarikan bunga Edelweis, si bunga abadi yang kian terancam keberadaannya. Taman Edukasi Edelweis namanya.

Taman Edukasi Edelweis di BSM Penanjakan, Bromo itu diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Edelweis yang bernama latin Anaphalis javanica itu disebut sebagai bunga abadi perlambang cinta. Tanaman itu tumbuh merata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang luasnya 50.276 hektare (ha).

Mayoritas tanaman edelweis tumbuh di lokasi kemping menuju puncak Gunung Semeru (Mahameru), yakni Ranu Kumbolo, Kalimati, dan Arcopodo.

Namun, tanaman ini terancam oleh ulah manusia dan menyebabkan luasan tanaman Edelweis di kawasan taman nasional berkurang sekitar 60 persen. Hal ini disebabkan oleh penggunaan lahan warga untuk budidaya sayuran, aksi pendaki gunung yang memetik edelweis, hingga dipetik untuk diperdagangkan.

Untuk pemulihan ekosistem, sudah 1.000 ha lahan di taman nasional kembali ditanami bunga Edelweis dan akan terus diperluas. Sepanjang Januari-Maret 2016 ini telah ditanam lagi di 100 ha lahan yang tersebar di beberapa titik.

Upaya Suku Tengger Mengabadikan Bunga Edelweis

Upaya Melestarikan Edelweis di Gunung Bromo
Petani Edelweis melihat kondisi bunga yang dibudidayakan untuk pembibitan bunga Edelweis di lahan kas Desa Wonokitri. (TIMES Indonesia/Adhitya Hendra)

 

Bagi masyarakat suku Tengger, Edelweis adalah salah satu media penting ketika mereka melakukan ritual-ritual adat khas Tengger di sana. Informasi yang dihimpun Times Indonesia, awalnya, masyarakat Tengger tidak pernah khawatir Edelweis yang banyak tumbuh di kawasan Gunung Bromo itu habis.

Namun, seiring dengan perkembangan wisata dan ekonomi, Edelweis bukan hanya sekadar media ritual bagi masyarakat Tengger. Sebagian dari mereka kini menganggap Edelweis punya arti ekonomi juga.

Wisatawan atau pecinta alam yang selalu menyempatkan memetik bunga Edelweis liar yang tumbuh di sana menyebabkan jumlah populasi bunga ini menurun cukup pesat beberapa tahun terakhir.

Apalagi ada sekelompok orang yang memang berburu Edelweis untuk dijual di kota. Harga seikat Edelweis memang cukup menjanjikan untuk menambah pendapatan.

Kesadaran untuk melestarikan bunga ini ternyata mulai tumbuh di masyarakat Tengger Gunung Bromo. Sebuah kelompok tani bernama Kelompok Tani Bunga Edelweis Desa Wonokitri yang berjumlah kurang lebih 30 orang mencoba untuk membudidayakan bunga Edelweis tersebut.

Mereka bersama-sama melakukan pembibitan serta penanaman bunga Edelweis meski diawali dari rumah masing-masing dengan modal dana swadaya.

Awal Mula Pembudidayaan

Upaya Melestarikan Edelweis di Gunung Bromo
Wisatawan berjalan disamping bunga Edelweis yang ditanam dekat pos TNBTS yang berhasil dibudidayakan oleh kelompok tani Bunga Edelweis di Desa Wonokitri. (TIMES Indonesia/Adhitya Hendra)

Awalnya, mereka melihat sebuah fenomena unik usai Gunung Bromo mengalami kebakaran beberapa saat lalu. Ada Edelweis yang tumbuh di sekitar Edelweis yang mati akibat kebakaran.

Wartono, salah satu anggota kelompok tani itu, mengatakan dengan melihat fenomena itu, dia yakin Edelweis bisa dibudidayakan, atau dibibitkan.

Akhirnya mereka mengomunikasikan hal itu ke pihak Balai Besar TNBTS. Apa benar bunga Edelweis bisa dibudidayakan?

"Kami akhirnya mendapat jawaban bahwa bunga Edelweis dapat ditanam melalui biji yang ada pada bunga Edelwis yang sudah mengering," kata Wartono.

Selanjutnya, kata Wartono, dia dan beberapa temannya secara swadaya mencoba melakukan pembibitan dan akhirnya berhasil.

"Keberhasil tersebut mendapat apresiasi oleh pihak Balai Besar TNBTS secara langsung, dengan membentuk dan mengesahkan kelompok tani bunga Edelweis desa Wonokitri, Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan," ujarnya.

Wartono berharap upaya yang dia lakukan dengan sejumlah temannya di kelompok tani Edelweis ini akan menyadarkan masyarakat Tengger bahwa pelestarian Edelweis merupakan sesuatu yang penting.

Edelweis adalah salah satu identitas yang melekat dalam budaya Tengger. Dengan hilangnya Edelweis maka ada identitas yang hilang juga dari masyarakat Tengger.

Di samping itu, mengingat tumbuh kembang Edelweis cukup lama dan punya nilai ekonomi tinggi, maka budidaya Edelweis adalah jawabannya. Budidaya 'Bunga Keabadian' ini akan mampu melestarikan Edelweis di Gunung Bromo sekaligus bisa menjadi potensi pendapatan masyarakat suku Tengger.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya