Misteri Watu Kelir, Batu Purba yang Mengalunkan Gamelan dan Tangisan

Konon kerap terdengar alunan gamelan dan tangisan dari Watu Kelir, Batu Purba di Karangsambung, Kebumen

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Nov 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2018, 05:00 WIB
Situs Watu Kelir di Cagar Alam Geologi Karangsambung, Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Situs Watu Kelir di Cagar Alam Geologi Karangsambung, Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Kebumen - Sekitar pukul 08.00 WIB, kami bergegas berangkat ke Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Malam sebelumnya kami menginap di asrama kompleks Museum Geologi, Balai Informasi Konservasi Kebumian (BIKK) LIPI, Karangsambung, tempat tersimpannya batu purba yang barangkali paling tua di muka bumi.

Layaknya, mahasiswa Geologi, malam itu kami diajak berpetualang oleh Kepala UPT BIKK LIPI Karangsambung, Edi Hidayat. Ia memperlihatkan foto, video, sembari menjelaskan kawasan Cagar Geologi yang diklaim terlengkap di dunia ini.

Memberi kuliah di depan mahasiswa dengan rombongan wartawan tentu berbeda. Pertanyaan yang terlontar, lebih banyak bukan ke arah teknis, melainkan kisah, sejarah, dan cerita-cerita yang tak dibahas di ilmu kebumian.

Ada kisah menggoda soal salah satu situs batu purba berusia 80 juta tahun. Namanya, Watu Kelir. Letaknya di Desa Seboro, Kecamatan Sadang, atau sekitar delapan kilometer arah utara tempat kami bermalam.

Konon ceritanya, di zaman baheula, kerap mengalun suara gamelan dari tempat ini. Masyarakat setempat menamai situs batu purba ini Watu Kelir lantaran di tempat itu memang ada batuan tegak mendatar sepanjang puluhan meter.

Bentuknya semacam kelir dalam pertunjukan wayang. Uniknya, berimpitan dengan Watu Kelir, ada batu-batu bulat yang mirip kenong atau perangkat gamelan.

Kelir, juga berarti pembatas atau tirai. Dalam cerita orang-orang kuno, Watu Kelir adalah batas duni fana dengan alam gaib.

Cukup mudah menemukan situs ini. Di jalan, ada sejumlah papan petunjuk. Hanya saja, saat mendekat ke situs, kami justru bingung.

Bukan karena tidak ada jalan. Sebaliknya, untuk mengarah ke Watu Kelir yang berada di Kali Muncar ada beberapa medan yang bisa ditempuh.

Satu jalan dapat ditempuh dengan meniti pematang sawah untuk sampai ke Kali Muncar. Risikonya, terperosok masuk ke sawah lantaran licin. Satunya lagi, tak melewati pematang sawah, tetapi lebih jauh.

Saat itu lah, kami bertemu dengan seorang warga Seboro. Namanya, Kasnan. Usianya kisaran 50-an tahun. Dia lah yang menunjukkan jalan paling mudah dan aman ke situs batu purba ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Aroma Mistis

Situs Watu Kelir di Cagar Alam Geologi Karangsambung, Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Situs Watu Kelir di Cagar Alam Geologi Karangsambung, Kebumen. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

"Dulu. Ada Klotekan-klotekan (suara semacam pukulan perkusi)," ucap Kusnan, saat ditanya legenda Watu Kelir yang konon kerap mengalunkan gamelan, akhir Januari 2018 lalu.

Rupanya, tak hanya Klotekan. Menurut Kasnan, orang zaman dulu juga kerap mendengar kentongan dan bahkan suara tangis manusia dari arah Watu Kelir. Watu Kelir dari permukiman penduduk masa itu berjarak sekitar 500 meter.

Aroma mistis pun langsung terasa. Tetapi, saat ditanya soal ada kisah apa di balik gamelan dan tangisan itu, Kasnan memilih bungkam.

"Yang masih mendengar (tahu) sudah meninggal. Itu zaman dulu. Kalau sekarang sudah tidak lagi," ucap Kasnan berkilah.

Bungkamnya Kasnan tak mengherankan. Hari sebelumnya, kami juga sempat mewawancarai seorang warga yang rumahnya hanya selemparan kerikil dari situs batu purba lainnya, Watu Tumpang.

Sama dengan Kasnan, warga itu juga diam seribu bahasa. Ibaratnya, ditanya arah utara, ia menjawab ke selatan atau barat.

Dari mimik mukanya, si warga ini tak ingin membahas. Hanya saja, barangkali ia sungkan jika langsung menolak menjawab pertanyaan.

Kami pun maklum. Barangkali itu lah cara masyarakat lokal menjaga kepercayaan atau adat istiadatnya. Layaknya masyarakat Jawa lainnya, mungkin, di tempat itu, hanya orang-orang tertentu yang berhak menceritakan kisah itu.

Tak ingin berpanjang lebar dengan Kasnan, kami menyudahi perbincangan dan langsung mengarah ke jalan yang ditunjukkan. Jalannya kecil, tetapi relatif mudah dilalui, meski licin usai diguyur hujan nyaris semalaman.

Situs Watu Kelir terletak di Kali Muncar atau Sungai Muncar. Letaknya agak menurun dari tempat kami menitipkan kendaraan.

Kotak Hitam Terciptanya Bumi

Penampakan batu Purba Sekis Mika di Cagar Alam Geologi, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah diduga berusia antara 117-120 juta tahun. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Penampakan batu Purba Sekis Mika di Cagar Alam Geologi, Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah diduga berusia antara 117-120 juta tahun. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ternyata, suasana di situs batu purba ini ramai. Ada rombongan mahasiswa geologi dari Yogyakarta yang kuliah lapangan. Jumlahnya, puluhan. Kesan seram yang tadinya muncul sontak hilang.

Edi Hidayat menjelaskan situs Watu Kelir terdiri dari batu rijang berwarna merah memanjang 100 meter dan lava basal berbentuk bantal di sebelahnya.

Batuan sedimen ini terbentuk di dasar samudera purba 80 juta tahun lampau. Batu ini memberi fakta kuat bahwa dahulu Karangsambung adalah dasar samudera yang terangkat oleh proses geologi.

Batuan sedimen berwarna merah memanjang sekitar 100 meter pada dinding Kali Muncar itu ibarat layar pertunjukan wayang kulit atau kelir dalam bahasa Jawa.

Warga setempat menamai situs ini Watu Kelir. Terlebih, di bagian atasnya terdapat batuan beku yang bentuknya mirip kenong dan gong (alat musik Jawa).

"Lava keluar di dalam air langsung membeku, akhirnya bentuknya pun bulat-bulat begitu," Edi menjelaskan.

Edi menduga, legenda Watu Kelir yang oleh masyarakat setempat diyakini kerap mengalunkan suara gamelan ini tumbuh lantaran bentuk batuan yang unik ini. Jika dilihat dari seberang sungai, Situs Watu Kelir mirip dengan layar berkembang yang sebelahnya ada seperangkat gamelan.

"Bagi kami tidak masalah ada mitos-mitos seperti itu. Mungkin itu kearifan lokal masyarakat zaman dulu agar situs ini tidak dirusak," ucapnya.

Edi menambahkan, di Cagar Alam Geologi Karangsambung seluas 22 ribu hektare itu, berbagai jenis batuan mulai dari yang berumur 60 juta tahun hingga 120 juta tahun bisa ditemui. Kawasan cagar alam geologi yang terbentang di Kabupaten Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo itu layaknya kotak hitam (Black box) bagi segala proses kebumian.

Karenanya, ia meminta agar seluruh pihak menjaga cagar geologi ini. Sekarang dan masa depan, cagar geologi ini akan menjadi kamus abadi bagi perkembangan ilmu pengetahuan manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya