Inilah Sisa Pabrik Gula Kedoeng Banteng Sragen

Bangunan pabrik gula ini sudah musnah. Sekarang lahan bekas pabrik gula ini sudah dijadikan permukiman penduduk.

diperbarui 31 Mar 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2019, 19:00 WIB
pabrik gula
Kantor Kecamatan Gondang, Sragen. (Foto: Liputan6.com / solopos.com / Istimewa - Camat Gondang Catur Sarjanto)

Sragen - Bicara tentang pabrik gula di Sragen, Pabrik Gula (PG) Mojo yang sampai saat ini masih beroperasi tentu lebih dikenal. Namun, pada masanya dulu di Sragen pernah ada dua pabrik gula di era pemerintahan kolonial Belanda.

Solopos.com menuliskan bahwa selain PG Mojo, Sragen pernah memiliki PG Kedoeng Banteng di Kecamatan Gondang. Lokasi ini berjarak sekitar 13 km dari Kota Sragen. Sayangnya hampir sebagian besar bangunan fisik dari PG ini sudah musnah.

Jejak-jejak masa kejayaan PG Kedoeng Banteng yang masih terlihat hingga sekarang di antaranya bekas rumah dinas administratur atau pimpinan PG Kedoeng Banteng. Bangunan itu hingga saat ini masih terawat dengan baik.

Bangunan kuno yang diperkirakan sudah berdiri sejak 1831 itu kini difungsikan sebagai Kantor Kecamatan Gondang. Selain bekas rumah dinas administratur, masih ditemukan pula sejumlah rumah dinas sinder alias mandor tebu.

“Bekas pabrik gulanya justru sudah tidak ada lagi. Bangunan pabrik gula ini sudah musnah. Sekarang lahan bekas pabrik gula ini sudah dijadikan permukiman penduduk,” terang Camat Gondang, Catur Sarjanto, saat berbincang dengan Solopos.com belum lama ini.

Catur menjelaskan tidak banyak literasi yang bercerita tentang PG Kedoeng Banteng. Menurut cerita dari berbagai sumber, keberlangsungan PG Kedoeng Banteng mengalami pasang surut dikarenakan terjadi konflik internal.

Menurut literasi yang dia baca, ada perseturuan antara pemilik pabrik dengan pelaksana proyek yang sama-sama orang Belanda. Pemilik pabrik menginginkan pabrik itu dibangun di selatan rel, tapi pelaksana proyek memindahkannya ke utara rel yang berdekatan dengan sumber air di sungai.

"Pabrik ini hanya beroperasi selama 1-2 tahun sejak dibangun. Setelah itu tidak beroperasi lagi. Oleh sebab itu, pabrik ini memiliki sebutan lain di kalangan masyarakat sekitar yakni PG Sido Wurung yang berarti jadi belum atau belum jadi,” jelas Catur.

Menurut literasi lain, lanjut Catur, pabrik kembali beroperasi pada 1929, namun saat pabrik ini mulai merangkak ke puncak kejayaan, terjadi krisis malaise yang membuat harga gula jatuh karena pasokan gula melimpah.

Untuk mengurangi produksi gula, pemerintah kolonial Belanda mengambil kebijakan menutup sejumlah pabrik gula, salah satunya Kedoeng Banteng. Menurut majalah De Indische Courant, pabrik gula ini ditutup pada 1932.

“Jadi kalau menurut majalah De Indische Courant ini, PG Kedoeng Banteng ditutup setelah berusia 100 tahun,” papar Catur.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, sudah menerbitkan surat keputusan (SK) penetapan status benda cagar budaya (BCB) bagi 40 bangunan dan artefak yang ditemukan di wilayah Sragen. Beberapa bangunan yang ditetapkan sebagai BCB itu adalah bangunan eks rumah dinas administratur PG Kedoeng Banteng dan rumah dinas eks sinder atau mandor tebu.

"Karena sudah ditetapkan sebagai BCB, renovasi bangunan pabrik gula ini tidak boleh mengubah struktur bangunan inti,” terang Ketua Tim Ahli dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, Anjarwati Sri Sayekti, yang mengkaji bangunan eks PG Kedoeng Banteng.

Ikuti berita menarik lainnya dari solopos.com

Simak Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya