Nasib 3 Dokter Spesialis yang Terjerat Korupsi Alat Kesehatan di Pekanbaru

Tiga dokter spesialis ini terjerat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di SUD Arifin Achmad Pekanbaru.

oleh M Syukur diperbarui 03 Mei 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 11:00 WIB
Tiga dokter spesialis terjerat korupsi pengadaan alat kesehatan mengenakan baju tahanan sebelum ditahan kejaksaan.
Tiga dokter spesialis terjerat korupsi pengadaan alat kesehatan mengenakan baju tahanan sebelum ditahan kejaksaan. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru- Tiga dokter terjerat korupsi alat kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad divonis ringan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. Ketiganya, masing-masing dr Wally Zulfikar SpB(K)KL, drg Masrial SpBM, dan dr Kuswan Ambar Pamungkas SpBP-RE, divonis kurang dari dua tahun penjara.

Vonis ringan tetap saja membuat dokter korupsi ini tidak puas dan menolak putusan sidang. Melalui kuasa hukumnya, Firdaus Aziz SH, ketiga dokter langsung mengajukan banding.

Firdaus menyebut ada beberapa kejanggalan dalam vonis hakim karena pengadilan tidak menyajikan unsur termasuk kerugian negara. Dalam hal ini, Firdaus mengklaim RSUD Arifin Achmad tidak rugi, tapi justru menyisakan hutang terhadap kliennya.

"Kalau dilihat kerugian negaranya jauh banget. Uang (klien) kita yang belum dibayar saja masih ada, dr Welli itu Rp 217 juta, Masrial Rp 14 juta, dan Kuswan ada Rp 11 juta," ujarnya.

Firdaus juga menyoroti perbedaan pendapat atau dissenting opinion salah satu hakim ketika membacakan putusan terhadap dr Kuswan Ambar. Satu hakim menyatakan kliennya tidak melanggar dakwaan, tapi dua hakim menyatakan sebaliknya.

"Seharusnya kalau ada satu pendapat yang berbeda, yang lainnya juga begitu. Karena poinnya kan sama itu, usai ini langsung disiapkan memori bandingnya," urainya.

Tak hanya tiga dokter, kasus ini juga menjerat Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR), Yuni Efrianti. Dia divonis 1 tahun 2 bulan penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 50 juta dengan hukuman pengganti 3 bulan kurungan.

Mejelis hakim juga membebankan Yuni membayar uang pengganti kerugian negara Rp 66.709.841. Uang tersebut sudah dikembalikan dan diperhitungkan sebagai uang pengganti.

Terkait vonis ini, Yuni mengajukan untuk pikir-pikir. Hal serupa juga dilakukan JPU untuk banding yang diajukan tiga dokter ini.

Divonis Bergantian

Salah satu terdakwa kasus korupsi pegadaan alat kesehatan digiring jaksa memasuki mobil tahanan.
Salah satu terdakwa kasus korupsi pegadaan alat kesehatan digiring jaksa memasuki mobil tahanan. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Saut Maruli Tua menyebut para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.

Dr Welli Zulfikar divonis hukuman 1 tahun 8 bulan penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Welli juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 132 juta dengan hukuman pengganti enam bulan penjara.

Setelah dr Welli, drg Masrial divonis hukuman 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp 50 juta dengan hukuman penggnati tiga bulan kurungan. Masrial juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 120 juta dengan hukuman pengganti 6 bulan kurungan jika tak dibayar.

Berikutnya, Kuswan Ambar divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dengan hukuman penggnati 3 bulan kurungan. Hakim tidak menetapkan yang pengganti kerugian negara kepada Kuswan.

Putusan yang diterima para terdakwa ini jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Kuswan Ambar Pamungkas, 1 tahun dan 8 bulan, Masrial dituntut dua tahun penjara, sedangkan terdakwa Weli Zulfikar dituntut dua setengah tahun penjara.

Pengadaan alkes di RSUD itu menelan biaya Rp 5 miliar yang dianggarkan pada tahun 2012 dan 2013. Pihak rumah sakit lalu menjalin kerjasama dengan CV PMR untuk membeli sejumlah alkes yang diperlukan.

Dalam penyidikan, Polresta Pekanbaru menemukan ada Rp1,5 miliar yang tidak dibeli CV PMR. Tiga dokter itu tetap menggunakan nama CV itu tapi membelinya ke PT Orion Tama, PT Pro-Health, dan PT Atra Widya Agung.

Hanya saja, nama CV PMR tetap digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau dinyatakan ada kerugian Rp 420.205.222.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya