Mitologi 7 Mata Air Keramat dalam Grebeg Onje Purbalingga

Lereng hutan yang asri membuat Desa Onje, Purbalingga memiliki banyak mata air. Akan tetapi, hanya tujuh mata air keramat ini yang diambil airnya untuk ritual Grebeg Onje.

oleh Muhamad RidloGaloeh Widura diperbarui 03 Mei 2019, 23:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2019, 23:00 WIB
Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purbalingga - Salah satu daya tarik Grebeg Onje adalah ritual pengambilan air dari tujuh belik alias mata air keramat di Desa Onje Kecamatan Mrebet Purbalingga.

Tak sekedar ritual, tujuh mata air keramat ini seperti napak tilas peradaban Onje. Masing-masing mata air ini menyimpan kisah dan mitologi.

Pengambilan air itu masing-masing dilakukan sepasang lelaki dan perempuan. Tujuh pasang lelaki dan perempuan mengambil air di tujuh tuk ini.

Pasangan yang bertugas mengambil air suci ini juga didampingi oleh rombongan. Doa dan selawat, mengantar ketujuh pasang lelaki dan perempuan ini dalam prosesi pengambilan air dari tujuh mata air keramat ini.

Usai mengambil air suci, ketujuh pasangan dan rombongannya bertemu di halaman Masjid Raden Sayyid Kuning. Lantas, secara bersamaan, mereka kembali berjalan kaki ke Balai Desa Onje untuk prosesi saserahan air suci kepada Bupati Purbalingga.

Air suci dalam kendi lantas diarak menuju Alun-alun Onje. Di alun-alun ini lah air suci dari tujuh mata air akan disatukan ke dalam kendi besar.

“Kemudian diberikan doa oleh sesepuh Onje, yang nantinya diambil oleh masyarakat. Setelah proses pengambilan air oleh masyarakat, kemudian dilakukan grebeg gunungan hasil pertanian,” kata koordinator prosesi pengambilan air, Teguh Purwanto, Kamis, 2 Mei 2019.

Lereng hutan yang asri membuat Desa Onje, Purbalingga memiliki banyak mata air. Akan tetapi, hanya tujuh mata air keramat ini yang diambil airnya untuk ritual Grebeg Onje.

Mata Air untuk Mandi Ratu hingga untuk yang Ingin Punya Momongan

Pengambilan air suci dari tujuh mata air keramat dalam Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Pengambilan air suci dari tujuh mata air keramat dalam Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Tujuh mata air ini lah yang dianggap paling bertuah. Mitos dan legenda menaungi tujuh mata air yang begitu dilindungi warga ini.

Tujuh mata air itu adalah Belik Sidomas, Belik Daor, Belik Pancur, Belik Nagasari, Belik Muli dan Belik Gondok.

“Secara mitologi ketujuh mata air tersebut memiliki sejarahnya masing-masing. Seperti Belik Sidomas dulu tempat untuk mandi ratu juga untuk mandi isteri-isteri bupati,” ucapnya.

Ada pula Belik Daor. Di antara tujuh mata air yang diambil air sucinya itu, belik ini merupakan belik tertua. Belik ini diyakini merupakan cikal bakal peradaban Onje.

Cerita di balik Belik Sendang Pancur beda lagi. Belik Sendang Pancur dipercaya bertuah untuk pasangan suami istri yang belum dikaruniai keturunan.

Muasal cerita itu terjadi pada masa Raden Sayyid Kuning. Syahdan, suatu ketika Raden Sayyid Kuning kedatangan sepasang tamu.

Mereka adalah pasangan suami istri yang telah menikah tujuh tahun tapi belum memiliki anak. Singkat cerita, oleh Raden Sayyid Kuning mereka dimandikan di sendang ini. Tak berapa lama, si istri hamil dan lantas melahirkan bayi.

Mitologi lainnya berkembang di Belik Pancur. Belik ini terhubung dengan dengan bukit Jati Gagas. Kisah kepahlwanan dan kesaktian berkembang di belik ini.

Saksi Peradaban Onje

Prosesi seserahan air suci dari rombongan pengambil kepada Bupati Purbalingga dan rangkaian Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Prosesi seserahan air suci dari rombongan pengambil kepada Bupati Purbalingga dan rangkaian Grebeg Onje, Purbalingga. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Konon ceritanya, belik ini di masa lalu digunakan untuk memandikan para prajurit taruna yang selesai ujian kedigdayaan. Setelah lulus, mereka akan dimandikan di belik ini.

‘Kalau Belilk Muli dulu digunakan mandi para seniman, seperti seniman lengger dan kuda lumping, sebelum pementasan di kadipaten mereka mandi dulu di sana,” Teguh menerangan.

Dua belik tersisa juga memiliki mitologinya sendiri. Belik Naga Sari digunakan oleh para resi atau kiai sebelum beribadah. Adapun Belik Gondok adalah mata air yang muncul dari hasil ritual Ki Tepus Rumput.

“Ki Tepus Rumput setelah menjalankan puasa tujuh hari tujuh malam, kemudian beliau menginjakkan kaki ke tanah tiga kali maka munculah Belik Gondok,” dia mengungkapkan.

Di luar legenda, mitologi dan sejarah mata air Onje, secara langsung mata air juga sangat penting bagi warga. Hingga saat ini, mata air itu digunakan untuk keperluan sehari-hari dan pengairan pertanian.

Teguh berharap, Grebeg Onje membuat warga tak lupa dengan asal-usulnya. Grebeg Onje adalah napak tilas sejarah peradaban Purbalingga di masa silam.

“Ibarat sebuah pohon, pohon tidak akan meninggalkan akar dan batangnya, akar merupakan sejarah masa lalu, sedangkan batang adalah masa sekarang,” dia menuturkan.

Sesuai yang direncanakan, pada hari kedua Grebeg Onje, hadir Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi beserta suami, Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum, Kepala organisasi perangkat daerah, Camat Mrebet dan Forkompimcam serta para kepala desa sekecamatan Mrebet.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya