Menelisik Muasal Buaya di Perairan Nusakambangan

Perairan Nusakambangan yang terhubung dengan Laguna Segara Anakan yang juga merupakan muara sejumlah sungai besar memang ideal menjadi habitat buaya.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 15 Mei 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 16:00 WIB
Nusakambangan dilihat dari Dermaga Sleko, Cilacap, pada sebuah senja. Kini buaya berkeliaran di tempat ini. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Nusakambangan dilihat dari Dermaga Sleko, Cilacap, pada sebuah senja. Kini buaya berkeliaran di tempat ini. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Buaya Nusakambangan bikin geger. Seekor buaya sepanjang tiga meter mendadak muncul di perairan Nusakambangan dan Teluk Penyu, Cilacap. Menilik ekosistem wilayah Nusakambangan yang berimpitan dengan Laguna Segara Anakan fenomena ini sebenarnya biasa saja.

Tetapi, kemunculan buaya di perairan Nusakambangan ini menjadi luar biasa lantaran selama belasan tahun tak pernah sekalipun ada buaya terdeteksi di wilayah ini. Maklum, sekitar 20 tahun ke belakang, perairan ini menjadi kawasan padat aktifitas.

Nelayan Bengawan Donan hingga Kampung Laut menggunakan jalur ini untuk melaut. Pun, nelayan setempat menjadikan kawasan Selat Nusakambangan hingga Laguna Segara Anakan menjadi area tangkapan.

Aktifitas bertambah ramai dengan kapal-kapal pengangkut batu bara, kapur hingga transportasi air yang begitu padat. Boleh dibilang, selama 24 jam, perairan ini tak pernah sepi aktifitas.

Makanya tak aneh jika kemudian kawasan ini sepi dari penampakan hewan purbakala ini, sampai kemudian terdeteksi ada seekor buaya Nusakambangan muncul pada awal Mei 2019.

Soal kembali munculnya predator purba ini, Koordinator Polisi Hutan BKSDA Jawa Tengah Wilayah Konservasi Cilacap, Endi Suryo Heksianto mengatakan ada dua kemungkinan muasal buaya ini. Pertama, buaya tersebut adalah individu yang bermigrasi.

Sebabnya, pada Maret 2019, nelayan dan warga sekitar pesisir Widarapayung, Adipala melaporkan ada penampakan buaya  Nusakambangan di pantainya. Diketahui, di sisi timur Widarapayung merupakan habitat buaya muara.

 

Antara Buaya Bermigrasi atau Dilepas Pemilik

Buaya di penangkaran Dawuhan Kulon, Kedungbanteng, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Buaya di penangkaran Dawuhan Kulon, Kedungbanteng, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dua tempat tersebut yakni Muara Sungai Ijo dan Sungai Luk Ulo, Kebumen. Di kedua sungai ini, beberapa tahun terakhir terkonfirmasi menjadi tempat tinggal buaya. Mungkin saja, buaya tersebut bermigrasi dari salah satu sungai ini ke perairan Nusakambangan.

“Ada laporan penampakan buaya pada Maret. Itu yang paling mungkin,” dia menjelaskan.

Namun, tak tertutup pula kemungkian lainnya. Buaya tersebut dibuang atau dilepas oleh pemilknya di sekitar kawasan ini.

Meski begitu, Endi pun meningatkan bahwa perairan Nusakambangan yang terhubung dengan Laguna Segara Anakan yang juga merupakan muara sejumlah sungai besar memang ideal menjadi habitat buaya.

Akan tetapi, sudah bertahun-tahun tidak nampak buaya di kawasan ini. Hanya saja, jika sekarang muncul, yang terbaik adalah menciptakan harmoni agar tidak sampai menimbulkan konflik antara buaya dengan manusia.

“Kemudian kalau melakukan aktiftas, seperti nelayan, naik perahu tidak sendirian, menjaring ikan jangan sendirian, kalau bisa ada temannya sehingga bisa saling mengetahui satu sama lain,” dia mengimbau.

Endi juga berharap berharap agar masyarakat tidak melakukan tindakan apapun apalagi sampai memburu buaya yang nampak di perairan Teluk Penyu dan Nusakambangan, beberapa hari terakhir ini.

 

Antisipasi Potensi Konflik Buaya versus Manusia

Nusakambangan dan Dermaga Sleko, Cilacap, pada sebuah senja. Kini buaya berkeliaran di tempat ini. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Nusakambangan dan Dermaga Sleko, Cilacap, pada sebuah senja. Kini buaya berkeliaran di tempat ini. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kemunculan buaya ini memang menyebabkan nelayan dan warga di sekitar perairan Nusakambangan dan Teluk Penyu, Cilacap, khawatir. Pasalnya, wilayah ini sangat padat aktifitas, terutama aktifitas nelayan dan wisatawan.

Semua jenis buaya adalah hewan dilndungi. Itu termasuk buaya diduga buaya mura (Crocodylus Porosus) yang nampak di perairan Nusakambangan.

“Ya jelas ini kan satwa dilindungi, Mas. Masyarakat kalau melihat atau menjumpai ya jangan dibunuh. Tapi dilaporkan kepada kami, BKSDA,” dia menegaskan.

Dia berharap nelayan segera melaporkan jika mendeteksi keberadaan buaya ini. Pasalnya, dalam pemantauan hari pertama, Senin (14/5/2019), buaya itu tidak nampak saat BKSDA dan beberapa instansi lain melakukan kunjungan lapangan.

Sementara ini, hasil dari wawancara dengan sejumlah saksi mata, seekor buaya sepanjang kurang lebih tiga meter nampak pada Sabtu (11/5/2019) di perairan antara Teluk Penyu hingga Dermaga eks-Holchim, perairan Selat Nusakambangan.

“Kemudian kita plotingkan, perjumpaan-perjumpaan saksi dengan buaya,” dia menjelaskan.

Endi Suryo mengemukakan, saat ini BKSDA bekerjasama dengan instansi lain dan Masyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) Nusakambangan juga tengah memverifikasi atau memantau kebenaran penampakan kawanan buaya berjumlah tujuh ekor yang dilaporkan menampakkan diri di Kampung Laut, sisi barat Nusakambangan.

“Sebagai langkah awal penanganan, BKSDA mensosialisasikan kepada masyarakat dan juga membuat pengumuman agar nelayan dan warga berhati-hati saat beraktifitas di sekitar perairan di mana pernah terdeteksi keberadaan buaya,” dia menerangkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya