Liputan6.com, Malang - Selembar kain putih terbentang di teras rumah di Jalan Candi Jago nomor 6, Blimbing, Kota Malang. Sisi bawah kain penuh garis gambar rumah aneka warna. Corak Topeng Malangan kuning emas ada di atasnya, dikelilingi tulisan nama–nama kampung.
Itu lembar dasar kain batik tulis yang sedang dikerjakan di industri rumahan batik Blimbing, Kota Malang. Milik pasangan Sihabudin dan Wiwik Niarti. Rumah itu jadi tempat pembuatan sekaligus galeri batik. Memiliki ciri utama bermotif karakter tokoh Topeng Malangan.
Menjadikan batik ini salah satu batik tulis khas Malang dengan merek Batik Blimbing Malang, turut menambah khazanah seni budaya daerah ini. Apalagi, motif yang digunakan bukan sembarangan, mengangkat seni tradisi yang berakar dari bumi Malang Raya.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Ini mengangkat kearifan lokal. Sebelumnya tidak ada yang mengangkat topeng Malang sebagai motif batik," kata Wiwik di Malang, Kamis, 1 Agustus 2019.
Ia tidak asal membuat motif batik tersebut. Wiwik lebih dulu sowan ke Handoyo, putra dari almarhum Mbah Karimun sang maestro seni topeng Malang di Kedungmonggo Pakisaji. Serta ke Ki Soleh Adi Pramono, pengasuh padepokan seni topeng di Tumpang.
"Menggali filosofi dan ciri topeng, sekaligus meminta izin kepada kedua tokoh itu," kata Wiwik.
Kesenian ini sudah ada sejak masa Kerajaan Kanjuruhan pada abad 8 Masehi. Pada masa itu, seni topeng jadi salah satu bagian ritual suci persembahyangan. Terus berkembang di masa Kerajaan Singasari dengan mengangkat cerita Panji.
Dalam kisah Panji terdapat 76 karakter tokoh, lakon utamanya Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji. Soal pewarnaan, para seniman Topeng Malangan selalu saklek. Warna pada setiap karya topeng selalu sesuai dengan karakter dari masing–masing tokoh.
Roh Topeng Malangan
Meski demikian, untuk pewarnaan pada motif batik Topeng Malangan karya Wiwik lebih luwes. Warna tidak pakem sesuai asli dari seni topeng itu sendiri, bisa menyesuaikan dengan pewarnaan dasar pada kain batik itu sendiri.
"Desain batik saya ini lebih ke arah dekoratif kontemporer. Sketsa motif tetap harus sesuai aslinya, tapi kalau warna boleh diubah," ujar Wiwik.
Perempuan yang juga guru bahasa Inggris di salah satu SMK Negeri di Kota Malang ini menambahkan, ada ciri lagi pada tiap topeng. Selalu tampak tersenyum dan memakai mahkota meski sesungguhnya menggambarkan perwatakan pemarah.
Motif batik juga mengambil hampir semua karakter tokoh pada topeng Malang, baik itu tokoh simbol lakon kebajikan maupun keburukan. Sehingga tampak berusaha detail melukiskan selurus sisi kehidupan.
"Soal motif itu harus semuanya, itu menggambarkan keseimbangan di dunia ini," tutur Wiwik.
Ia menyebut tidak ada ritual khusus sebelum membuat batik tulis berpola topeng tersebut. Namun, yang pasti dalam proses pembuatannya harus dari dalam hati. Agar setiap tokoh yang dipakai sebagai motif bisa seperti hidup.
"Karena para seniman topeng itu sendiri kan membuatnya juga dengan hati. Seperti meniupkan roh, setiap karya agar lebih tampak hidup," ucapnya.
Wiwik mulai jadi perajin batik tulis sejak 2010 silam. Belajar di berbagai sentra batik seperti di Pekalongan, Solo sampai Yogyakarta. Khusus untuk motif topeng Malang sudah didaftarkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual pada 2012.
"Ada kurang lebih sepuluh poin yang kami daftarkan. Mulai desain motif sampai merek," kata Wiwik.
Advertisement
Berpijak Kultur Malang
Suami Wiwik, Sihabudin menambahkan, usaha batik tulis dirintis pada 2010. Bermodal tidak lebih dari Rp5 juta yang berasal dari dana hibah pemerintah kota untuk lembaga sosial tingkat kelurahan. Saat itu, warga di kampungnya kurang mau lebih giat lagi dalam berkreasi.
"Dari situ kami akhirnya mandiri. Belajar sendiri ke berbagai daerah sampai menggali ide tentang motif yang harus identik dengan Malang," ucap Sihabudin.
Soal teknik pembuatan, sudah menggunakan canting elektrik. Dengan cara ini relatif lebih cepat, dalam satu bulan bisa menghasilkan lima lembar batik. Jauh lebih efektif dibanding canting konvensional yang pengerjaan selembar kain butuh satu bulan.
Sekarang, ada lima orang di rumah yang membantu membuat batik tulis. Setiap bulan mampu memproduksi 35 lembar batik. Harga batik tulis mulai dari Rp300 ribu sampai Rp700 ribu. Meski demikian, Batik Blimbing Malang juga memproduksi batik cap maupun printing.
"Kami juga memiliki dua klaster batik tulis yang keduanya ada di wilayah Kabupaten Malang," tutur Sihabudin.
Istrinya pernah diajak salah satu perguruan tinggi negeri di Malang ke University of Southampton di Inggris pada April 2019 untuk mempresentasikan proses awal pembuatan sampai limbah sisa produksi.
"Mereka tertarik meneliti limbah cair batik tulis. Tapi saya kurang paham itu untuk apa detailnya," ucap Sihabudin.
Batik Blimbing Malang sendiri bukan satu-satunya batik khas Malang. Di daerah ini mulai menggeliat para perajin batik yang mengangkat motif yang berakar dari kebudayaan Malang. Namun sayangnya, pemerintah daerah belum memprioritaskan karya para perajin ini.
"Belum ada satu pun yang difasilitasi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu busana khas Malang. Ini jadi semacam ironi," dia menandaskan.
Simak video pilihan berikut: