Liputan6.com, Yogyakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) menggunakan aplikasi e-PKH untuk menyalurkan bantuan sosial tahap III keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (KPM-PKH) 2019. Aplikasi yang mulai diuji coba sejak 2018 lalu ini sebenarnya memudahkan SDM PKH dalam menjalankan perannya karena teknologi ini memudahkan proses bisnis pelaksanaan PKH.
Sayangnya, tidak semua daerah di Indonesia bisa mengakses aplikasi ini dengan mudah. Setidaknya 900 dari 7.000 kecamatan di Indonesia masih kesulitan menerapkan e-PKH.
Alasannya, tidak semua daerah memiliki jaringan internet yang memadai.
Advertisement
Baca Juga
“E-PKH tergantung dari ketersediaan jaringan, daerah yang blank spot sering mengalami hambatan jadi e-PKH tidak bisa online,” ujar Harry Hikmat, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI di sela-sela pembukaan Rekonsiliasi Nasional Penyaluran Bansos Non Tunai PKH 2019 di Yogyakarta, Selasa (6/8/2019) malam.
Ia menyebutkan daerah yang kesulitan mengakses e-PKH, antara lain, Papua dan Papua Barat, Nias, Aceh, dan Halmahera.
Meskipun demikian, ia sudah menyiapkan solusi sehingga penyaluran tetap berjalan. Ia mengkombinasikannya denan sistem offline dan memverifikasi di daerah yang memiliki jaringan untuk online.
“Melalui Himbara, kami membangun sistem pencairan cashless dan akuntabel, Mandiri, BNI, dan BTN memakai offline, sedangkan BRI berupaya memakai satelitnya untuk mendukung jaringan internet, mudah-mudahan pada 2020 semua sudah bisa terprogram dengan baik dan offline tidak menjadi kendala,” ucapnya.
E-PKH tidak hanya berisi data KPM-PKH semata tetapi juga akan berisi modul-modul Family Development Session (FDS) seperti modul pengasuhan dan pendidikan anak.
Program ini juga lebih fleksibel dan bisa dimodifikasi sehingga memudahkan penyesuaian data dan indeks bantuan sosial, seperti perubahan indeks bansos 2020 yang terdapat tambahan bantuan untuk ibu hamil dari Rp 2,4 menjadi Rp 3 juta, bantuan anak usia dini Rp 3 juta, serta pengetatan kriteria lansia dari 6o tahun menjadi 70 tahun.