Kabut Asap Bikin Asma Makin Parah, Seorang Suku Anak Dalam Meninggal Dunia

Kondisi wilayah adat Suku Anak Dalam di Pangkalan Ranjau, sangat pekat diselimuti kabut asap. Bahkan, jarak pandang pada pagi hari hanya mencapai 100 meter.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 20 Sep 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2019, 12:00 WIB
Asma Makin Parah Dipicu Kabut Asap, Seorang SAD Pangkalan Ranjau Jambi Meninggal Dunia
Sejumlah warga saat memakamkan Suparlan (58), Seoarang SAD itu meninggal dunia diduga akibat paparan kabut asap. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto/Dok Hulubalang SAD Pangkalan Ranjau)

Liputan6.com, Jambi - Rabu pagi, 18 September di wilayah adat Suku Anak Dalam (SAD) Pangkalan Ranjau, Kecamatan Bahar Selatan, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, sejumlah orang duduk beralas tikar. Di tengah cuaca yang kering bercampur kabut asap itu mereka mengantarkan pemakaman Suparlan (58) seorang warga SAD yang meninggal dunia.

Kabar duka itu datang lewat Hulubalang Suku Anak Dalam Pangkalan Ranjau Kubu Lalan, Safrizal Bri. Dia mengatakan, Suparlan meninggal dunia pada hari Selasa (17/9/2019) malam pukul 20.00 WIB diduga karena paparan kabut asap yang semakin memperparah asmanya.

Penyakit asma yang diderita pria lanjut usia itu kata Safrizal Bri, semakin parah karena dipicu paparan kabut asap yang menyelimuti wilayah adat mereka. Hingga akhirnya Suparlan mengalami sesak napas dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya setelah selama empat hari dirawat di rumahnya.

"Dio (Suparlan) punyo asma, terus dio ikut memadamkan lahan yang terbakar, setelah itu empat hari dio sakit sesak napas, akhirnyo meninggal dunio, sekarang sudah dimakamkan," kata Safrizal Bri dihubungi Liputan6.com, Kamis (19/9/2019).

Selama empat hari, kata dia, Suparlan hanya dirawat ala kadarnya oleh keluarga di rumahnya yang terbuat dari papan dengan sirkulasi udara yang seadanya. Suparlan tak sempat dirujuk ke pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), apalagi dirujuk ke dokter karena keluarganya tak cukup mempunyai biaya.

"Macam mano nak bawa ke dokter, keluargonyo dak punyo biaya, dan jugo lokasinyo jauh dari tempat kami iko," kata Bri.

Dalam beberapa hari terakhir, menurut Bri, kondisi wilayah adat Suku Anak Dalam di Pangkalan Ranjau, sangat pekat diselimuti kabut asap. Bahkan, jarak pandang pada pagi hari hanya mencapai 100 meter.

Kini kelompok masyarakat adat hanya bisa berharap agar pemerintah dapat memberikan pelayanan kesehatan gratis yang mudah dijangkau oleh kelompok mereka. Mereka mengaku sangat dirugikan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan.

"Suku anak dalam dikelompok kami iko banyak petani dan kerjonyo di ladang, saat asap kayak iko kami rugi, jadi kami sangat berharap ado layanan kesehatan," katanya.

 

Jauh dari Fasilitas Kesehatan

Asma Makin Parah Dipicu Kabut Asap, Seorang SAD Pangkalan Ranjau Jambi Meninggal Dunia
Sejumlah warga duduk di wilayah adat SAD Pangkalan Ranjau, saat melayat di kediaman Suparlan (58) yang meninggal dunia diduga akibat paparan asap. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto/Dok Hulubalang SAD Pangkalan Ranjau)

Direktur Beranda Perempuan Ida Zubaidah mengatakan, dampak kabut asap yang semakin parah tak bisa dielakan lagi, termasuk juga suku anak dalam yang rentan terpapar kabut asap.

Suparlan kata Zubaidah, adalah salah satu contoh seorang warga suku anak dalam yang sudah menjadi korban paparan kabut asap. Kondisi ini, menurut dia, harus segera diantisipasi pemerintah.

"Kalau pernyataan dokter tentang penyebab meninggal dunia Suparlan tidak mungkin ada, karena akses mereka untuk ke dokter atau puskesmas mereka enggak akan mampu, jadi menjadi hal yang wajar mereka menduga kabut asap menjadi salah satu penyebab kematian Suparlan," kata Zubaidah.

Zubaidah mengatakan, sulit bagi suku anak dalam supaya menerima dievakuasi untuk keluar kampung. Hal itu lantaran, saat ini tak jarang dari kebun mereka ada yang terbakar sehingga mereka tidak mungkin bisa meninggalkan desa.

Beranda Perempuan sebagai kelompok yang fokus pada pendampingan kelompok rentan itu mendesak supaya pemerintah lebih tanggap menangani persoalan kabut asap, terutama untuk masyarakat rentan di pedesaan yang jauh dari akses layanan kesehatan.

"Di desa-desa harus disediakan ruang bebas asap yang menyediakan oksigen, obat-obatan gratis secara gratis, sehingga masyarakat yang punya riwayat penyakit asam bisa tertolong," ujarnya.

Sementara itu, kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah di Provinsi Jambi, telah memperburuk kualitas udara. Dalam tiga hari terakhir secara beruntun kualitas udara berada pada level berbahaya.

Bahkan berdasarkan data realtime tanggal 18 September 2019, pukul 20.30 WIB, kualitas indeks standar pencemaran udara yang diukur melalui alat stasiun ukur milik KLHK Jambi menunjukan PM 2.5 diatas baku dengan nilai 761 atau kategori berbahaya.

Indek standar pencemaran udara terpantau melalui aplikasi Air Visual. Dalam tiga hari beruntun, terutama saat malam hingga pagi hari, kualitas udara di Jambi memasuki kategori berbahaya dengan nilai 559 AQI-US.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya