Mencari Keadilan untuk Mursidah

Mursidah tersangka perusakan gagang pintu pangkalan gas elpiji di Aceh dituntut 10 bulan penjara pada saat dirinya tengah berkabung.

oleh Rino Abonita diperbarui 04 Nov 2019, 00:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2019, 00:00 WIB
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Genap delapan hari suaminya dikebumikan ketika dakwaan itu dibacakan. Tak ada waktu untuk berkabung bagi Mursidah, kurungan menanti di depan mata.

Ibu tiga anak itu dituntut 10 bulan penjara dengan dakwaan melanggar pasal 406 atau perusakan. Penuntut umum membacakan acte van verwizing atas Mursidah pada Selasa (29/10/2019).

Ia dituduh merusak gagang pintu sebuah ruko pangkalan elpiji 3 kilogram di desanya. Itu disebut-sebut terjadi ketika warga menyeruduk pangkalan tersebut, Sabtu malam, 24 Oktober 2019.

Saat itu, sedang ada antrean. Sebagian warga yang belum kebagian padahal telah menunggu lama meradang saat pemilik ruko menutup pintu serta mematikan lampu dengan alasan stok habis.

Karena curiga, warga pun berinisiatif mendobrak pintu ruko elpiji "Bright Gas UD Herianti" itu. Di dalam ruko, ditemukan beberapa tabung gas elpiji yang masih terisi penuh, tetapi segelnya telah dicopot yang ditumpuk di bawah tabung kosong.

Polisi pun datang setelah menerima laporan warga. Penggerebekan sempat diwarnai drama 'ketuk pintu' lebih kurang setengah jam karena pemilik pangkalan tak kunjung membuka pintu ruko.

Polisi lantas menggeledah isi ruko tersebut setelah pintu dibuka lalu mendapati 10 tabung elpiji dengan kondisi sama. Belakangan, polisi mengklaim tidak punya cukup bukti sehingga penyidikan harus dihentikan.

Sebaliknya, Mursidah jadi tersangka utama dengan tuduhan merusak pintu ruko yang beralamat di Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Agenda tuntutan menantinya pada Selasa (05/11/2019).

Dalih

Anggot DPRK Lhokseumawe mengunjungi Mursidah (Liputan6.com/Rino Abonita)
Anggota DPRK Lhokseumawe, Azhari T. Ahmadi mengunjungi Mursidah (sumber: Dok. Pribadi)

Penetapan Mursidah sebagai tersangka diyakini hanya dalih 'balas dendam'. Pasalnya, pangkalan elpiji tersebut tutup buku pascainsiden malam itu.

"Karena sakit hati pangkalan gas ditutup," ujar Mursidah kepada Liputan6.com, Sabtu malam (2/11/2019).

Tuduhan terhadapnya pun dinilai taksa. Mursidah merasa tak pernah merusak gagang pintu ruko seperti yang dituduhkan karena gagang pintu tersebut memang sudah rusak jauh hari.

Ada suatu muslihat yang diyakini bertujuan untuk menjorokkan dirinya ke dalam bui. Sebagai mantan orang yang pernah bekerja di pangkalan elpiji tersebut, Mursidah mengaku tahu banyak.

"Beberapa tabung gas tidak didistribusikan kepada masyarakat. Karena banyak membantah, dia disuruh keluar," kata Zulfa Zainuddin, kuasa hukum terdakwa kepada Liputan6.com, Minggu pagi (3/11/2019).

Di dalam sidang, mencuat pula tudingan bahwa kliennya itu telah mencuri uang saat masih bekerja di pangkalan tersebut. Perbuatan itu dianggap tidak mungkin dilakukan oleh seorang Mursidah yang abid.

Mursidah pernah secara khusus meminta kepada pemilik pangkalan agar diberi jeda apabila waktu salat tiba saat masih jadi karyawan. Prinsip ini pula yang membuatnya gerah akan kondisi di tempat kerjanya yang dinilai laku lancung.

"Meja uang saja tidak pernah dia pegang. Tugasnya saat bekerja angkat barang, gas dan mengembalikan gas ke mobil ataupun ke warga," kata pengacara LBH Trisila Lhokseumawe itu.

Zulfa berharap kliennya dibebaskan dari tuntutan. Di satu sisi, pihaknya akan melakukan audiensi dengan kepolisian untuk menanyakan ihwal dihentikannya penyidikan dugaan penimbunan elpiji di pangkalan tersebut.

"Semua fakta sudah kita paparkan ke majelis hakim melalui nota pembelaan. Semoga majelis hakim mempertimbangkan," harap Zulfan.

Sementara itu, Mursidah mengaku masygul. Usai suami berpulang, buncahnya kian sarat mengingat nasib ketiga anaknya andai dirinya dipenjara kelak.

Sebelum meninggal, suaminya didera sakit paru-paru dalam enam bulan terakhir. Selama itu pula Mursidah menjadi buruh cuci serta mengoreng keripik untuk menyokong biaya pengobatan juga makan.

Sakit suaminya disebut-sebut semakin parah tatkala mendapat kabar satu-satunya saksi yang dapat membuktikan istrinya tidak bersalah memilih bungkam. Hari ini, terhitung 14 hari lelaki yang dinikahinya pada 2006 itu membumi di tanah merah.

Pada masa berkabung, Mursidah absen mencari nafkah. Ia bergantung pada derma para tetangga atau orang-orang yang menaruh simpati.

Kini, ia harap-harap cemas. Dirundung duka sembari menanti hari 'ketok palu' di rumah berdinding papan berukuran 4x6 yang ditempatinya bersama Fitriani, Reza, dan Mirza, ketiga anaknya. "Saya ingin dibebaskan," isaknya.

Apa yang dihadapi Mursidah dinilai tak lebih dari wajah hukum yang 'tajam ke bawah.' Orang-orang pun meminta keadilan ditegakkan untuk perempuan yang ditabal sebagai 'pahlawan' itu.

Mursidah dianggap telah menjadi inisiator pembongkaran kedok pangkalan elpiji 'nakal'. Alih-alih diapresiasi, ia malah dibawa ke kursi pesakitan lantas diancam bui.

Salah seorang yang mengunjungi Mursidah ialah anggota dewan kota tersebut, Azhari T Ahmadi. Politikus Partai Aceh ini mengatakan akan mencari cara agar penahanan Mursidah ditangguhkan.

"Kehadiran saya tidak sepenuhnya mewakili pemerintah kota. Tapi, individual legislatif. Coba kita komunikasikan dengan pengadilan. Beliau membongkar praktik ilegal elpiji 3 kg," ujarnya, Sabtu malam.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya