Saat Warga dan Berebut Air Bekas Cucian Piring Peninggalan Sunan Gunung Jati

Rangkaian acara tradisi mewarnai Cirebon dalam setiap perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW salah satunya dengan menggelar siraman panjang

oleh Panji Prayitno diperbarui 05 Nov 2019, 04:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2019, 04:00 WIB
Saat Warga dan Berebut Air Bekas Cucian Piring Peninggalan Sunan Gunung Jati
Kerabat serta abdi dalem Keraton Kasepuhan Cirebon saat menggelar tradisi siraman panjang. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Cirebon - Puluhan warga maupun pengunjung berdesakan untuk mendapatkan air bekas cucian piring pusaka yang ada di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Mereka datang dari pagi mengikuti berbagai rangkaian tradisi Siraman Panjang yang digelar tiap tahun setiap tanggal 5 Maulud. Tampak puluhan abdi dalem Keraton dan sejumlah masyarakat mengikuti tradisi tahunan tersebut.

Puluhan benda pusaka keraton dibersihkan dengan cara dicuci dalam kolam besar. Ada sembilan piring berusia sekitar lebih dari 700 tahun, 40 piring kaligrafi berusia 600 tahun, 2 guci berusia 700 tahun, dan dua botol kristal berusia 500 tahun.

Seluruh barang pusaka itu diyakini sebagai peninggalan masa Sunan Gunung Jati yang telah berusia ratusan tahun. Siraman Panjang diawali iring-iringan kaum dan abdi dalem yang membawa benda-benda pusaka dari tempat penyimpanan di gudang pusaka, di bagian belakang Bangsal Keraton Kasepuhan. Semua benda itu dibungkus kain putih.

"Tahun ini kebetulan sembilan piring keluar semua karena tahun ini masuk tahun wawuh dan tahun dal dalam kalender jawa. Sebelumnya kurang dari sembilan," kata Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Arief Natadiningrat, Senin (4/11/2019).

Siraman Panjang merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar keraton-keraton di Cirebon, salah satunya Keraton Kasepuhan.

Pada puncaknya, akan dilaksanakan tradisi Panjang Jimat yang merupakan pawai kelahiran manusia laki-laki di malam hari, dalam hal ini Nabi Muhammad SAW pada 12 maulid yakni 10 November 2019 mendatang.

"Karena yang dicuci itu piring ada kaligrafi bertuliskan kalimat toyibah dan solawat kemudian prosesi pencuciannya juga menggunakan kalimat toyibah. Mereka meyakini ada barokah melalui media air bekas cucian piring ini sehingga menjadi tradisi," kata dia.

Dia menyebutkan, piring, guci dan gelas tersebut pada masa Sunan Gunung Jati selalu dipakai Wali Sanga setiap melakukan pertemuan. Oleh karena itu, piring tersebut menjadi salah satu benda pusaka milik Keraton Kasepuhan Cirebon.

Bekasem Ikan

Saat Warga dan Berebut Air Bekas Cucian Piring Peninggalan Sunan Gunung Jati
Bekasem ikan salah satu lauk pauk yang akan disajikan dalam nasi jimat pada tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Nantinya, piring yang sudah dicuci tersebut akan digunakan sebagai wadah menyimpan nasi jimat. Piring dan nasi jimat tersebut akan digunakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

"Di hari yang sama setelah mencuci piring kami juga membuka bekasem ikan dimana tradisinya kami menyimpan olahan makanan ikan ke dalam guci selama satu bulan dari 5 bulan Safar sampai 5 bulan Maulid dibuka dicuci kemudian dimasak," kata Sultan Arief.

Bekasem tersebut merupakan olahan ikan yang menjadi lauk pauk dalam nasi jimat. Dalam rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, para abdi dalem keraton terlihat sibuk.

Menurut dia, prosesi ritual siraman panjang merupakan salah satu tradisi Keraton Kasepuhan Cirebon yang masih dilestarikan. Sementara itu, makna pencucian piring pusaka agar setiap kegiatan atau amal ibadah harus didahului dengan bersuci atau wudlu.

"Kalau bekasem ikan melihat kondisi Cirebon ya yang notabene wilayah pesisir laut jadi suguhan utama dalam lauk pauk nasi jimat salah satunya ikan," ujar Arief.

Saksikan video pilihan berikut ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya