Hamburkan Uang demi KADIN, Pemprov Aceh Dinilai Tak Sadar Termiskin Se-Sumatera

Pengadaan sejumlah barang untuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh yang dialokasikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh melalui APBA-P 2019 menjadi sorotan.

oleh Rino Abonita diperbarui 15 Nov 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2019, 15:00 WIB
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)
Ilustrasi (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Pengadaan sejumlah barang untuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh yang dialokasikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh melalui APBA-P 2019 disorot berbagai pihak. Pasalnya, nominal yang dialokasikan dinilai irasional di tengah upaya Aceh yang saat ini tengah mengejar ketertinggalan.

Alokasi anggaran untuk KADIN Aceh yang dipimpin Makmur Budiman mencapai Rp2,8 miliar. Rinciannya antara lain, pengadaan layar proyektor (3 unit) Rp6 juta, pengadaan TV Rp20 juta, pengadaan laptop Rp175 juta, pengadaan kamera Rp70 juta, pengadaan kulkas Rp20 juta, pengadaan kendaraan operasional Rp914 juta dan pengadaan minibus Rp471 juta.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai kebijakan Pemerintah Aceh mengalokasikan anggaran untuk organinasi pengusaha itu menandakan ketidakpekaan. Aceh sendiri masih menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan jumlah persentase penduduk miskin tertinggi se-Sumatera, dan ke-6 se-Indonesia.

"Jika organisasi ini harus membebankan anggaran daerah, tentu ini akan menjadi masalah baru dalam upaya mengejar ketertinggalan Aceh," kata Alfian kepada Liputan6.com, Kamis malam (15/11/2019).

Selain itu, sebagai wadah para pengusaha, KADIN harusnya organisasi mandiri yang tidak mungkin kepayahan dalam hal pembiayaan. Di satu sisi, keberadaan KADIN semestinya menyokong pembangunan nasional dan daerah di bidang ekonomi, termasuk menekan angka kemiskinan.

"Bukan malah sebaliknya, dan ini sangat memalukan di mana selama ini narasi yang dibangun di tingkatan publik 'pemberdayaan', ternyata hanya menggerogoti APBA, bukan inovasi atau kreatif yang seharusnya mareka lahirkan," ketus Alfian.

Menurut Alfian, proses pembahasan APBA-P 2019 antara eksekutif dan legislatif pun terkesan tertutup. Ia curiga ini disengaja demi melancarkan alokasi-alokasi anggaran seperti alokasi anggaran untuk KADIN Aceh.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Ada Kepentingan?

Sementara itu, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menanggapi temuan ini dengan melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada Kamis (14/11/2019). Tujuannya, meminta lembaga antirasuah tersebut untuk menyupervisi.

GeRAK Aceh menilai alokasi anggaran yang disebut bantuan dana hibah itu tidak memiliki kolerasi yang dapat dibenarkan secara kedudukan hukum dan tata kelola organisasi. Alokasi anggaran tersebut ditakutkan berpotensi menimbulkan celah pelanggaran hukum yang terencana.

Dalam salinan surat yang diterima Liputan6.com, pengusulan anggaran untuk KADIN Aceh disebut-sebut tidak melalui skema perencanaan dan pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif. Hal ini telah menimbulkan kecurigaan jika pengalokasian angaran tersebut memiliki kolerasi politik yang sarat kepentingan terutama kepentingan segelintir pengusaha.

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani mengatakan, Dinas Perindag Aceh telah membatalkan apa yang disebutnya sebatas 'pinjam pakai' barang untuk KADIN Aceh tersebut. Pembatalan ini disebut-sebut dilakukan setelah dinas itu mendapat arahan langsung dari Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.

"Plt Gubernur mengarahkan supaya barang yang sudah terlanjur diadakan untuk didayagunakan sepenuhnya bagi kepentingan pelayanan di Dinas Perindag sendiri. Sedangkan barang yang belum diproses pengadaannya semuanya dibatalkan," jelas SAG dalam keterangan resmi kepada Liputan6.com, Kamis malam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya