Liputan6.com, Kupang- Setelah dinyatakan nonreaktif, empat warga Kecamatan Doreng, Kabupeten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), akhirnya dipulangkan ke rumah masing-masing, Rabu (6/5/2020).
Setelah memasuki kampung halaman, empat warga itu disambut dengan ritual adat. Warga setempat menyebutnya ritual adat "Roni Plulung Kleleng".
Advertisement
Baca Juga
Upacara adat dilaksanakan di batas Desa Rubit Kecamatan Hewokloang dan Desa Wolomotong, Kecamatan Doreng. Masyarakat memberikan tanda batas sepanjang jalan di batas desa, dengan rumpun dedaunan yang bentuknya semacam tali, yang dalam bahasa setempat disebut bogin (pembatas).
Ritual dilakukan dua tokoh adat setempat bernama Klemens Sawan dan Leopoldus Maring. Ada beberapa rangkaian ritual yang maknanya sebagai pembersihan diri, baik untuk warga yang nonreaktif maupun untuk seluruh warga masyarakat di kecamatan itu.
Empat warga Doreng yang nonreaktif diminta berdiri di dekat bogin pembatas, dan belum diperbolehkan masuk ke wilayah Doreng.
Ritual ini diawali dengan penyerahan satu keping uang koin dari warga karantina kepada tokoh adat. Uang-uang koin dikumpulkan di tempurung yang sudah disiapkan.
Lalu empat warga ini diminta meludahi koin-koin tersebut. Kemudian para tua adat membuang tempurung yang berisi koin ke kali.
Setelah itu, dilanjutkan dengan upacara persembahan untuk memohon pertolongan leluhur dan Tuhan agar melindungi seluruh warga masyarakat Doreng.
Setelah semua acara adat selesai, ritual diakhiri dengan memotong bogin pembatas. Selanjutnya warga karantina diperbolehkan masuk ke wilayah kecamatan.
"Ini upacara pembersihan menurut adat kami di sini. Kami meminta agar semua warga masyarakat dibersihkan dari bencana termasuk virus corona," ujar Camat Doreng, Polikarpus Manase kepada Liputan6.com, Rabu (6/5/2020).
Menurut dia, selain pembersihan, ritual ini juga menggambarkan masyarakat menerima saudara-saudaranya yang sudah sebulan dikarantina akibat persoalan corona Covid-19.
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Tolak Bala
Berbagai cara dilakukan banyak pihak guna melindungi warganya dari pandemi covid-19. Salah satu contohnya masyarakat di wilayah Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT. Mereka menggelar ritual adat "Tolak Bala" untuk mencegah masuknya pandemi COVID-19, Senin (4/5/2020).
Kegiatan ritual adat "Tolak Bala" tersebut berlangsung di Kampung Sawu yang dipimpin oleh Tokoh Adat, Agus Talo.
Tujuan dari ritual adat tersebut untuk meminta leluhur menolak pandemi covid-19 tidak boleh masuk ke wilayahnya.
Menurut tokoh adat, Agus Talo, ritual tolak bala ini merupakan kearifan budaya lokal masyarakat di wilayah Kecamatan Mauponggo yang digelar untuk mencegah atau melindungi masyarakat dari berbagai musibah atau malapetaka.
Selain untuk mencegah masuknya serangan pandemi corona, ritual ini juga digelar karena adanya serangan hama pertanian maupun kematian beruntun yang melanda masyarakat di wilayah Kecamatan Mauponggo.
"Ritual adat ini digabungkan sebagai satu kesatuan untuk menentang semua musibah atau yang biasa disebut dalam bahasa daerah 'Roka re ae nanga jepi re ae mesi'," katanya.
Ritual adat tolak bala ini dibuat menggunakan pelepah kelapa dan dibungkus dengan sarung serta dirias seperti sampan kecil.
Di dalam sampan yang diisi dengan pakaian bekas, telur ayam kampung yang busuk, batang pisang lalu dibungkus dengan kain hitam sebagi simbol pandemi Covid-19 yang merupakan bencana untuk diusir agar tidak boleh serang ataupun masuk ke wilayah Mauponggo.
Advertisement