Liputan6.com, Palu - Penegakan hukum terkait Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Taman Nasional Lore Lindu masih menjadi masalah yang pelik. Polda Sulteng mengungkapkan telah ada 17 tersangka terkait kasus tersebut. Sementara pegiat lingkungan meminta polisi mengungkap kasus tersebut hingga ke pemilik modal.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan data Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), hingga akhir April tahun 2020, kerusakan lahan di Dusun Dongi-Dongi, Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso seluas 15 hektare. Lokasi tersebut telah menjadi area penambangan ilegal sejak sekitar tahun 2015 lalu yang dilakukan juga oleh warga dari daerah di luar Sulawesi Tengah.
Meski tidak semasif dulu, BBTNLL aktivitas penambangan di sana masih tetap ada walau berbagai program rehabilitasi lahan bekas galian juga dilakukan oleh pihak Balai Taman Nasional Lore Lindu.
"Ya faktanya begitu, tetap ada. Makanya kami tetap berkoordinasi dengan Polda Sulteng untuk pengamanan," beber Kepala BBTNLL, Jusman, Rabu (24/6/2020).Â
Berdasarkan catatan Polda Sulawesi Tengah sendiri, sejak 2019 hingga pertengahan tahun 2020 ini ada sebanyak 17 orang yang ditetapkan sebagai tersangka penambangan ilegal itu, sebagian besar berperan sebagai pemilik modal dan pembawa material tambang untuk diolah.
"15 di antaranya sudah dilakukan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum, sementara 2 lagi masih dalam proses penyidikan," Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol. Didik Supranoto mengungkapkan, Jumat (19/6/2020).
Didik menyebut adanya penetapan tersangka itu menjadi bukti keseriusan polisi dalam penanganan kasus tersebut.
Di sisi lain, masih adanya aktivitas ilegal di kawasan itu menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah (Walhi Sulteng), Abdul Haris, lantaran rantai bisnis ilegal tersebut yang belum tuntas terungkap oleh penegak hukum.
"Polisi sering operasi untuk penutupan dan penangkapan terhadap penambang rakyat di sana namun selalu gagal mengungkap rantai bisnis tambang ini," Haris menekankan, Selasa (23/6/2020).
Walhi juga menilai penambangan yang tetap berlangsung di taman nasional sejak tahun 2015 itu mengesankan ketidakseriusan aparat menuntaskan masalah itu.
"Beberapa Kapolda Sulteng sebelumnya selalu ada operasi penutupan namun tidak ada yang benar benar berhasil menghentikan penambangan itu," dia menandaskan.