Ombudsman Sumsel ‘Telanjangi’ SK Pemecatan Ratusan Nakes Bupati Ogan Ilir

Hasil investigasi Ombudsman RI perwakilan Sumsel akhirnya menyerahkan LAHP terhadap kasus pemecatan ratusan nakes di Ogan Ilir Sumsel.

oleh Nefri Inge diperbarui 23 Jul 2020, 12:30 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 12:30 WIB
Ombudsman Sumsel ‘Telanjangi’ SK Pemecatan Ratusan Nakes Bupati Ogan Ilir
Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumsel M Adrian Agustiansyah mengungkapkan fakta-fakta maladministrasi yang dilakukan Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Sumsel - Beragam fakta dalam kasus pemecatan 109 orang tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir Sumatera Selatan (Sumsel), kini sudah semakin terkuak.

Ombudsman RI perwakilan Sumsel pun memaparkan fakta penemuan investigasi di lapangan, yang juga ‘menelanjangi’ Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Dengan Tidak Terhormat (PDTH) Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.

Kepala Ombudsman Sumsel M Adrian Agustiansyah mengatakan, pemecatan ratusan nakes tersebut memang benar terjadi maladministrasi.

Beberapa fakta mengejutkan pun dibeberkan Ombudsman Sumsel, seperti tidak adanya SK resmi pengangkatan para tenaga honorer di lingkup RSUD Ogan Ilir Sumsel.

“Yang ada hanyalah SK Pemberian Insentif Honorarium dari Bupati Ogan Ilir dan surat perjanjian yang menjadi pedoman para nakes selama ini,” ujarnya, usai menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ke Sekda Ogan Ilir di Kantor Ombudsman Sumsel, Rabu (22/7/2020).

Fakta lainnya yaitu, nomor SK PDTH yang diterbitkan Bupati Ogan Ilir yaitu Nomor 191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020 lalu, ternyata sudah pernah diterbitkan.

Yaitu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Ogan Ilir, dengan Nomor 191/Kep/Balitbangda/2020 pada tanggal 6 Februari 2020 lalu.

Temuan ini menguatkan fakta yang didapatkan Ombudsman Sumsel, bahwa pihak yang menerbitkan SK tersebut tidak mengikuti aturan yang berlaku.

“Tidak adanya koordinasi dari managemen RSUD Ogan Ilir ke instansi berwenang, yaitu Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Ogan Ilir,” ujarnya.

Pemecatan yang dilakukan Ilyas Panji Alam, juga tidak berdasarkan nota usulan resmi dari pihak managemen RSUD Ogan Ilir. Dari hasil interogasi, direktur RSUD Ogan Ilir tidak pernah mengajukan usulan resmi pemecatan ratusan nakes tersebut.

Ombudsman Sumsel juga membongkar kesalahan tuduhan Bupati Ogan Ilir, yang menjadi alasan pemecatan para nakes. Yaitu 109 orang nakes tersebut bolos bekerja selama lima hari berturut-turut.

 

Temuan Mengejutkan

Ombudsman Sumsel ‘Telanjangi’ SK Pemecatan Ratusan Nakes Bupati Ogan Ilir
Kepala Ombudsman RI perwakilan Sumsel M Adrian Agustiansyah menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ke Sekda Ogan Ilir di Palembang (Dok. Humas Ombudsman RI perwakilan Sumsel / Nefri Inge)

“Ternyata sistem kerja di sana (RSUD Ogan Ilir) per shift. Jika diberlakukan hal tersebut, tidak ada satu orang nakes pun yang bolos bekerja selama lima hari berturut-turut,” katanya.

M Adrian juga mengungkap fakta menurutnya sangat fatal. Yaitu dari 109 orang nakes yang dipecat, ada 2 orang yang diberhentikan dengan nama Sari Wulandari dan Novita Sari tersebut, ternyata sedang menjalani cuti hamil.

Lalu, satu orang nakes yang juga masuk dalam daftar PDTH yaitu Apriana Nurul. Nakes tersebut ternyata sudah mengundurkan diri di RSUD Ogan Ilir, sebelum terjadinya pemecatan massal tersebut.

“Nakes tersebut sudah mengundurkan diri terhitung 1 Maret 2020, juga ikut diberhentikan,” ujarnya.

Pelanggaran Kode Etik

Ombudsman Sumsel ‘Telanjangi’ SK Pemecatan Ratusan Nakes Bupati Ogan Ilir
Penyerahan LAHP ke Sekda Ogan Ilir dilakukan di kantor Ombudsman RI perwakilan Sumsel di Kota Palembang (Liputan6.com / Nefri Inge)

Hasil investigasi Ombudsman Sumsel juga menguak, bahwa tudingan Bupati Ogan Ilir jika 109 orang nakes tersebut melanggar kode etik, lari dari tugasnya dan tidak mau melayani pasien Covid-19, adalah bukan ranahnya.

Pelanggaran kode etik yang dituduhkan juga, tidak bisa dijelaskan secara konkrit dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

“Yang lebih berhak penyatakan pelanggaran kode etik itu adalah tenaga internal RSUD Ogan Ilir dan organisasi profesi, seperti persatuan perawat dan bidan Indonesia,” ujarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya