Liputan6.com, Palembang - Kasus lainnya juga diungkapkan tenaga kesehatan (nakes) RSUD Ogan Ilir yang dipecat, NI, ketika para satpam harusnya bertugas menjadi garda terdepan untuk menanyakan riwayat awal pasien yang baru datang, enggan melakukannya karena tidak mau menggunakan APD.
NI pun terpaksa menjadi nakes garda pertama,yang menanyakan riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan awal.
Advertisement
Baca Juga
“Pembagian APD baru dibagikan sekitar satu bulan sebelum kejadian tersebut. Itu juga kami hanya dapat 3 lembar baju Hazmat, padahal ada 4 orang bidan yang bertugas. Jadi kami terpaksa saling pinjam, dan itu harus dicuci ulang terus. Bahkan kami pernah pakai baju hazmat dalam keadaan basah, ketika ada pasien yang datang ke IGD,” ujarnya, saat ditulis Kamis (6/8/2020).
NI juga membenarkan jika pembentukan tim Satgas Covid-19 di RSUD Ogan Ilir, dilakukan secara diam-diam dan terbatas. Serta pihak manajemen tidak pernah menanyakan kesediaan mereka, untuk bergabung menjadi Satgas Covid-19 RSUD Ogan Ilir.
Dia juga merasa adanya pilih kasih, antara nakes di IGD dengan Satgas Covid-19 dan nakes di ruangan lainnya. Seperti ketersediaan baju hazmat dan masker yang lengkap di ruang lain dan untuk Satgas Covid-19, sedangkan untuk para nakes di IGD dibatasi.
Lalu, tidak adanya asupan vitamin, makanan tambahan serta instruksi penggunaan rumah singgah ke mereka dan kejelasan insentif tambahan penanganan pasien Covid-19. Apalagi, seluruh pasien yang datang ke RSUD Ogan Ilir dialihkan semua ke ruangan IGD.
“Kalau kami ala kadarnya, kalau di ruangan lain semuanya lengkap. Untuk rumah singgah memang ada, tapi hanya diisi petugas Satgas Covid-19. Pihak manajemen (RSUD Ogan Ilir) tidak pernah memberitahu kami, dimana mau ambil kunci atau jadwal menginap di sana kapan,” katanya.
Kekurangan APD
Menurutnya, para nakes di IGD-lah yang menjadi garda pertama penanganan pasien Covid-19. Terlebih seluruh pasien dialihkan semua ke IGD RSUD Ogan Ilir. Sehingga paparan Covid-19 dirasakannya lebih mengancam para nakes di IGD, dibandingkan nakes di ruangan lain.
Untuk ketersediaan sarung tangan medis bagi bidan yang melayani pasien melahirkan, juga sangat terbatas. Karena penggunaan sarung tangan medis yang ada, tidak bisa dipakai jika dicuci ulang. Tidak hanya pasien yang akan terpapar bakteri, para bidan pun terancam kesehatannya.
“Kami pernah dibantu salah satu bidan desa di puskesmas Ogan Ilir. Dia memberikan kami sekotak sarung tangan medis, karena di sana pasokannya banyak. Jujur, kami malu. Karena kami bekerja di RSUD Ogan Ilir, tapi sarung tangan terbatas, di sana (puskesmas) malah ada banyak,” ucapnya.
Advertisement
Bantahan Dirut RSUD Ogan Ilir
Namun Direktur Utama (Dirut) RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah rentetan pengakuan mantan nakesnya tersebut.
Dia mengatakan bahwa apa yang diucapkan para nakes RSUD Ogan Ilir tersebut tidak benar. Seperti tidak adanya edukasi penggunaan hazmat ke para nakes di RSUD Ogan Ilir.
Serta terkait tidak ada informasi awal tentang tugas penanganan pasien Covid-19 dan pembentukan Satgas Covid-19 yang tertutup ke para nakes RSUD Ogan Ilir juga dibantahnya.
Bahkan dia juga kembali membantah, jika ada perlakuan khusus bagi 11 orang Satgas Covid-19 di RSUD Ogan Ilir, dibandingkan dengan nakes non-Satgas Covid-19.
“Tidak ada, (semua) tidak benar,” ucapnya singkat.