Perjuangan Bocah-Bocah Pemberani di NTT Jalan Kaki 4 Kilometer Demi Sekolah

Berjalan kaki empat kilometer setiap hari sudah menjadi kebiasaan anak-anak Kampung Hale saat bersekolah.

oleh Ola Keda diperbarui 31 Agu 2020, 07:39 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2020, 07:00 WIB
Pelajar di daerah terisolir
Foto: Anak-anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) Glak, Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) berjalan kaki 4 Km ke sekolah (Liputan6.com/Ola Keda)

Liputan6.com, Sikka - Jarum jam baru menunjukkan pukul 06:00 Wita. Suara tawa riang belasan anak Sekolah Dasar Negeri (SDN) Glak, Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) berangkat sekolah dengan berjalan menyusuri sepanjang dusun.

Mereka tertawa riang karena sudah bisa kembali ke sekolah usai sekolah menerapkan shift belajar. Berjalan kaki empat kilometer setiap hari sudah menjadi kebiasaan anak-anak Kampung Hale saat bersekolah.

"Bangunnya jam 5, biasanya mandi habis langsung sarapan. Jam setengah enam atau jam enam sudah berangkat,” ujar Veronika (9) siswa kelas 3 SDN Glak kepada Liputan6.com, Jumat (28/8/2020).

SDN Glak, berjarak sekitar empat kilometer dari kampung Hale. Sehingga anak-anak tersebut harus berjalan pulang pergi setiap mereka sekolah.

Untuk mencapai sekolah tersebut, puluhan siswa dari Kampung Hale harus menyusuri hutan belukar dengan jalanan yang masih rusak parah. Meski begitu, para siswa tetap bersemangat untuk bersekolah.

Setelah lelah berjalan kaki, anak-anak ini pun terpaksa harus belajar di teras kelas, karena keterbatasan ruang kelas. Sekolah yang terletak di kaki gunung api Egon ini, hanya memiliki enam ruangan.

Lima ruangan dipakai sebagai ruang kelas, dan satu ruangan sebagai ruang guru. Jangankan kelas, perpustakaan saja tak dimiliki sekolah ini.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Belajar Sistem Shift

Perjuangan Bocah-Bocah Pemberani di NTT Jalan Kaki 4 Kilometer Demi Sekolah
Pelajar SDN Glak, Kabupaten SIKKA, NTT belajsr di teras sekolah karena kekurangan ruang kelas. (Liputan6.com/Ola Keda)

Ketika pemerintah aktif mengampanyekan belajar daring, sekolah ini tak mampu melaksanakannya. Di wilayah ini belum ada jaringan telekomunikasi sama sekali. Pihak sekolah terpaksa tetap berkegiatan di sekolah dengan sistem shift.

"Kalau tidak gunakan teras sebagai untuk KBM, maka anak-anak tidak bisa belajar," ungkap Susana Loran, Kepala Sekolah SDN Glak.

Di saat musim hujan, anak-anak yang belajar di luar ruangan, tidak bisa mengikuti pelajaran. Kadang, anak-anak terpaksa belajar di bawah pohon jika teras sekolah terkana panas matahari.

Kondisi sekolah SDN Glak ini menaruh simpati Stef Sumandi, anggota DPRD Sikka. Ia mengaku akan mendorong pemerintah untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan sekolah.

Selain fasilitas sekolah, ia juga akan memperjuangkan beberapa persoalan di wilayah itu termasuk infrastruktur jalan dan jaringan telekomunikasi.

"Saya apresiasi kepada para guru, komite sekolah dan orangtua yang memutuskan untuk anak-anak bisa kembali sekolah dengan cara shift," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya