Liputan6.com, Pekanbaru - Selama tahun 2020 sudah ada 2 ekor harimau sumatra mati di Riau karena ulah pemburu. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan angka ini sangat signifikan terhadap satwa berkategori terancam punah itu.
Menurut Kepala Bidang II BBKSDA Riau Heru Sutmantoro, keadaan ini menjadi bukti pemburu satwa liar di Bumi Lancang Kuning terus beraksi. Intensitasnya cenderung meningkat dari tahun sebelumnya.
Advertisement
Baca Juga
"Yang jelas tahun ini peningkatan cukup drastis, 2 ekor mati itu sangat luar biasa," terang Heru, Rabu siang, 2 September 2020.
Dalam beberapa kasus, pemburu di Riau tak hanya menggunakan senjata api ataupun kawat dialiri listrik. Pemburu juga memasang jerat dari baja yang takkan bisa dilepas kalau harimau sudah terperangkap.
Operasi sapu jerat sudah beberapa kali dilakukan BBKSDA Riau menggandeng instansi lain. Hanya saja, luasnya hutan di Riau dengan ragam lembaga yang berwenang membuat pemburu memasang jerat baru.
"Beberapa waktu lalu ada sapu jerat tapi kan kemudian ada jerat-jerat baru yang dipasang," sebut Heru.
Dalam kasus kematian ini, Heru menyatakan harimau berada di hutan produksi. Di sana ada kebun masyarakat yang juga berbatasan dengan perusahaan pemegang konsesi hutan tanaman.
"Hutan produksi sudah di luar wewenang BBKSDA, makanya soal harimau ini perlu tanggung jawab semua pihak," jelas Heru.
Menurut Heru, BBKSDA Riau hanya punya wewenang di hutan konservasi ataupun suaka margasatwa. Sementara perusahaan diharap melakukan sapu jerat juga dan menjaga pintu masuknya dari pemburu liar.
"Lokasi harimau ini jaraknya dengan suaka margasatwa 1 kilometer, dari PT Seraya Sumber Lestari itu 45 meter, intinya semua pihak harus peduli," kata Heru.
Heru menyebut informasi harimau mati diterima tiga hari lalu. Pihaknya langsung ke lokasi dan menemukan harimau sumatra sudah membusuk dengan kondisi leher terperangkap jerat baja.
"Hasil neukropsi (bedah bangkai) harimau susah bernapas karena cengkeraman jerat di leher," kata Heru.