Liputan6.com, Garut - Proses belajar webiner atau online yang dilakukan di rumah siswa, menimbulkan masalah baru bagi Uus Rustandi, pedagang meja belajar karakter di Garut, Jawa Barat, akibat merosotnya omset penjualan.
Ibarat pribahasa, ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’ demikian pula dengan nasib Agus, panggilan akrab Uus, yang harus rela dirumahkan dari salah satu pabrik minuman bersoda di wilayah Rancaekek, Bandung, sejak masa pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia Maret lalu.
“Mau bagaimana lagi, saya akhirnya tiap hari berjualan meja belajar karakter ini,” ujarnya dalam obroan hangatnya dengan Liputan6.com, (10/9/2020) Kamis lalu.
Advertisement
Baca Juga
Menggunakan stelan baju jaket hijau, plus topi yang melekat di kepala, ia tampak santun melayani beberapa warga calon pembeli, yang mencoba menawar barang dagangannya di bilangan Jalan Merdeka, Garut.
“Rp30 ribu ya pak,” ujar salah seorang emak-emak muda, yang berhenti di atas motor maticnya, mencoba menawar salah satu meja belajar karakter yang dibutuhkan buah hatinya.
“Paling Rp35 ribu bu, kami hanya ngambil untung sedikit,” ujar Agus, meyakinkan calon pembeli, jika harga barang yang dijualnya memang murah meriah.
Menurutnya, omzet penjualan meja belajar karakter yang ia tawarkan, langsung terjun bebas setelah pemerintah melarang belajar tatap muka di sekolah.
“Dengan belajar online, siswa menjadi hilang karena belajar di rumah,” ujarnya.
Padahal biasanya, saat belajar tatap muka di sekolah, barang dagangan yang ia tujukan buat anak TK, PAUD dan Sekolah Dasar (SD) tersebut, terbilang ramai dan cukup digemari siswa di Garut.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Meja Belajar Nyaris Tak Laku
“Apalagi jika ada lomba menggambar, melukis atau membuat cerita, penjualan bisa sampai 100 buah,” kata dia.
Dengan gambar beragam karater yang menarik, mulai tokoh kartun idola seperti, Spiderman, Superboy, Hello Kitty, Mickey Mouse, hingga karekter hewan dan tumbuhan, membuat jualan Agus laris manis di kalangan siswa didik anak usia dini.
“Namun adanya belajar di rumah, membuat kami nelengsa dan merana,” kata dia, sambi sedikit tertawa menghibur diri.
Bahkan berbagai lomba yang biasanya digelar di luar sekolah, seperti di aula dan gedung terbuka lain, langsung lenyap setelah pemberlakukan belajar webiner diterapkan pemerintah.
“Padahal jika ada lomba menggambar atau melukis, itu merupakan tabungan buat kami,” ujarnya, mengenang.
Meski begitu, Agus tetap melanjutkan perjuangan. Baginya, menafkahi anak istri dari hasil keringatnya, jauh lebih mulia daripada hanya berkeluh kesah semata.
“Sekarang sudah bisa menjual 10 saja sudah alhamdulillah,” ujar dia menghibur diri.
Advertisement
Berharap Stimulus Pemerintah
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Agus berharap pemerintah gencar memberikan stimulus bantuan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat.
“Saya dapat informasi ada bantuan buat UMKM tapi tidak tahu caranya,” ujar dia.
Menurutnya, pemberian bantuan modal dianggap tepat untuk kembali menggairahkan ekonomi masyarakat, terutama UMKM bermodal pas-pasan seperti dirinya.
“Saya sebenarnya tidak membuat langsung, namun menjual hasil karya kakak saya dari Bandung,” ujar dia.
Sejak merebaknya wabah Covid-19 Maret lalu, kemudian dibarengi dengan penerapan kebijakan sekolah secara online di rumah siswa, omzet penjualan langsung turun drastis.
“Kami sempat drop, apalagi sebelumnya kerja juga di-PHK, karena perekonomian lesu,” ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, ia kemudian memilih berjualan meja belajar karakter. Baginya, penjualan sarana belajar siswa, tetap memberikan ceruk menguntungkan, meskipun terbilang minim, akibat rendahnya penujualan.
“Sekarang berapa pun yang terjual kami bersyukur, kadang jika bukan harinya, sampai merasakan tidak menjual satu pun meja belajar,” ujarnya.