Di Balik Tradisi Jamasan Pusaka pada Bulan Sura

Jamasan Pusaka menjadi tradisi yang secara turun-temurun dan identik dilakukan saat bulan Sura atau Muharram.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 17 Sep 2020, 00:00 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2020, 00:00 WIB
Bilah Pusaka yang Telah Diberi Warangan dan Peminyakan pada Bilahnya (Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Kerajaan yang ada di pulau Jawa khususnya Mataram Islam beserta pecahan kerajaan itu, secara turun temurun melakukan tradisi menjamas pusaka di bulan Sura.

Liputan6.com, Blora - Benda-benda pusaka merupakan peninggalan leluhur. Agar tidak korosi, bulan Sura seperti saat ini banyak yang melakukan prosesi jamasan pusaka. Satu di antaranya adalah Kandjeng Raden Mas Panji (KRMP) Edwin Putrakusuma.

Pemerhati benda pusaka yang sekaligus Sentana Dharah Dalem Karaton Surakarta Hadiningrat itu menjelaskan, kerajaan yang ada di pulau Jawa khususnya Mataram Islam beserta pecahan kerajaan itu secara turun-temurun melakukan tradisi menjamas pusaka pada bulan Sura atau Muharram.

Diketahui, pecahan Mataram Islam yakni Karaton Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Mangkunagaran Surakarta Hadiningrat, dan Pura Paku Alaman Ngayogyakarta Hadiningrat.

"Orang-orang yang mengoleksi dan memiliki warisan pusaka, terlebih para keturunan kerajaan islam di Jawa, juga melakukan prosesi penjamasan pusaka," kata Edwin kepada Liputan6.com, Selasa (15/9/2020).

Menurut Edwin, utamanya prosesi jamasan pusaka dilakukan pada malam 1 Sura. Karena ada pandemi, kerajaan pecahan Mataram Islam melakukan pada bulan Sura.

Dia bilang, proses yang paling penting dalam jamasan pusaka adalah tetap lestarinya budaya warisan leluhur dan hilangnya korosi yang terdapat pada bilah pusaka, serta agar tampak bersih dan indah kembali.

"Jamasan pusaka yang terpenting kita dalam keadaan suci, karena dalam membersihkan pusaka, pastinya berkomunikasi dengan Sang Hyang Tunggal," katanya.

"Berkomunikasi tentang rasa syukur kita telah diberikan kesempatan untuk merawat pusaka leluhur kita," Edwin menjelaskan.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Bahan dan Cara Menjamas Pusaka

Perendaman Bilah Pusaka Kedalam Air Kelapa Muda (Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Bahan Pokok dan Pendamping Dibutuhkan dalam Melakukan Proses Tahapan Jamasan Pusaka

Menurut Edwin, ada dua bahan yang diperlukan menjamas pusaka, yakni bahan pokok yang terdiri dari air kelapa muda, jeruk nipis, warangan, dan minyak pusaka. Kemudian bahan pendamping yang terdiri dari sesaji, dupa berserta kemenyan.

"Fungsi bahan pendamping itu sebagai wewangian ketika melakukan jamasan pusaka," kata Sentana Dharah Dalem Paku Buwono IV itu.

Edwin mengungkapkan, cara yang dilakukan untuk menjamas pusaka meliputi dua hal, yaitu pemutihan dan pewarangan.

Dia menerangkan, pemutihan adalah proses memutihkan kembali pusaka melalui media air kelapa muda dan jeruk nipis. Pusaka yang akan dijamas harus dilepaskan dulu dari warangka, deder, dan mendaknya, sehingga tersisa bilah pusaka. Kemudian, dimasukkan ke dalam air kelapa muda yang telah diberikan wadah untuk menjamas pusaka tersebut.

"Bilah pusaka didiamkan paling tidak 7 hari. Dalam proses 7 hari ini korosi yang terdapat pada bilah pusaka akan melunak dan luntur," katanya.

Setelah hari ke 7, kemudian pemutihan menggunakan media jeruk nipis. Pusaka yang telah direndam dengan air kelapa muda, kemudian digosok dengan jeruk nipis agar korosi pada pusaka tersebut dapat benar-benar hilang, lalu dikeringkan.

Pemberian Racun

KRMP Edwin Putrakusuma saat berbincang dengan Liputan6.com (Liputan6.com/Ahmad Adirin)
Pusaka sejenis keris, tombak, dan lain sebagainya, peninggalan leluhur yang dijadikan senjata perang di masanya

Menginjak pada proses yang kedua setelah pemutihan, yakni pewarangan pusaka. Pewarangan pusaka ini adalah pemberian racun pada bilah pusaka dengan menggunakan bahan warang dari arsenik.

Dia menjelaskan, bahan warang dibubukkan dan dicampur dengan perasan jeruk nipis yang telah diendapkan. Pusaka kemudian direndam pada cairan warangan hingga pamor dalam pusaka kembali muncul setelah dari proses pemutihan di awal. Setelah dirasa pamor sudah kuat dan indah kembali, bilah pusaka dapat disatukan dengan mendak, deder, dan ditutup dengan warangkanya kembali, serta disimpan pada tempat pusaka.

"Sebelumnya dapat pula diberikan minyak pusaka dengan aroma melati atau cendana. Hal ini untuk memperminim proses korosi pada bilah pusaka tersebut dan pusaka yang kita miliki beraroma harum tentunya," katanya.

Lebih lanjut, Edwin juga mengungkapkan, dalam merawat pusaka perlu diketahui banyak hal tersembunyi di dalamnya. Yakni tentang betapa hebatnya para empu pembuat pusaka yang dapat menciptakan mahakarya yang kuat dan hebat dengan izin-Nya.

"Pusaka sejenis keris, tombak, dan lain sebagainya, peninggalan leluhur yang dijadikan senjata perang di masanya," ucap Edwin di sela-sela menjamas pusaka di kediaman rumah istrinya, R Ngt Widyasintha di Jepon, Blora.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya