HEADLINE: Ancaman Bencana Akibat La Nina di Tengah Wabah Corona, Antisipasinya?

Pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah antisipasi bencana akibat La Nina. Diharapkan, fenomena ini tidak merusak tatanan kehidupan masyarakat atau menjadi penyebab penyebaran Covid-19.

oleh Ahmad ApriyonoLiputan6.com diperbarui 16 Okt 2020, 06:08 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2020, 00:00 WIB
20160907-Curah-Hujan-Jakarta-JT
Sejumlah gedung di Jakarta tertutup awan gelap sebelum turunya hujan, Rabu (7/9). BMKG memprediksi fenomena La Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi akan berlangsung hingga bulan September 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena La Nina mengancam masyarakat Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Bencana yang ditimbulkan dari fenomena ini bisa mengganggu segala sektor, seperti pertanian, perikanan, transportasi, termasuk berpotensi menyebabkan penularan Covid-19.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supari mengingatkan masyarakat Indonesia terkait fenomena La Nina yang akan terjadi di Indonesia ini.

Dikutip dari website resmi bnpb.go.id, La Nina merupakan peristiwa di mana terjadi penurunan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian timur, yang menyebabkan peningkatan kecepatan angin pasat timur yang bertiup di sepanjang samudera pasifik.

"Berdasarkan analisis dari potret data suhu permukaan laut di Pasifik. Saat ini La Nina sudah teraktivasi di Pasifik Timur," ujar Supari dalam keterangannya, pekan lalu.

Supari mengatakan bahwa La Nina akan menyebabkan bencana hidrometeorologi. Namun, dampak tersebut sangat bergantung pada musim dan bulan, wilayah, serta intensitasnya.

"La Nina akan berdampak pada anomali cuaca yang berujung pada bencana hidrometeorologi," kata Supari.

Supari mengingatkan bahwa La Nina dapat memicu frekuensi dan curah hujan yang jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga potensi banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

"La Nina membuat curah hujan akan naik. Bahkan sampai bulan April 2021. Potensi bencana yang ditimbulkan harus diwaspadai oleh masyarakat," ujar dia.

Menyikapi fenomena ini, Supari menyampaikan perlunya kewaspadaan terhadap kondisi hujan di atas normal pada 20 hari pertama bulan Oktober 2020.

Diperkirakan pada Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua.

Pada Oktober beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki musim hujan, di antaranya pesisir timur Aceh, sebagian Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Pulau Bangka, Lampung, Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah. Kemudian sebagian kecil Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Utara, juga sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat.

Para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.

Masyarakat juga diimbau agar terus memperbaharui perkembangan informasi dari BMKG dengan memanfaatkan kanal media sosial infoBMKG, atau langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.

BPBD tiap provinsi sudah mengimbau masyarakat untuk mewaspadai dampak La Nina ini. Seperti BPBD Banten yang mengimbau warga untuk mewaspadai terjadinya intensitas curah hujan tinggi yang menyebabkan potensi banjir, tanah longsor, bahkan banjir bandang.

"Maka kita juga harus tetap waspada dengan adanya fenomena ini, yang bisa mengakibatkan banjir bandang, dan longsor. Selain itu untuk daerah yang rawan longsor agar selalu waspada," kata Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten, Nana Suryana di Serang, pekan lalu.

Sementara, di Sulawesi Selatan, warga diharapkan mewaspadai badai sebagai dampak dari La Nina. Kepala Stasiun Klimatologi Kabupaten Maros, Hartanto menyebutkan bahwa wilayah pantai barat Provinsi Sulawesi Selatan harus waspada dalam menghadapi La Nina. Wilayah itu meliputi Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Parepare dan Kabupaten Pinrang.

"Januari merupakan puncak musim hujan di wilayah pantai Barat Sulsel. Sedangkan di wilayah Timur masuk puncak musim hujan pada Maret," kata Hartanto, Kamis (15/10/2020).

 

Infografis Waspada Bencana Alam Akibat La Nina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Waspada Bencana Alam Akibat La Nina. (Liputan6.com/Trieyasni)

Jika La Nina mengancam sejumlah kawasan di Indonesia bagian tengah dan timur, bukan berarti bagian barat Indonesia aman. Pasalnya di kawasan Sumatera dan sekitarnya juga ada potensi Indian Ocean Dipole, yaitu osilasi suhu permukaan laut yang tidak teratur di mana Samudera Hindia bagian barat menjadi lebih hangat secara bergantian (fase positif) kemudian menjadi dingin (fase negatif) dari bagian timur laut.

Rahmat Subekti, peneliti cuaca di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Raden Inten Lampung, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (15/10/2020) mengatakan, secara umum La Nina lebih berdampak di daerah Indonesia bagian tengah dan timur. Untuk wilayah Sumatera La Nina lemah hingga moderate, dan dampaknya tidak sekuat di wilayah tengah dan timur Indonesia.

"Tapi tetap perlu diwaspadai peningkatan curah hujan akibat la nina moderate ini," katanya.

Lebih jauh, Rahmat menjelaskan, La Nina fenomena alam yang terjadi Samudera Pasifik. Lokasinya yang jauh dari Pulau Sumatera turut mempengarungi besarnya dampak yang bakal terjadi.

"Ada fenomena serupa La Nina, tapi terjadi di Samudera Hindia, Namanya Indian Ocean Dipole. Ini secara umum pengaruh dan dampaknya kuat di Indonesia bagian barat, salah satunya Pulau Sumatera," katanya.

Sama halnya seperti fenomena La Nina, Indian Ocean Dipole terjadi karena perbedaan suhu muka laut di lautan sebelah timut pantai Afrika dan kawasan laut barat Indonesia.

Saat suhu muka laut pada salah satu kawasan tersebut menjadi lebih panas atau dingin dari biasanya, maka akan menyebabkan perubahan sirkulasi udara dan juga arus laut, yang berbeda dari kondiri biasanya. Perubahan sirkulasi inilah yang kemudian membawa dampak kondisi iklim, khususnya di Indonesia bagian barat.

Suhu muka laut yang menjadi lebih panas ini juga mempengaruhi tekanan udara di atas lautan yang hangat tersebut menjadi lebih rendah. Maka akan terjadi aliran udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Dalam konteks fenomena IOD, maka massa udara akan mengalir ke wilayah Indonesia, yakni Pulau Sumatera, jika suhu muka laut id perairan barat Indonesia lebih hangat.

IOD sendiri punya tiga fase, yaitu netral, positif, dan negatif. Pada fase negatif, suhu muka laut di barat Indonesia menjadi lebih hangat dari biasanya. Selisih suhu muka laut, antara muka alut pantai timur Afrika dan pantai barat Indonesia akan lebih kecil dari minus 0,5 derajat Celsius. Hal ini menimbulkan curah hujan yang berbeda dari biasanya di wilayah barat Indonesia hingga Australia.

Rahmat tidak bisa memastikan sejauh mana fenomena Indian Ocean Dipole berdampak pada peningkatan curah hujan di Indonesia bagian barat, sehingga menimbulkan dampak turunan berupa banjir bandang.

"Kami memantau sampai pengaruh pada informasi waspada peningkatan curah hujan saja. Soal bagaimana hujan ini bisa menimbulkan banjir bandang, itu sudah menjadi ranah BPBD, atau dengan KLHK jika kaitannya dengan tutupan hutan," katanya.

Dirinya juga mengatakan, fenomena La Nina atau El Nino atau Indian Ocean Dipole tidak bisa dipredikasi kapan terjadi curah hujannya dengan intensitas yang paling tinggi.

"Tapi perlu dilihat curah hujan hariannya, data itulah yang kemudian dijadikan dasar stakeholder atau pemerintah, untuk melihat kondisi di lapangan. Jika kondisinya rawan banjir, dan pada hari itu ada informasi dari BMKG misal curah hujan bakal tinggi, tinggal diserahkan kebijakannya di pemerintah setempat," katanya.

Simak video pilihan berikut ini:

Antisipasi Langkah Evakuasi

longsor-ilustrasi-131201b.jpg
Ilustrasi longsor

Yang pertama dilakukan ketika bencana akibat La Nina terjadi, yakni adanya langkah evakuasi warga. Terkhusus, pada tahun ini yang masih diselimuti pandemi Covid-19. Dengan persiapan yang matang, diharapkan tidak jatuh korban nyawa dari bencana alam ini. Selain itu, jangan sampai lokasi evakuasi justru menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan mengatakan, kesiapsiagaan harus dilakukan di setiap tingkatan di seluruh daerah. Dia meminta camat, lurah, kepala desa hingga RT untuk menyiapkan lokasi aman bagi warganya jika terjadi fenomena La Nina.

"Pastikan tempat evakuasi sementara dapat digunakan, setiap daerah rawan bencana harus miliki tempat evakuasi sementara," kata dia.

Dia juga meminta agar setiap pejabat di daerah untuk memastikan lokasi evakuasi sementara tersebut aman digunakan. Namun dia juga menegaskan untuk tetap menjalani protokol kesehatan di tempat-tempat evakuasi.

"Identifikasi rumah aman yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi sementara. Jangan sampai tempat evakuasi menjadi klaster baru Covid-19," kata Lilik.

Selain itu, dia mendorong adanya perekrutan relawan sejak dini untuk menghadapi dampak dari fenomena La Nina di Indonesia, baik di tingkat kabupaten/kota, maupun provinsi.

Menurutnya, para relawan itu akan sangat diperlukan, mengingat dampak yang akan ditimbulkan dari fenomena La Nina dianggap bisa lebih buruk dari bencana hidrometeorologi lainnya.

"BNPB telah meminta pihak BPBD kabupaten dan kota untuk melakukan beberapa langkah strategi (menghadapi La Nina). Salah satunya dengan menghimpun dukungan SDM (Sumber Daya Manusia). Khususnya sukarelawan dan dukungan lainnya," kata Lilik.

Antisipasi di Sektor Pertanian

Ilustrasi – Petani di Cingebul, Lumbir, Banyumas sedang panen padi. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Petani di Cingebul, Lumbir, Banyumas sedang panen padi. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sektor pertanian merupakan sektor vital di Indonesia. Pasalnya, mayoritas komoditas pangan warga Indonesia mengandalkan hasil pertanian dalam negeri. Namun, sektor ini juga rentan terdampak bencana akibat fenomena La Nina.

Begitu pentingnya sektor ini bagi hajat hidup masyarakat, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para menterinya untuk mengantisipasi dampak fenomena La Nina di sektor pertanian.

"Dampak dari La Nina ini terhadap produksi pertanian agar betul-betul dihitung," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas secara virtual, Selasa (13/10/2020).

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta lembaganya mengantisipasi dampak La Nina. Salah satu hal yang harus dilakukan meniadakan alih fungsi lahan.

"Tadi Bapak Presiden mengingatkan tentang pentingnya masalah lahan. Tidak boleh ada alih fungsi lahan," ujarnya melalui YouTube BNPB Indonesia, Selasa (13/10/2020).

Namun, kata Doni, ketika terjadi alih fungsi lahan maka segera tanami dengan tanaman yang memiliki kemampuan mengikat partikel tanah sangat kuat.

Tak hanya alih fungsi lahan, Jokowi juga mengingatkan soal penambangan liar atau illegal mining untuk mengantisipasi dampak La Nina.

"Presiden juga mengingatkan tentang illegal mining sebagaimana yang terjadi pada awal tahun 2020 ini di daerah Banten," jelas Doni.

Tidak hanya mengingatkan untuk menghentikan alih fungsi lahan, pemerintah pun akan menyiapkan asuransi bagi petani dan petambak sebagai bantalan jika sewaktu-waktu bencana alam merusak lahan dan usaha mereka.

"Soal asuransi, Ibu Sri mulyani sudah jelaskan bahwa sekarang sudah dibuat satu fund untuk itu (pertanian dan perikanan)," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.

Menurut dia, saat ini program asuransi untuk petani dan petambak terdampak bencana alam, termasuk La Nina masih dalam tahap finalisasi. Sehingga dia tak menjelaskan secara rinci skema serta syarat asuransi yang disiapkan tersebut.

"Memang masih difinalisasi, sehingga kalau ada bencana asuransi ini bisa membantu," kata dia.

Antisipasi di Sektor Transportasi

Ilustrasi Kapal Tenggelam (2)
Ilustrasi Kapal Tenggelam

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan upaya antisipasi menghadapi bencana hidrometerolog akibat adanya peningkatan curah hujan pada bulan depan dan potensi dampak La Nina.

"Menindaklanjuti arahan Presiden untuk mengantisipasi adanya bencana hidrometeorologi. Kami sudah melakukan sejumlah antisipasi khususnya di sektor perhubungan udara dan laut," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Selasa (13/10/2020).

"Kami meminta seluruh penyelenggara sarana dan prasarana transportasi dan stakeholder terkait lainnya untuk melakukan upaya antisipasi dan penanganan tanggap darurat," tambah Budi.

Dia menuturkan, di sektor udara, Kemenhub telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kegiatan Penerbangan pada Kondisi Weather Minima. Weather minima yaitu suatu kondisi visibiltas atau jarak pandang yang terbatas karena faktor cuaca.

"SE tersebut ditujukan kepada penyelenggara angkutan udara, bandar udara, navigasi penerbangan, dan pelayanan informasi meteorologi penerbangan," ucapnya.

Di dalam SE tersebut, Budi menginstruksikan kepada pihak-pihak terkait untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan antisipasi jika terjadi kondisi weather minima sesuai SOP. Seperti informasi perubahan cuaca, instruksi kepada pilot, memastikan keandalan dan akurasi peralatan navigasi penerbangan, mengukur visibility runway, dan sebagainya.

"Kemenhub juga telah memetakan dan melakukan upaya antisipasi di 15 bandara yang berlokasi di daerah rawan tsunami seperti Bandara Binaka Gunung Sitoli, Minangkabau, Ngurah Rai, Balikpapan, Mamuju, Luwuk, Ende, Maumere, Melongguane, Ternate, Weda, Buli, Ambon, Manokwari, dan Biak," tutur Budi.

Sementara, di sektor laut, dirinya menginstruksikan kepada jajaran Ditjen Perhubungan Laut yaitu di Direktorat Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) dan Kenavigasian, Distrik Navigasi, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya antisipasi.

Antisipasi yang dilakukan seperti menerbitkan Maklumat Pelayaran jika terjadi cuaca buruk dan gelombang tinggi, mengoptimalkan tim respons cepat Ditjen Perhubungan Laut terkait kesiapsiagaan tanggap darurat.

"Juga untuk mengoptimalkan sarana bantu navigasi pelayaran dan telekomunikasi pelayaran melalui Vessel Traffic System (VTS), berkoordinasi dengan Basarnas, serta menyiagakan kapal patroli," terangnya.

Budi menambahkan, Kemenhub melalui Ditjen Perhubungan laut juga melakukan integrasi sistem sensor penerima peringatan atau sensor warning receiver system new generation yang dipasang di VTS pada pelabuhan-pelabuhan yang rawan Tsunami.

Penempatan alat penerima peringatan tersebut dipasang di beberapa pelabuhan seperti di Bakauheni, Bali, Ambon, Teluk Bayur, dan di Marine Command Center (MCC) yang berada di kantor Pusat Kemenhub Jakarta.

"BMKG memprediksi fenomena La Nina akan menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia. Diperkirakan curah hujan akan naik 20 sampai 40 persen di atas normal," dia menandaskan.

 

Reporter: Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya