Keresahan Sopir Truk Luwu Timur Setiap Kali Hendak Menyebrang ke Sulteng

Sopir truk resah setiap kali hendak menyebrang ke Sulawesi Tengah melalui penyebarangan Tomuti, Luwu Timur karena banyaknya dugaan pungli di sana.

oleh Eka Hakim diperbarui 20 Okt 2020, 13:30 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2020, 13:30 WIB
Mobil truk resah setiap kali melintas di penyebrangan Tomoti, Luwu Timur ke Sulteng (Liputan6.com/Eka Hakim)
Mobil truk resah setiap kali melintas di penyebrangan Tomoti, Luwu Timur ke Sulteng (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Luwu Timur - Sejumlah sopir truk mengaku resah saat melintas di Pos Polisi Penyeberangan Kecamatan Tomoti, Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan. Mereka dimintai sejumlah uang setiap kali hendak menyeberang oleh aparat gabungan yang berada di sana. 

Sopir truk angkutan inisial AS misalnya. Ia menceritakan keresahan yang dialaminya bersama para sopir truk lainnya saat melintas di pos penyeberangan yang dimaksud. 

Setiap melintas pos tersebut, semua sopir truk pengangkut diharuskan menyetor uang sebesar Rp100 ribu hingga Rp300 ribu ke petugas gabungan yang berjaga di pos itu. Ada dari Polsek Wotu, Mangkutana, dan Polsek Berau yang wilayah tugasnya sekitar Malili.

"Kalau tidak bayar, petugas yang di pos akan menghubungi Reskrimsus Polres dan sopir diarahkan ke Polres sedangkan truknya ditahan di Polsek Mangkutana," ucap AS via telepon, Selasa (20/10/2020).

Ia mengaku bahwa hampir semua mobil truk angkutan yang melintas pasti tidak lengkap dokumen angkutannya. Misalnya ketika mengangkut kayu dimana dokumennya harus berjumlah 8 jenis dokumen untuk dinyatakan lengkap. Sementara sopir truk pengangkut kayu hanya memiliki 6 hingga 7 jenis dokumen saja.

Sekali lagi ia tak menampik jika para truk pengangkut kayu tidak memiliki dokumen lengkap. Karena jika mereka berupaya melengkapi semua dokumen, maka tak ada apa-apa yang bisa didapatkan dari hasil pengangkutan kayu tersebut.

"Itulah yang menjadi alasan dari petugas Kepolisan saat berjaga di pos tersebut," ucap AS.

Para truk pengangkut kayu yang tidak bisa menyetor Rp100 ribu hingga Rp300 ribu di Pos Polisi penyeberangan tadi, maka dikoordinasikan selanjutnya ke Satuan Reskrim Polres Luwu Timur (Lutim).

"Sopirnya disuruh ke Polres menghadap Kanit Reskrim sedangkan truk angkutannya disimpan di Polsek Mangkutan," jelas AS.

Para petugas yang berjaga di pos penyeberangan tersebut selalu menjadikan kelebihan muatan hingga berkas tidak lengkap sebagai alasan agar para sopir truk pengangkut yang melintas wajib untuk menyetor uang Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.

"Saya pernah ditangkap, dan disuruh membayar Rp3 jutaan. Kami juga memang bersalah karena perbuatan kami. Tetapi kami juga merasa terganggu karena apabila melintas pasti kami disuruh membayar. Sebagai rakyat kecil kami kesulitan dalam mencari uang makan, terkadang kami tidak mau berikan uang tapi itu tadi, kami tidak mau bermasalah dengan Polisi," ungkap AS.

Saat ini, ia mengaku ada panggilan dari Polres Lutim untuk menghadap. Hanya saja ia tidak mau mengangkat telepon dari anggota Polres tersebut karena masih ada berkas yang belum ia lengkapi waktu truknya ditahan dan diminta untuk membayar perbulan sebesar Rp5 juta dan ia belum menyetor uang yang diminta tersebut.

"Bagaimana caranya saya mau setor kalau muatan kayu hanya sekali dalam sebulan. Besaran uang setoran itu tergantung dari penyidiknya," beber AS.

Ia berharap kegiatan yang meresahkan para sopir truk pengangkut di Lutim tersebut bisa segera berakhir agar ia bersama para sopir truk lainnya bisa melanjutkan bertahan hidup mencari uang makan meski nilainya tidak seberapa. Namun jika budaya setor menyetor itu tetap berlangsung maka sebagai rakyat kecil dan miskin ini kemana lagi mencari uang untuk sesuap nasi buat keluarga di rumah.

Sebenarnya kata dia, pos penyeberangan yang dimaksud sudah beberapa tahun ditiadakan. Cuma tiba-tiba difungsikan kembali setelah berita virus corona mencuat di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia.

"Pos penanggulangan virus corona di situ sudah tidak ada. Sekarang ditempati oleh para petugas gabungan dari beberapa Polsek di Malili," jelas AS.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Pengakuan Sopir Lainnya

Antrian Truk
Ilustrasi (Istimewa)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh sopir truk pengangkut kayu, inisial MU. Ia mengatakan dirinya kurang tahu soal pungli di daerah pos penyeberangan Kecamatan Tomoti. 

"Tapi yang jelas kalau ada teman truk pengangkut kayu yang mau melintas daerah situ pasti membayar," kata MU.

Hampir semua kendaraan truk pengangkut yang melintas di Pos Polisi penyeberangan yang dimaksud diminta membayar bahkan sampai dengan mobil penumpang juga turut berimbas sama. 

"Saya tidak tahu siapa yang memalak. Saya hanya melihat ada beberapa anggota lalu lintas yang sedang bersantai di kursi dalam pos itu," jelas MU.

Sopir truk pengangkut yang melintas di pos penyeberangan diharuskan menyetor Rp100 ribu hingga Rp300 ribu meski surat-surat kendaraannya lengkap. Kalau tidak setor, maka ia langsung ditahan atau tidak dibiarkan lanjutkan perjalanan.

"Saya dulu sempat ditahan didaerah sekitar situ. Tapi setelah saya membayar baru bisa dikasih lolos. Baru-baru ini saja sopir saya lainnya dikenakan denda sebesar Rp3,5 juta dan selama 2 hari mobil anggota saya ditahan di Polsek Mangkutana," terang MU.

Meski demikian, ia kurang tahu jelas identitas oknum Kepolisian yang kerap meminta uang setoran kepada para sopir truk yang melintas di situ. 

"Karena bergantian jaga, biasa juga personil gabungan ada dari beberapa Polsek wilayah Malili," tutur MU.

Ia mengatakan hingga saat ini aktivitas yang dimaksud masih berlangsung. Dimana mereka menjalankan aktivitas tak terpuji tersebut terhitung sejak dini hari alias sekitad pukul 02.00 wita.

"Apabila tidak diikuti kemauanya ini, oknum yang dimaksud langsung membawa truk masuk ke dalam Kantor dan kemudian membuka tenda truk untuk diperiksa. Tapi ujung-ujungnya uang," MU menandaskan.

Penjelasan Polres Luwu Timur

Antrian Truk
Ilustrasi (Istimewa)

Kapolres Luwu Timur, AKBP Indratmoko dikonfirmasi via telepon mengatakan tak tahu menahu terkait adanya pemeriksaan setiap mobil di wilayah Towoti yang kemudian berakhir dengan meminta uang kepada pengendara yang diduga dilakukan oleh bawahannya.  

"Dimana? ahh? kalau daerah Towoti belum ada masuk laporan pungli, ini yang melakukan pungli Polisi?," ucap Indratmoko via telepon, Selasa (20/10/2020). 

Sejauh ini, ia mengaku belum mendapat laporan adanya pungli hingga dugaan pemerasan terhadap setiap pemilik kendaraan yang alih-alih dilakukan oleh Unit Reskrim Polres Lutim.

"Yahh kalau diarahkan ke Reskrim itu proses namanya, oleh siapa? petugas reskrim? mintanya gimana tuh? menyetor dalam rangka?," jelas Indratmoko.

Ia menyebutkan pemeriksaan terhadap setiap kendaraan guna mengecek kelengkapan dari setiap dokumen pengendara serta muatan yang diangkut itu merupakan hal yang wajar. Namun, ketika terjadi aksi meminta uang kepada setiap sopir hingga diharuskan untuk menyetor setiap bulannya itu tak harus dilakukan oleh personil Kepolisian.

"Kalau disweeping memang karena apabila suratnya tidak lengkap yah ditahan, tetapi ditahannya ini untuk dicek bener tidak suratnya? bagus tidak muatannya? yah kalau gitukan (minta uang) tak perlu lo tanya pasti tak diperbolehkan karena minta uang tiap bulan," jelas Indratmoko.

Ia meminta para pengendara yang diduga telah menjadi korban untuk segera melaporkan kejadian tersebut sehingga nantinya oknum Polisi yang melakukan pemerasan terhadap pengendara segera diproses. 

"Di Polres kan ada tim saber pungli tuh, jadi bisa diproses siapa anggotanya, yah pastilah akan diproses apabila ditemukan, cuman kan harus ditahu dulu siapa yang minta, kapan dikasih dan berapa jumlahnya?. Saya tunggu sekarang di sini untuk membuat laporan," Indratmoko menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya