Liputan6.com, Demak - Teriakan histeris ketakutan karena bencana puting beliung di Desa Karangsono, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (23/2/2021) hingga saat ini masih membekas. Warga yang berlarian, berteriak minta tolong.
Kini warga membersihkan puing-puing rumah dan genteng yang pecah. Sesekali mereka masih membicarakan puting beling yang mengamuk di kampung mereka.
Baca Juga
Bagi kaum lanjut usia yang tinggal sekitar 45 hingga 50 tahun di desa penghasil batu bata terbesar di Kota Wali itu, bukan saja insiden memilukan yang baru saja dialaminya. Kenangan mereka langsung masuk pada hari yang sama yakni Selasa pada tahun 1990.
Advertisement
Kala itu, insiden yang sama juga pernah menimpa desa yang sebelumnya dikenal sebagai desa penghasil genteng Kemiri tersebut.
“Sekitar 30 tahun lalu sama kejadiannya seperti ini. Puluhan rumah rusak beberapa ada yang roboh juga. Termasuk dua rumah saya roboh,” kenang Darwi (50), korban angin puting beliung, Desa Karangsono, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Rabu (24/2/2021).
Pengrajin batu bata itu menceritakan, tepat hari yang sama yakni Selasa dirinya harus mengungsikan anaknya yang baru berusia sehari dari amukan angin puting beliung.
“Anak pertama saya ungsikan ke rumah mbah buyutnya. Ditutup caping (topi dari bambu) saat itu masih hujan lebat kami sembunyikan anak di rumah Mbah Paki ya Mbah buyut anak saya yang sekarang telah kami bangun rumah ini,” katanya sambil menunjukan rumahnya.
Saat mengungsi, Darwi yang baru pulang dari kerja menjaga soundsistem di tetangganya yang sedang hajatan tidak sempat melihat kondisi rumahnya.
“Malah saya dikabari tetangga jika dua rumah saya roboh. Saya sempat lupa, tadi diingatkan sama bapak saya bahwa kejadianya persis di hari Selasa bedanya jika 30 tahun lalu kejadian pas Maghrib sekarang masih sore masih terlihat. Jika saat itu kejadian Selasa Pon kemarin Selasa Kliwon,” tambahnya.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Ajaib, 1 Keluarga Selamat Meski Rumah Rata dengan Tanah
Dalam bencana angin puting beliung 2021 Darwi yang telah memiliki satu cucu mengaku tidak mengalami kerugian besar. Pasalnya rumahnya telah dibangun secara permanen menggunakan dinding batu bata yang dibuatnya sendiri.
“Sebelumnya di sini lebih banyak yang buat genteng dibanding batu bata. Sekarang di sini semua buat batu bata. Ada ratusan pengrajin,” ujarnya.
Keajaiban yang juga menjadi pembicaraan yakni selamatnya keluarga Hardi. Hardi bersama Yanti, istrinya dan dua anak yang masih pelajar SMA dan balita selamat dan tidak luka sedikitpun kendati rumah tempat tinggal mereka roboh dan rata dengan tanah.
Pria yang setiap hari kerja sebagai petugas kebersihan desa itu, selamat setelah bersembunyi di balik papan. Karena kampung jauh lebih padat dibanding 30 tahun lalu, maka jumlah rumah yang rusak jauh lebih banyak. Namun hanya jumlah rumah yang sampai roboh tahun 2021 lebih sedikit.
“Semua sehat tidak ada yang luka. Hanya Yanti kepalanya benjol terbentur kayu,” kata Sungkono, tetangga Hardi sembari membersihkan rumahnya.
Tidak saja kerusakan rumah dan barabg elektronik, namun angin puting beliung yang juga merusak lingga tempat pembakaran batu bata juga menyebabkan kerugian jutaan rupiah karena banyak batu bata siap bakar kehujanan.
Desa Karangsono sebelumnya merupakan pusat kerajinan genteng kemiri berubah status menjadi desa pengrajin batu bata.
Advertisement