Nestapa Petani Teh Garut di Balik Keindahan Hamparan Kebunnya

Meskipun termasuk komoditas unggulan, tetapi justru harga komoditas teh di Garut, Jawa Barat, tak pernah beranjak di angka Rp2.200 per kilogram dalam tiga tahun terakhir.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 01 Apr 2021, 06:52 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi Kebun Teh
Sebagian ibu-ibu warga Kabupaten Kerinci di kaki Gunung Kerinci adalah pemetik teh peninggalan Belanda yang kini dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Garut - Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sejak 2018 lalu, harga komoditas daun teh Garut, Jawa Barat tidak beranjak naik di kisaran Rp1.800–Rp 2.200 per kilogram. Kondisi ini turut menghambat geliat perkembangan industri teh di kota Garut.  

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Garut Ardhy Firdian menyatakan, komoditas daun teh Garut memang terkenal unggul sejak lama, tetapi sayang harga serapan pucuk teh hijau segar dari petani terbilang rendah.

"Saya sendiri kurang begitu tahu faktor penghambatnya apa, namun memang dalam tiga tahun harganya bergerak di kisaran itu," ujarnya, Rabu (31/3/2021).

Saat ini, sebaran penanaman tanaman teh di Garut tersebar di beberapa kecamatan mulai Cisompet, Cikelet, Cibalong, Pamulihan, Cilawu, Pakenjeng, Bungbulang dan kecamatan lainnya dengan total tanam sekitar 50 ribu hektare.

"Angka itu merupakan gabungan dengan total lahan perkebunan besar yang dikelola negara dan swasta," ujar dia menerangkan.

Rinciannya, total luasan lahan perkebunan besar baik negara atau swasta mencapai 22.748 hektare, sementara luasan perkebunan rakyat mencapai 27.160 hektare.

"Sebenarnya angka perkebunan rakyat sifatnya fluktuatif bisa lebih kadang juga di bawah itu," kata dia.

Sedangkan, total produksi daun teh pucuk segar yang berhasil dipanen dari wilayah perkebunan teh di Garut mencapai 5.200 ton per tahun. Angka itu gabungan dari total produksi perkebunan yang dikelola negara, swasta, hingga masyarakat sekitar.

"Total produksi perkebunan rakyat sekitar Rp3.900 ton, sementara perusahaan hanya sekitar 1.360 ton per tahun," kata dia.

Namun sayang, kondisi itu tidak berbanding lurus dengan nilai jual teh segar di pasaran. Saat ini, harga serapan komoditas teh di Garut berkisar di angka Rp1.800–Rp2.200 per kilogram.

"Bahkan, pernah Rp1.600 per kilogram, namun sudah kembali di interval harga itu," Ardhy menegaskan.

Rendahnya harga serapan teh segar membuat geliat usaha di sektor komoditas teh, tidak seindah kopi yang pamornya terus naik. "Sebenarnya potensinya sangat menjanjikan, mungkin perlu terobosan untuk menaikkan pamor teh Garut," kata dia.

Seperti diketahui, jejak tanaman teh di Garut terbilang lama. Dalam beberapa literasi diketahui, tanaman teh hijau pertama kali masuk Garut sekitar 1827. Saat itu, Belanda sukses melakukan uji coba menanam teh di kebun percobaan milik mereka di wilayah kecamatan Cisurupan, Garut.

Bahkan, dalam perjalanan selanjutnya, perkembangan perkebunan teh Garut semakin luas pada era kepemimpinan Karel Frederik Holle, yang ditugaskan Belanda mengurusi perkebunan rakyat di Garut. Hingga menjadikan kilau daun teh Garut, membuat pemandangan alam Garut cantik dan indah sesuai julukannya Swiss van Java.

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya