Liputan6.com, Palembang - Bersenang-senang di dunia malam, bergemilang harta, hidup dengan seks bebas pernah mewarnai hidup Ari (25). Pria bertubul gempal ini, bahkan mencari rezeki dengan menjadi muncikari selama beberapa tahun, mulai dari 2018 hingga pertengahan tahun 2020.
Awalnya warga Seberang Ulu Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) tersebut, berkenalan dengan seorang wanita di media sosial (medsos) berinisial AN, yang berdomisili di Jakarta. Komunikasi yang intens akhirnya membawa AN (20) ke Kota Palembang dan bertemu dengan Ari di salah satu diskotek di Kota Palembang.
“AN ternyata merupakan pekerja seks dan ingin mencoba peruntungan di Kota Palembang. Dia juga punya kenalan mucikari di Palembang. Akhirnya kami ketemu dan saling cerita,” katanya kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).
Advertisement
Baca Juga
Tak lama kemudian, dia bertemu temannya dari luar kota dan meminta untuk dicarikan Pekerja Seks Komersial (PSK). Peluang ini dimanfaatkannya untuk mendapatkan rezeki, dengan menyediakan PSK.
Ari lalu menawarkan AN untuk melayani temannya tersebut. Gayung pun bersambut, AN menerima tawaran Ari dengan tangan terbuka. Dia akhirnya mengantarkan AN ke salah satu hotel, tempat temannya menginap.
“Itu adalah pertama kali saya menjadi muncikari. Dari Rp1,5 juta yang didapatkan AN, saya dapat upah Rp300.000, belum lagi ada uang tambahan dari teman saya,” ujarnya di Palembang.
Hobinya yang suka ke diskotek, membuat Ari lebih mudah mencari para PSK yang bisa dijualnya. Para PSK yang direkrutnya, berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari gadis belia, mahasiswa hingga orangtua tunggal.
Tak sedikit, para PSK yang disediakan Ari menetap di rumah susun (rusun) di Jalan Radial Kelurahan 26 Ilir Palembang Sumsel. Dia tidak mematok jatah dari para PSK saat mendapatkan pelanggan. Namun dalam sekali transaksi, Ari mengantongi Rp100.000 hingga Rp1 juta.
“Ada juga PSK di Rusun 26 Ilir Palembang yang buka jasa prostitusi di dalam kamarnya. Rata-rata di rusun tersebut dipatok Rp400.000 hingga Rp500.000. Saya dapat Rp100.000-Rp200.000 untuk pelayanan singkat,” ucapnya.
Diakuinya, banyak para PSK yang digandengnya berasal dari luar Pulau Sumatra. Seperti dari Jakarta, Bandung, Tasikmalaya dan Surabaya. Para PSK dari luar Sumatra, lebih banyak diminati para pelanggan dibandingkan PSK asal Sumsel.
Ari membeberkan, bisnis prostitusi di Kota Palembang paling besar berada di kampung baru atau dikenal dengan eks lokalisasi di Jalan Teratai Kilometer 7 Palembang. Lalu, marak juga di Rusun 26 Ilir hingga di seputaran Jalan Dwikora Palembang Sumsel.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :
Transaksi Narkoba
“Di lokasi itu memang terkenal menyediakan para PSK. Harganya juga tergantung negosiasi antara pelanggan dan PSK. Kalau yang murah, memang banyak di rusun,” ujarnya.
Dia menceritakan, jika di salah satu blok di Rusun 26 Ilir Palembang tepatnya di lantai atas, ada penyewaan kamar beserta PSK. Namun di lantai bawah, penjagaannya sangat ketat sehingga tidak mudah bagi orang di luar yang mudah masuk ke blok tersebut.
Pernah suatu saat, dirinya mendatangi salah satu blok di rusun. Ari langsung didekati oleh seorang wanita paruh baya. Perempuan tersebut tanpa basa-basi langsung menawarkan para anak asuhnya.
“Mami langsung menunjukkan foto-foto PSK yang cukup menarik, jadi saya tunjuk salah satu foto. Karena saya tidak mau main di rusun, PSK yang saya pilih itu akan diantar oleh ojek pangkalan di sana, ke tempat saya menginap,” ujarnya.
Ada juga PSK di Rusun 26 Ilir Palembang, yang sering menjajakan dirinya dengan bayaran narkoba. Dia mengetahui informasi tersebut, karena ada beberapa kenalannya, yang mau melayani pelanggannya, hanya dengan bayaran narkoba jenis sabu.
Advertisement
Pertaubatan PSK
Kendati uang yang diperolehnya cukup banyak, namun Ari memilih jalan pertaubatan karena ingin membangun rumah tangga bersama kekasihnya. Dia menghilangkan jejak dengan mengganti seluruh nomor teleponnya dan mengurangi pergi ke hiburan dunia malam.
Jalan pertaubatan juga dipilih Osi (35), mantan penghuni Rusun 26 Ilir Palembang Sumsel. Kehidupan malam yang sempat dijalaninya dari tahun 2004 hingga 2008 lalu, tak mudah dilupakannya.
Wosi yang asli warga Lampung ini, memilih hijrah ke Kota Palembang karena bertengkar dengan orangtuanya. Dia pernah bekerja di rumah makan, namun penghasilan yang didapatkannya minim.
“Saya coba-coba kerja jadi Lady Escort (LC) di salah satu karaoke, tapi saat itu belum jual diri. Lama-kelamaan, capai juga kerja seperti itu. Karena sudah banyak kenalan, saya akhirnya memberanikan diri untuk jadi PSK secara mandiri,” katanya.
Karena wajahnya yang rupawan, tak jarang Osi sering ditaksir oleh para muncikari di Rusun 26 Ilir Palembang. Namun dirinya menolak, karena hasilnya harus dibagi dua dengan muncikari.
Mengajar Ilmu Agama
Selama menjadi PSK, Osi selalu memilih melayani pelanggannya di hotel berbintang dengan tarif Rp1,5 juta hingga Rp2 jutaan untuk jasa pelayanan singkat.
“Di rusun memang terkenal banyak bisnis prostitusi, tapi saya tidak mau menjadi bahan cibiran orang, dengan membuka kamar untuk pelayanan seksual,” ungkapnya.
Namun di tahun 2010, dia meninggalkan bisnis prostitusi yang sudah dibangunnya. Ada beberapa alasan yang membuat Wosi menanggalkan statusnya sebagai PSK.
“Kakak dan ibu saya meninggal dunia. Dulu waktu mereka hidup, saya mencari dana pengobatan mereka dan terpaksa jadi PSK. Tahun 2010 juga, ada seorang pria yang akhirnya menikahi saya, walau pun saat ini kami sudah pisah. Tapi itu puncak saya benar-benar meninggalkan dunia malam,” katanya.
Kini Osi hidup berbahagia bersama suami barunya di salah satu kabupaten di Sumsel. Dia juga mengisi aktivitasnya dengan mengajarkan baca tulis Alquran, bagi anak-anak di sekitar tempat tinggalnya.
Advertisement