Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho mencatat setidaknya ada lima tren ekonomi global dewasa ini yang dampaknya meluas termasuk ke Indonesia. Tren ini sebaiknya dimitigasi dalam arti diantisipasi dampak negatifnya dan dicari sisi peluangnya.
Pertama, ada kekhawatiran stagflasi di Amerika Serikat. Stagflasi adalah kondisi ekonomi yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan angka pengangguran yang tinggi.
"Kenaikan inflasi tidak dibarengi pertumbuhan," jelas Akademisi Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB tersebut, dalam keterangannya, Rabu (27/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Dalam kondisi demikian, investor akan memindahkan portofolionya ke bond global, cryptocurrency, dan emas.
"Peluangnya, Indonesia bisa roadshow tawarkan bond ke bursa-bursa asing."
Kedua, ada tren nflasi dan krisis energi yang bersamaan di berbagai negara. Anggoro mencontohkan, kini Amerika Serikat menunggu negosiasi Jerman-Rusia yang ditengahi Uni Eropa soal pipa gas Laut Baltik.
Adapun China sedang krisis batubara, tidak akan mengimpor dari Australia karena balasan atas dukungan investigasi Australia terhadap WHO atas China dalam penanganan Covid-19.
"Indonesia agar mengambil peluang pasar ini," kata Anggoro.
Ketiga, tren transportasi berbasis listrik. "Melonjaknya Tesla dlm ‘USD 1 trillion club’," kata Angga. Dalam tren ini, Indonesia sebaiknya mengambil bagian dan tetap konsisten dalam penyediaan baterai lithium dan menjaga jaga cadangan nikel.
Keempat, tren suku bunga rendah bertahan di Eropa. Dampaknya terhadap nilai tukar terbatas sejauh neraca perdagangan dengan Eropa yang tidak dominan. Seiring tren ini, rupiah dalam zona aman.
"Kita cukup bersiap dalam aliran bersih likuiditas asing di neraca pembayaran," kata Anggoro.
Terakhir, tren kelima adalah momen konferensi perubahan iklim COP26 dalam kaitannya dengan ekonomi hijau. Tren ini seiring kondisi pandemi Covid melandai, konsumsi global bergerak, namun sisi penawaran belum siap. Akibatnya inflasi di pasar barang dan jasa. Sementara sentimen emisi karbon menekan konsumsi gas dan energi.
"Harga minyak bisa tertahan dan ada ruang bagi pengalihan subsidi APBN RI ke sektor-sektor lain untuk balancing, refocusing & fine-tuning termasuk penanganan Covid lebih cepat," kata Anggoro. "Juga pembayaran utang."