Liputan6.com, Pekanbaru - Hasanuddin hanya bisa tertunduk lesu. Dirinya teringat istri dan dua anaknya yang baru ia tinggalkan di Lampung, untuk 'bekerja' di Kampung Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak.
"Istri satu, anak dua, udah mau tiga," kata Hasanuddin menundukkan kepala di sebuah warung Kampung Tasik Betung, Jumat (19/11/2021).
Advertisement
Baca Juga
Di sampingnya ada Nanang. Sama-sama dari Lampung dengan niat mengumpulkan pundi-pundi uang di Provinsi Riau untuk menyambung hidup keluarga di kampung.
Namun pekerjaannya ini sangat haram bagi negara. Yaitu menebang hutan untuk diambil kayunya kemudian disetorkan kepada pemodal yang membawa keduanya ke Riau dari Lampung.
Bukan hutan sembarangan. Sasarannya adalah Giam Siak Kecil yang ditetapkan UNESCO sebagai Cagar Biosfer sebagai hutan paru-paru dunia.
"Yang bawa ke sini namanya Irawan, berhasil kabur tadi," ucap Nanang.
Hasanuddin membantah sebagai penebang. Dia mengaku sebagai kernet mobil yang mengangkut hasil tebangan kayu yang sudah dijejerkan di tepi perairan Tasik Betung.
"Saya cuma kernet gak masuk ke hutan, kalau dia ini (Nanang) yang menebang," kilah Hasanuddin.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Baru Keluar
Nanang sendiri tak menampik sebagai penebang kayu di Giam Siak Kecil. Dia mengaku belum dua pekan berada di kampung itu karena sebelumnya ada di hutan lain, melakukan pembalakan liar juga.
Cerita Nanang, dia bersama enam rekannya yang berhasil kabur dari kejaran polisi baru saja keluar dari Giam Siak Kecil membawa ratusan kubik kayu. Aktivitas berhenti karena tahu akan ada razia pembalakan liar.
Nanang tahu akan ada razia berdasarkan informasi dari teman yang lain. Pasalnya beberapa hari sebelum penangkapan ada helikopter berputar-putar di atas tempat mereka membabat hutan alam.
"Makanya kami ke darat, balik ke pondok (kontrakan) di sini," ucap Nanang.
Nanang tertangkap pada Rabu pagi. Kala itu, Nanang berniat keluar dari pondok untuk menyelamatkan diri karena merasa Kampung Tasik Betung tak aman lagi. Pasalnya banyak polisi bersenjata masuk menyita hasil tebangannya.
"Pas keluar ada banyak polisi, saya lari tapi akhirnya tertangkap, yang lainnya kabur," kata Nanang.
Nanang tak mengetahui siapa cukong atau pemodal pembalakan liar. Dia menyebut hanya diajak teman dengan upah jutaan rupiah untuk tinggal beberapa hari di hutan.
Advertisement
Kerjakan Pesanan Cukong
Menurut Nanang, mereka masuk ke hutan jika ada pesanan dari cukong. Setiap hari, per orang harus bisa menghasilkan hingga dua kubik kayu laku dibawa ke Kampung Tasik Betung.
Di pinggir perairan kampung sudah ada mobil yang menunggu. Sudah ada pekerja muatnya dan mereka akan dibayar setelah uang penjualan diterima cukong.
"Kalau masuk hutan kami dibekali makanan, air, genset, ada pondok di dalam tempat tidur," kata Nanang.
Di hutan, mereka bisa berhari-hari bahkan sampai hitungan pekan. Tak ada takut akan ketemu hewan buas karena pikiran mereka hanya menebang kayu untuk mendapatkan upah.
Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menyebut pembalakan liar di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dipimpin oleh Mat Ari. Pria ini menyebut dirinya sebagai "Anak Jenderal" yang tentunya bukan status asli.
Agung menyebut Mat Ari sejak tahun 2014 malang melintang di pembalakan liar. Lokasinya selalu berpindah-pindah dan belakangan menyasar Cagar Biosfer karena lokasi itu sulit diakses.
Tak hanya jalan, Kampung Tasik Betung sebagai lokasi transit juga tidak ada sinyal telepon. Jalannya terjal dari tanah berbukit yang akan menjadi lumpur jika hujan deras turun.
Ribuan Kubik Kayu
Beberapa hari operasi pembalakan liar di sejumlah lokasi, Polda Riau menyita 2319 kubik kayu olahan dan bulatan. Turut pula disita sejumlah gergaji mesin, genset dan alat transportasi.
"Untuk di Giam Siak Kecil ada empat tersangka yaitu Mat Ari alias Anak Jenderal, Nanang, Heri Mulyono dan Hasanuddin yang sudah tertangkap," kata Agung didampingi Kabid Humas Komisaris Besar Sunarto, Jum'at siang, 19 November 2021.
Agung mengakui masih ada pelaku dan cukong lain yang saat ini masih bebas. Dia menyatakan akan mengejar pelaku lain sehingga tidak ada lagi pembalakan liar di Riau.
Agung menyatakan, hutan di Riau itu ada pemiliknya sehingga tidak boleh diambil. Keberadaan hutan juga sebagai penjaga ekosistem untuk menjaga kelestarian alam.
"Dan proses penegakkan hukum memberikan pemahaman bagi tersangka, meluruskan pemahaman yang salah," jelas Agung.
Kepada masyarakat, Agung menyebut sudah ada kawasan-kawasan yang sudah dimanfaatkan sebagai penopang ekonomi. Tentunya kawasan ini bukanlah hutan karena tidak boleh diambil.
"Sosialisasi akan ditingkatkan, sosialisasi agar hutan dilestarikan," kata Agung.
Advertisement