Liputan6.com, Gorontalo - Aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Pohuwato, kembali beroperasi setelah sempat dihentikan oleh pihak Kepolisian Polda Gorontalo, beberapa waktu lalu.
Aktivitas pertambangan itu bukan hanya dilakukan secara manual, akan tapi saat ini sudah menggunakan alat berat berupa ekskavator. Hal itu dikhawatirkan akan berdampak pada kerusakan lingkungan.
Advertisement
Baca Juga
Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan Provinsi Gorontalo Aldy Ibura menuturkan, penambang yang menggunakan alat berat disarankan untuk menghentikan aktivitasnya. Sebab, saat ini masih musim hujan, ditakutkan bisa memicu bencana banjir.
"Sudah pasti dampak dari aktivitas pertambangan akan mengakibatkan banjir. Apalagi sudah menggunakan alat berat berupa ekskavator," kata Aldi.
Menurutnya, dari informasi yang didapatkan, tercatat kurang lebih ada 70 alat berat yang sedang beroperasi di areal pertambangan ilegal tersebut. Lokasinya tepat di Desa Popaya, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato.
Bahkan, kata Aldy, informasi di lapangan setiap satu buah alat berat itu menyetor uang senilai Rp25 juta saat masuk di areal pertambangan ilegal itu. Sedangkan, alat berat yang masuk, kebanyakan datang dari Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Sehingga, ini yang harus menjadi perhatian serius dari Aparat Penegak Hukum (APH), yang ada di Provinsi Gorontalo," tegasnya.
"Aktivitas pertambangan dengan menggunakan alat berat ini sudah dihentikan pihak Polda Gorontalo. Mengapa kembali beraktivitas kembali, itu izin siapa, dan setoran 25 juta setiap alat berat itu masuk kemana?" tanya Aldy.
Belum lagi, kata Aldy, ada dugaan keterlibatan pejabat di Gorontalo, dalam pertambangan ilegal tersebut. Pejabat yang seharusnya jadi representasi dari masyarakat, tapi mengorbankan masyarakatnya, akibat dampak kerusakan lingkungan.
"Nanti masyarakat juga yang kena dampaknya, pasti akan banjir lagi dan masyarakat yang jadi korban akibat aktivitas pertambangan menggunakan alat berat itu," dia menegaskan.