Liputan6.com, Medan Kehati-hatian Polda Sumut dalam penanganan kasus kerangkeng manusia yang berada di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, yang belum melakukan penahanan terhadap 8 tersangka demi kepentingan hukum.
Hal itu disampaikan ahli hukum pidana, Alfi Sahari. "Langkah tersebut patut dicontoh," kata Alfi, Selasa (29/3/2022).
Ditreskrimum Polda Sumut menuai kritik dan kontroversi karena belum menahan 8 tersangka kasus kerangkeng manusia Bupati Langkat. Terkait hal itu, Alfi berpandangan, diperlukan adanya pemahaman terkait proses penyidikan dan kewenangan penyidik untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan yang ditujukan, demi kepentingan penyidikan dengan menyaratkan alasan subjektif dan objektif sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, yang mana KUHAP menentukan limitasi masa penahanan.
Advertisement
Baca Juga
"Penggunaan upaya paksa berupa penahanan menyaratkan penyidik harus berhati-hati dalam melaksanakan kewenangannya. Karena, apabila tergesa-tergesa dapat berakibat pada ketidakektifan atau undue process of law dalam pencapaian tujuan hukum," sebutnya.
Dijelaskan Alfi, hukum pidana itu sendiri berorientasi pada perbuatan pidana dan pelaku perbuatan pidana, atau yang dikenal dengan istilah daad-dader- strafrecht, atau due process model dalam kerangka pembuktian dan sistem pemidanaan.
"Bahwa, penetapan tersangka berorientasi pada perbuatan dengan tidak melakukan penahanan, tidak menghilangkan proses pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya atau strafbaar handeling," jelasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Kewenangan Penyidik
Disebutkan Alfi, upaya paksa berupa penahanan terhadap tersangka adalah kewenangan penyidik, dan tentunya didasarkan pada norma formulasi kebijakan hukum pidana itu sendiri, yang tidak hanya terfokus pada retributive justice berupa menghukum pelaku.
Kemudian, pidana penjara atas kejahatan yang telah dilakukan para pelaku juga berorientasi pada pelindungan terhadap korban, berupa retritusi dengan alasan di samping kualifikasi delik yang disangkakan terhadap tersangka adalah Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai lex specialis derogat lex generalis yang bukan dimaknai sebagai concursus realis.
Alasan lain juga, lanjutnya, peristiwa pidana kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat, telah berlangsung lama dan melibatkan banyak korban, yang perlu pendalaman pembuktian oleh penyidik dengan didasarkan pada fakta hukum atau post factum atau legal guit, bukan berdasarkan opini.
"Penyidik sudah memenuhi tahapan dan memerlukan keterangan serta alat bukti yang kuat, mengingat kasus ini sudah berlangsung lama. Saya yakin penyidik akan melakukan tahapan sesuai proses penyidikan, termasuk dalam melakukan penahanan. Percayakan saja kepada penyidik," tandasnya.
Advertisement
Inisial 8 Tersangka
Dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, Polda Sumut telah menetapkan 8 tersangka, masing-masing berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP, HG dan SP. Polda Sumut menerapkan pasal tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pasal 351 ayat 3 penganiayaan yang menyebabkan kematian.
"Dari delapan tersangka itu, tersangka TS dijerat dengan TPPO dan pasal 351 ayat 3. Kita kirim surat panggilan, kita tunggu, karena kita undang delapan orang itu untuk hari Jumat, 25 Maret 2022," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, Kamis, 24 Maret 2022.