Larangan Ekspor CPO, Gunhar: Tindak Tegas Semua Pemain Minyak Goreng

Presiden Jokowi melarang ekspor bahan baku minyak goreng atau minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak goreng per Kamis, 28 April 2022.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Apr 2022, 12:38 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2022, 12:37 WIB
Yulian Gunhar
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Yulian Gunhar mendukung kebijakan pelarangan ekspor CPO dan menindak tegas seluruh pemain minyak goreng. (Liputan6.com/ Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku minyak goreng atau minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak goreng per Kamis, 28 April 2022 mendatang. Larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini rencananya akan diberlakukan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Menanggapi keputusan tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Yulian Gunhar mendukung kebijakan tegas yang diambil oleh Presiden Jokowi itu.

"Kebijakan tegas melarang ekspor CPO dan minyak goreng ini harus kita dukung demi menjamin ketersediaan minyak goreng di dalam negeri dengan harga terjangkau," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (23/4/2022).

Menurut Gunhar selain mendukung langkah tegas pemerintah itu, DPR juga berencana menindaklanjuti kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng dengan membentuk Pansus Mafia Minyak Goreng.

"Senayan bersama pemerintah akan semakin kencang melawan mafia minyak goreng. Di mana DPR akan segera menindaklanjuti langkah tegas presiden itu dengan membentuk Pansus Mafia Migor," katanya.

Bahkan, Gunhar menambahkan dalam waktu dekat DPR juga akan membentuk Pansus untuk mengusut praktik mafia pangan terhadap sembilan bahan pokok, selain minyak goreng. Mengingat bahan-bahan kebutuhan pokok selain minyak goreng juga rawan menjadi ajang permainan para mafia.

"Bukan hanya Migor, DPR juga akan segera membentuk pansus pangan, termasuk sembilan bahan pokok (sembako)," pungkasnya.

Anggota DPR Dapil Sumsel II itu juga meminta kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng itu disertai dengan pengawasan ketat dari produsen sampai distributor akhir. Demi memastikan harga minyak goreng terjangkau ketika pasokan berlimpah.

"Kami meminta pemerintah tegas melakukan pengawasan tata niaga minyak goreng, serta menindak tegas seluruh pemain yang mencoba menahan stok atau mengambil margin terlalu tinggi," katanya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Respons Pakar Hukum Unair

Sebelumnya Kejaksaan Agung akhirnya berhasil menjerat tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau minyak goreng yang disebut menyebabkan kebutuhan pokok warga itu menjadi mahal dan langka.

Empat tersangka yang ditetapkan antara lain Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indrasari Wisnu Wardhana, dan tiga lainnya berasal dari pihak swasta. Mereka adalah Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Picare Togar Sitanggang.

Menanggapi kasus tersebut, Pakar Hukum Universitas Airlangga Surabaya I Wayan Titib Sulaksana menyebut dirinya mendukung Kejagung menggunakan pasal dengan ancaman penjara seumur hidup dan hukuman mati dalam kasus ini.

"Alhamdulillah aktor intelektual mafia minyak goreng terungkap. Tentu Kejagung punya minimal dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag berkaitan dengan izin ekspor 159,5 ton minyak goreng yang seharusnya untuk kebutuhan dalam negeri," katanya, Kamis lalu. 

"Ini jelas melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)," ujarnya.

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sedangkan, dalam Pasal 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

"Saya sepakat dengan ancaman tersebut karena sebanding dengan penderitaan rakyat Indonesia yang antre membeli minyak goreng bersubsidi, bahkan sampai ada yang meninggal dunia karena kelelahan," ucapnya menegaskan.

Menurut Wayan, pejabat yang korupsi diibaratkan sebagai pengkhianat negara dan hukuman paling tepat adalah hukuman mati.

"Sudah saatnya hukuman tersebut dilaksanakan. Tetapi eksekusinya harus segera dilaksanakan, setelah putusan pengadilan Tipikor mempunyai kekuatan hukum tetap," tuturnya.

 

Infografis Dugaan Peran 4 Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya