Liputan6.com, Yogyakarta - Mbah Jobeh adalah sosok yang dikeramatkan di Desa Petir, Kecamatan Rongkop, Gunungkidul, Yogyakarta. Tiap musim panen tiba, masyarakat desa setempat menggelar ziarah atau upacara nyadran di petilasan Mbah Jobeh.
Dikutip dari berbagai sumber, penamaan Jobeh berasal dari kata Ijo Kabeh alias hijau semua. Upacara nyadran dengan sesaji berawal dari cerita yang dipercaya oleh masyarakat setempat.
Konon, Mbah Jobeh adalah seorang petapa yang menurut cerita dan silsilah masih saudari dari Ki Ageng Selo. Mbah Jobeh melakukan babat alas hingga menjadi cikal bakal Pedukuhan Petir.
Advertisement
Baca Juga
Kawasan hutan yang dibuka oleh Mbah Jobeh kemudian berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan penduduk disana sehingga menjadi beberapa padukuhan, sehingga terbentuknya sebuah wilayah desa dengan sebutan Desa Petir.
Masyarakat setempat kemudian menganggap Mbah Jobeh sang petapa tersebut moksa, sehingga petilasannya menjadi tempat yang dikeramatkan oleh penduduk sekitar.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Sosok Ki Kenthung
Namun ada juga cerita mengenai Ki Kenthung yang konon merupakan sosok asli dari Mbah Jobeh ini. Konon berawal pada saat zaman dahulu ada dua tokoh setempat bernama Ki Kenthung dan Nyi Kenthung gelisah lantaran pada saat itu semua tanaman di wilayahnya mengering.
Mereka kemudian bersemedi di petilasan dan doanya pun dikabulkan. Pada saat itu pula semua tanaman yang semula mengering menjadi hijau serta setelah dipanen hasilnya sangat melimpah.
Saat itu Ki kenthung menyebutnya semua tanaman itu menjadi hijau semua atau Ijo Kabeh, sehingga disingkat Jobeh. Sejak saat itu petilasan yang pernah digunakan oleh Ki Kenthung diadakan upacara nyadran atau ziarah setiap tahun.
Selain sebagai adat istiadat yang harus dilestarikan, nyadran di petilasan Mbah Jobeh juga merupakan salah satu bentuk pengingat untuk terus menjaga kelestarian alam, terutama kawasan Gunungkidul, Yogyakarta.
(Tifani)
Advertisement