Pakar UGM: Tawaran Putin Soal Pengembangan PLTN Patut Dipertimbangkan

Meski perlu dikaji mendalam, tawaran dari Putin soal PLTN setidaknya membangkitkan kembali semangat dan cita-cita negara dalam pengembangan energi nuklir. 

oleh Yanuar H diperbarui 14 Jul 2022, 04:00 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2022, 04:00 WIB
20160603- PLTN Novoronez di Rusia- Nurmayanti
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Novovoronezh adalah pembangkit pertama di dunia yang memiliki fasilitas reaktor water cooled dan water-moderated di dunia, yang terletak di Kota Boronez, Rusia. (Liputan6.com/Nurmayanti)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tawaran Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Presiden RI Joko Widodo soal Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia perlu dipertimbangkan. Pengajar Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM Alexander Agung mengatakan, Rusia dan Cina, termasuk negara yang 'leading' dalam pembangunan PLTN, bahkan Turki dan Bangladesh, berhasil membangun PLTN dengan basis teknologi Rusia.

"Tentunya kajian yang mendalam perlu dilakukan, karena vendor PLTN tidak harus dari Rusia, bisa saja dari negara lain. Kajian tentunya dilakukan untuk memastikan secara tepat, tingkat daya yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan kebutuhan," Agung, Rabu (6/7/2022) lalu.

Menurut Alex kendala utama dalam pengembangan PLTN di tanah air bukan bersumber dari sisi teknologi atau kesiapan sumber daya manusia, namun dari aspek kebijakan sosial dan politik. Dari sisi sosial, antara lain masih banyak masyarakat takut mendengar kata nuklir yang berkaitan dengan bom atom, kecelakaan Chernobyl dan Fukushima. 

"Isu tersebut sebenarnya bisa terpatahkan dengan mudah. Kuncinya sosialisasi dan edukasi," jelasnya.

Sementara dari sisi politik, justru menjadi pangkal utama dari mandegnya implementasi dari perencanaan pembangunan PLTN tersebut sejak lama. 

"Sebenarnya keputusan Go Nuclear untuk PLTN pertama, itu mesti dari pemerintah. Tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, susah untuk mengembangkan energi nuklir di Indonesia," tukasnya.

Belum lagi adanya kebijakan bauran energi, di mana energi fosil saat ini masih mendominasi, bahkan sampai tahun 2030-an. 

"Kondisi ini semakin mempersulit pengembangan energi nuklir," paparnya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Energi Nuklir untuk Listrik

Alex berkeyakinan bahwa tawaran dari Putin kepada Presiden Jokowi lebih ke arah pengembangan energi nuklir untuk listrik, karena Putin sempat menyebut Rosatom yang merupakan vendor PLTN. Menurutnya ruang lingkup kerja sama seharusnya bisa diperluas sehingga seperti pengembangan teknologi akselerator yang saat ini juga banyak diperlukan, terutama untuk keperluan medis. 

"Yang jelas, kerjasamanya tidak berupa pengembangan senjata nuklir. Karena hal itu tidak akan dilakukan oleh Indonesia karena Indonesia telah meratifikasi traktat non-proliferasi senjata nuklir," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya