Liputan6.com, Yogyakarta - Di Indonesia, keberadaan guling sebagai "teman tidur" seolah tak dapat ditolak. Konon, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki guling sebagai teman tidur.
Dalam buku "Jejak Langkah" (1985) karya Pramoedya Ananta Toer, tertulis percakapan mahasiswa The School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) yang membicarakan kehidupan Eropa mengenai guling. Dalam buku tersebut, tertulis bahwa guling tidak ditemukan di negara-negara lain di dunia.
Pada masa penjajahan, guling diibaratkan sebagai teman atau pendamping tidur karena banyak penjajah yang datang tidak dengan istri atau pasangannya. Guling pun berfungsi sebagai 'gantinya'.
Advertisement
Orang Belanda membuat guling dengan panjang menyerupai manusia dan terletak di atas tempat tidur. Dutch wife atau istri Belanda adalah sebutan untuk guling pada saat itu.
Baca Juga
Keberadaan guling ini cukup menarik perhatian bagi orang-orang yang baru datang ke Indonesia, salah satunya sejarawan dari AS, Abbot. Ketika berkunjung ke Indonesia dan menginap di salah satu rumah Belanda, dia menemukan guling di atas ranjang.
Dalam tulisannya yang berjudul "A Jaunt in Java" (1857), ia menuliskan adanya guling di bawah kaki atau tangan dapat mencegah kontak terlalu hangat di kasur. Selain itu, kenyamanan dalam iklim tropis sangat cocok dengan adanya guling.
Di Asia Timur, terdapat bentuk seperti guling, tetapi penggunaan dan bahan materialnya berbeda dengan yang ada di Indonesia. Pada zaman Dinasti Goryeo, guling dinamakan jukbuin, chikufujin, atau zhufuren, yang terbuat dari anyaman bambu yang tergulung.
Lebih lanjut, di Asia Timur sejarah guling hanya digunakan sebagai alas agar kaki tidak melekat pada kasur. Berbeda dengan Indonesia, yang digunakan dengan cara dipeluk.
Sebenarnya, bantal guling tidak dibuat oleh orang Belanda langsung, melainkan oleh Gubernur Jendral Inggris Thomas Stanford Raffles. Dalam bahasa Inggris, guling disebut dengan bolster.
Saat bangsa Inggris menduduki Hindia, mereka pun mulai mengikuti kebiasaan tidur dengan menggunakan guling. Setelahnya, bantal guling mulai tersebar di Hindia sampai sekarang.
Sejarah lain mengatakan, guling lahir dari kebudayan Indisch abad ke-18 dengan percampuran budaya Eropa, Indonesia, dan China. Guling biasanya hanya digunakan oleh kalangan atas atau orang kaya.
Namun, pada akhirnya mulai menyebar dan juga banyak dilakukan oleh masyarakat umum. Pengaruh China ke wilayah Nusantara membuat bantal guling semakin terkenal dan banyak ditiru oleh orang-orang Indonesia.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sangat bangga dengan kehadiran bantal guling sebagai salah satu identitas bangsa. Bukan hanya membuat tidur nyenyak, saat tidur guling juga dipercaya dapat membuat aliran darah menjadi lancar.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak