Saat Perubahan Siklus Pasang-Surut Danau Poso Mengancam Desa Taipa

Warga Desa Taipa, Kabupaten Poso di pesisir Danau Poso waswas akibat ancaman abrasi karena ketinggian air danau yang berubah. Sementara peneliti kebencanaan menyebut desa itu punya potensi bencana yang tinggi.

oleh Heri Susanto diperbarui 18 Sep 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2022, 14:00 WIB
Pesisir Danau Poso di Desa Taipa, Kabupaten Poso
Warga Pesisir Danau Poso di Desa Taipa, Kabupaten Poso menunjukkan rumah-rumah warga yang berbatasan langsung dengan air danau yang pasang, Senin (12/9/2022). (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Poso - Ancaman abrasi dirasakan oleh warga Desa Taipa, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso. Desa itu tepat berada di tepi Danau Poso. 10 are sudah tanah di desa itu yang berhadapan langsung dengan danau terkikis.

Warga mengaku abrasi di desa mereka sudah terjadi sejak lama akibat siklus pasang surut. Namun kondisi itu dirasa makin mengkhawatirkan saat air danau tidak lagi surut sejak tahun 2017. Padahal dulu, warga menceritakan air danau di desa mereka bisa surut hingga 100 meter.

Warga menduga pembendungan Danau Poso turut jadi sebabnya lantaran kondisi seperti itu berbeda dengan siklus danau sebelumnya. Akibatnya 34 Kepala Keluarga (KK) warga yang bermukim di pesisir danau terancam.

Warga juga khawatir tanggul penahan ombak sepanjang 700 meter yang dibangun Balai Wilayah Sungai, Kementerian PUPR tahun 2018 turut terkikis air jika kondisi seperti itu terus terjadi.

“Jarak antara tepi danau dengan permukiman warga tinggal 30 meter. Kalau ombak tinggi pasti kena,” mantan Kades Taipa, Weliones Gintu mengatakan, Senin (12/9/2022).

Tidak hanya itu rencana pemberlakuan garis sempadan danau oleh pemerintah daerah disebut menambah pelik. Sebab jika 100 meter sempadan yang gunakan maka akan lebih banyak rumah warga dan fasilitas desa yang tergusur.

Sementara itu Akademisi Universitas Tadulako dan peneliti kebencanaan, Abdullah, menilai Desa Taipa butuh penanganan segera karena potensi bencana yang tinggi. Lahan di desa itu yang terdiri dari formasi batuan lapisan sedimen yang porositasnya tinggi jadi sebabnya. Apalagi Danau itu merupakan yang terbesar ke-3 di Indonesia.

“Jika ada gempa magnitudo lebih dari 6 dan pusatnya relatif dekat dengan permukiman tersebut maka bisa terjadi seperti penurunan tanah juga rawan tsunami,” Abdullah mengungkapkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya