LBH : Bentuk Tim Independen Selidiki Tragedi Kanjuruhan

YLBHI dan LBH menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 02 Okt 2022, 11:22 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2022, 11:22 WIB
Foto: Nasib Malang Sepak Bola Indonesia, 127 Orang Kehilangan Nyawa di Stadion Kanjuruhan
Kericuhan tak terelakkan di stadion yang menjadi markas Arema FC itu. Aremania turun ke lapangan setelah tim kesayangan mereka kalah dari rival bebuyutannya. (AP/Yudha Prabowo)

Liputan6.com, Bandung - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) seluruh Indonesia menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Jawa Timur yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan Liga 1 antara Arema vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).

Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis menyebutkan, pihaknya mendapat laporan perkembangan bahwa sampai dengan pukul 07.30 WIB, telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini.

Dia menuturkan, sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada operator liga (PT LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir risiko. Tetapi sayangnya pihak liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

Adapun pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan di mana terdapat suporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat.

“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton,” ujarnya, Minggu (2/10/2022).

YLBHI dan LBH menduga menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan. Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan dan saling bertabrakan.

“Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari. Hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini,” tutur Isnur.

Padahal jelas penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

Bertentangan dengan Sejumlah Peraturan

Arema FC vs Persebaya, BRI Liga 1
Suasana Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada pekan 11 Liga 1 2022/2023 berakhir, Sabtu (1/10/2022). Petugas keamanan turun ke lapangan untuk mengantisipasi kericuhan. (Bola.com/Iwan Setiawan)

YLBHI dan LBH menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut:

1. Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa

2. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian

3. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI

4. Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara

5. Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara

Poin Sikap

Foto: Nasib Malang Sepak Bola Indonesia, 127 Orang Kehilangan Nyawa di Stadion Kanjuruhan
Tetapi pihak keamanan melakukan kebijakan yang kontroversial. Mereka justru menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang terus merengsek ke dalam lapangan. Langkah tersebut justru membuat kondisi di lapangan makin runyam. (AP/Yudha Prabowo)

Maka atas pertimbangan di atas, YLBHI dan LBH menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

Maka dari itu YLBHI dan LBH menyatakan sikap:

1. Mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI;

2. Mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya 153 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen;

3. Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas;

 

4. Mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut;

5. Mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian;

6. Mendesak Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya