Liputan6.com, Pekanbaru - Selain Mahmoed Marzuki, nama Datuk Tabano juga masuk daftar pahlawan daerah yang diajukan sebagai pahlawan nasional. Nama ini sangat familiar di Riau, khususnya Kabupaten Kampar.
Sudah beberapa kali, Pemerintah Kabupaten Kampar mengajukan nama Datuk Tabano ke Pemerintah Pusat. Hingga kini belum ada kabar baik, padahal jasanya melawan penjajah Belanda tak bisa dinampikkan.
Advertisement
Baca Juga
Makam Datuk Tabano hingga kini masih bisa dikunjungi di Desa Muara Uwai, Kecamatan Bangkinang. Makamnya sering diziarahi oleh sejumlah tokoh politik kalau bertandang ke Kabupaten Kampar.
Cerita kepahlawanan Datuk Tabano sudah diabadikan melalui buku oleh Sejarawan Riau, Prof Dr Suwardi MS. Liputan6.com juga pernah berbincang dengan Suwardi tentang Datuk Tabano.
Suwardi menceritakan, hampir dua tahun Belanda dibuat merugi karena Sungai Siak berhasil dikuasai Datuk Tabano secara bergerilya.
Kapal-kapal niaga negara oranye itu dibakar sehingga dagangan berupa rempah-rempah serta komoditas lainnya tidak sampai ke Singapura.
Sebelum berjuang di Riau, Datuk Tabano pernah menjadi salah satu panglima perang Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda di Sumatera Barat. Tertangkapnya Imam Bonjol membuat Datuk Tabano melanjutkan perjuangan ke Kabupaten Kampar.
Perjuangannya di Kampar dimulai pada 1894. Sungai Kampar dijadikannya sebagai basis perjuangan bekerja sama dengan para datuk atau ninik mamak suku di sana.
Sungai Kampar juga terhubung ke Sungai Siak yang saat itu menjadi arus penting perdagangan karena berhilir ke Malaka.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gerilya Pinggir Sungai
Belanda sangat menguasai Sungai Siak. Apalagi setelah adanya perjanjian damai dengan Kerajaan Siak pada 1841, kapal Belanda dengan mudah mengangkut hasil kebun dari Sumbar menuju Singapura.
Di beberapa titik sungai dibangun pos tentara sebagai pengaman pelayaran kapal.
Sementara itu, Datuk Tabano mengetahui kelemahan Belanda karena belum menguasai desa-desa di sekitar sungai. Dari sinilah gerilya dimulai.
"Datuk Tabano punya dua orang kepercayaan, yaitu Usman dan Saleh, untuk mengintai kapal-kapal perdagangan Belanda di Sungai Siak," kata Suwardi MS.
Saleh dan Usman menyamar menjadi nelayan. Keduanya juga menyusup ke pelabuhan sembari membawa hasil tangkapan ikan untuk memetakan tujuan serta daerah yang dilalui kapan dagang Belanda.
Dari informasi keduanya ini, Datuk Tabano sering berhasil menyabotase hingga mengaramkan kapal dagang Belanda. Akibatnya, keuntungan perdagangan Belanda menurun drastis.
"Karena sudah dua tahun merugi, Gubernur Jenderal Belanda di Batavia (Jakarta) mengirim satu batalion tentara ke Kampar. Tujuannya menangkap hidup-hidup Datuk Tabano," kata Suwardi.
Â
Advertisement
Diburu Belanda
Kabar dikirimnya tentara diketahui Datuk Tabano setelah diinformasikan Saleh dan Usman. Datuk yang juga disebut kebal peluru senjata api ini tak gentar dan menyatakan akan menunggu tentara Belanda di Kampar.
"Biarpun 10 ribu pasukan Belanda yang datang, saya tidak akan lari. Biarlah saya tumbang di tanah Kampar ini," cerita Suwardi menirukan perkataan Datuk Tabano ke Saleh yang memintanya melarikan diri.
Waktu berjalan. Tentara Belanda sampai di Pekanbaru menuju Kampar. Kala itu, Datuk Tabano baru dari hutan bersama pengikutnya serta anak dan istrinya.
Sebelum masuk ke rumahnya di Desa Muara Uwai, Saleh mendapat pesan supaya nanti kalau Belanda datang agar membawa keluarganya itu lari.
Waktu salat Asar masuk pada 1905 itu. Usai salat berjemaah dan melaksanakan wirid petang, terdengar teriakan sebagai tanda Belanda datang. Dengan sigap, Datuk Tabano mengambil lembing dan menggenggam pisau dari sajadahnya.
"Istri langsung dibawa lari oleh beberapa orang kepercayaan Datuk Tabano. Saleh dan Usman tetap tinggal karena ingin berjuang dengan Datuk Tabano. Keduanya ingin mati syahid," terang Suwardi.
Perang akhirnya terjadi di halaman rumah Datuk Tabano. Ratusan tentara mengepungnya dan puluhan di antaranya tewas. Saleh dan Usman akhirnya gugur setelah membunuh beberapa tentara Belanda.
Tergelincir di Rumah
Sadar kalah jumlah, Datuk Tabano mundur perlahan untuk masuk ke rumahnya. Dia punya siasat jika di tempat sempit, maka akan lebih banyak tentara yang ditaklukkannya. Tak ayal di dalam rumah terjadi banjir darah.
Hal ini membuat Datuk Tabano terpeleset karena lantai licin akibat banjir darah. Dia pun berhasil ditangkap setelah dihujam bayonet tentara Belanda.
"Belanda tak langsung membunuhnya. Karena tahu kebal peluru, makanya dicambuk pakai pelepah pisang, itu kelemahan dari kebal peluru," terang Suwardi.
Hampir sepekan Datuk Tabano diikat di depan rumahnya. Tanpa diberi makan dan minum, Datuk Tabano selalu disiksa. Belanda tak langsung membunuh karena ingin membuat rakyat ketakutan.
"Belanda seolah ingin memberi pelajaran, beginilah nasib melawan mereka," ucap Suwardi.
Akhirnya setelah hujan turun, Datuk Tabano gugur. Tak diketahui persis hari dan bulannya peristiwa pada 1905 ini. Makam Datuk Tabano masih bisa ditemui di desa tersebut yang terletak di pinggir jalan dan sebuah masjid tua di Muara Uwai.
Advertisement