Liputan6.com, Kuningan - Kebon Balong Sangkanurip berlokasi di Desa Sangkanhurip, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Destinasi wisata ini sangat cocok untuk kamu yang suka suasana alam dan berpetualang.
Terdapat dua balong atau kolam keramat, yakni Balong Pancawarna dan Pancaroba. Balong Pancawarna dengan luas 15x50 meter persegi ini memiliki air yang jernih di antara ilalang, pohon raksasa, dan sumber mata air.
Sumber mata air yang dimaksud adalah air Sirah Kahirupan dan Cangkup Lingga, yang berada di antara situs peninggalan Mbah Buyut Sangkan. Mbah Buyut Sangkan merupakan orang pertama yang menempati area tersebut sekaligus pendiri Desa Sangkanurip.
Advertisement
Adapun Balong Pancaroba terletak di sisi musala. Terdapat jenis ikan yang menjadi ikon Kabupaten Kuningan, yakni ikan dewa (kancra bodas atau putih).
Baca Juga
Karena berlokasi di dekat musala, kolam ini juga dimanfaatkan sebagai tempat berwudhu. Kolam ini berukuran sekitar 20x20 meter persegi.
Selain kolam dan pepohonan, di Kebon Balong Sangkanurip juga terdapat deretan pohon besar yang berdiri kokoh di tepi kolam. Pohon-pohon tersebut, di antaranya pohon ambit (elaeocarpus grandiflorus), salam (syzygium polyanthum), dangdeur (bombax anceps), soka (saraca asoca), dan pohon berusia ratusan tahun lainnya.
Mayoritas pengunjung yang datang bertujuan untuk berziarah ke situs Mbah Buyut Sangkan. Para peziarah ini harus menelusuri jalan setapak yang diwarnai dengan akar-akar besar pohon raksasa.
Situs Mbah Buyut Sangkan
Situs Mbah Buyut Sangkan merupakan peninggalan tokoh penyebar agama Islam sekaligus pendiri Desa Sangkanurip. Menurut cerita Kepala Desa Sangkanurip, Jujun Junaedi, awalnya Mbah Buyut Sangkan merupakan petani penghasil dan penjual lahang (minuman khas Sunda) yang terbuat dari nira.
Mbah Buyut Sangkan yang diketahui bernama Ki Gedeng Paneresan, kemudian bertemu Waliyullah Syekh, Syarif Hidayatullah. Dalam kondisi serba terbatas, Ki Gedeng Paneresan tetap menjamu Syarif Hidayatullah dengan berbagai hidangan, salah satunya ayam yang tengah mengeram dengan telur berjumlah 7 butir.
Sang Wali baru mengetahui hal tersebut setelah memakannya karena cerita istri Ki Gedeng Paneresan. Istri Ki Gedeng Paneresan menceritakan hidangan yang disuguhkan adalah induk ayam yang tengah mengerami telur.
Mendengar kabar dari istri Ki Gedeng Paneresan, Syarif Hidayatullah puk merasa kasihan. Ia meminta perempuan itu untuk mengumpulkan kembali sisa-sisa tulang dan bulu ayam tersebut.
Ia kemudian berdoa kepada Allah SWT. Usai berdoa, ayam itu kembali hidup dan mengerami telur.
Sejak saat itu, kampung atau desa tersebut pun dinamakan Sangkanurip. Sangkanurip berarti 'supaya hidup'.
Usai pertemuannya dengan Syarif Hidayatullah, Ki Gedeng Paneresan mulai belajar tentang agama Islam. Usai mengucapkan syahadat, lodong bambu yang digunakan sebagai tempat lahang mendadak menjadi berat.
Ternyata, lodong bambu tersebut berisi emas dan berlian. Dari peristiwa ini, Ki Gedeng Paneresan dinamai Mbah Beunghar.
Hingga saat ini, ia memiliki tiga nama, yakni Ki Gedeng Paneresan, Mbah Buyut Sangkan, dan Mbah Beunghar. Mbah Buyut Sangkan inilah yang kemudian menjadi pemimpin pertama Desa Sangkanurip sekaligus menjadi salah satu tokoh penyebar agama Islam di Kabupaten Kuningan.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement